Ada saatnya nanti aku harus pulang
Ke tempat, di mana aku dulu pernah tinggal
Semesta yang sering kurasai begitu hening, hidup dalam kesendirian masing-masing
Bintang-bintang yang hanya kulihat kerlip birunya saja
Atau yang dekat semburat kekuningan mengejar rembulan
Air mata selalu saja berurai ketika aku tiba-tiba merasa berada digenggamnya
Untuk hal yang entah, merasa berada bersama-Nya
Ia yang menyatu bersama semesta, seperti memelukku
Memberi kehangatan yang sunyi
Menyeka bulir yang terus menderas
Menenangkan, meyakinkan, aku aman di sana
Tapi lihatlah
Kakiku masih menapak di bumi
Ada yang harus kutinggalkan jika aku nanti tinggal bersamanya
Amal yang masih begitu ringan
Keburukan yang terasa begitu berat
Dan dosa yang bergelung di sekujur tubuh
Harus kupertanggungjawabkan semuanya
Seiring tubuh yang harus kembali ke asalnya
Tanah yang entah ada apa di dalamnya
Bumi yang entah bagaimana menerimanya
Aku hanya akan berserah dengan menanggung semua sakit
Bukan sakit raga yang jelas telah mati rasa
Tapi sakit yang dibawa oleh ruhku
Sakit karena menerima siksa atas semua dosa, risiko menjadi manusia yang belajar hidup benar dari pertobatan
Manusia yang tak satu pun bersih dari dosa
Ah...
Harus dihadapi
Harus ditanggung
Harus dihitung
Sebelum aku lolos, dan pulang ke tempat terindahku
Semesta yang senantiasa bertasbih dalam hening
Rasanya begitu panjang
Tapi aku harus tetap sabar, iman, dan tawaqal
Pulang
Ke tempat di mana aku berasal
*Rumah Sunduk Sate
Akhir bulan 'O' 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H