Seperti itu lah sosok seorang Zidan yang memiliki sifat dan sikap yang sangat keras kepala, emosian, cemburuan dan over protektif. Ia sangat tak menyukai jika aku dekat dengan pria mana pun, meskipun itu hanya sebatas ngobrol perihal masalah kampus.
"Maaf!" ucapnya setelah ia melihatku menangis dan berlinang air mata dipipi ini.
Aku tak menjawabnya, dari dulu aku lelah dengan sikapnya yang berlebihan seperti ini. Emosi dan cemburunya selalu membutakan kebenaran yang ada di depan mata.
"Ucapanku barusan menyakitimu lagi ya Fah, maafin aku ya sayang." ucapnya lagi sambil menarikku dalam dekapan hangatnya, jujur aku merasakan nyaman jika ada di dalam dekapannya.
"Aku mau pulang!" kataku dengan suara serak, karena habis menangis.
Kulepaskan pelukannya, aku hanya ingin pulang aku lelah tak ingin membahas ini lagi. Kulihat dia masih diam menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan.
Aku lebih memilih tak menghiraukannya, aku berbalik dan meninggalkannya.
"Afifah, tunggu!" teriak Zidan memanggil namaku, tak kuhiraukan. Aku lebih memilih melanjutkan perjalananku.
Setelah satu jam dalam perjalanan akhirnya aku sampai di depan rumah, aku segera memasuki ruangan untuk menuju tangga kamarku.
"Afifah sayang, kenapa ko kamu tumben baru pulang?" tanya mama yang nampak heran dan bingung.
" Iyaa maaf ma tadi Fifah ada kelas tambahan, tadi juga sekalian mampir ke Taman sebentar janjian dengan Zidan."