........
Purnama singgah di atas atap entah sudah berapa puluh bulan.
Kini wajah lugu Ayas sudah seperti kembang layu, berkerinyut dan nyaris luruh.
Ia duduk tenang di bangku taman di tengah kota, tempat yang sama ketika ia harus merelakan kekasihnya menjadi milik perempuan lain.
Gempita reuni menyisakan sedikit kisah dan pesan, meski Ayas tak pernah menghadiri reuni-reuni itu.
Seorang sahabat berkabar agar dirinya mau menemui mantan kekasihnya di taman itu pada hari dan tanggal sekarang ini.
Mula-mula ia gamang, tapi ia mengerahkan keberaniannya untuk menemui kekasih yang baginya tak pernah menjadi mantan.
Dan kini, di sampingnya, lelaki berhidung mancung dengan rambut dipotong cepak, sudah beruban dan sesekali mencuri pandang, duduk manis sambil terus menatapnya.
Apa kabar, Mas? Ayas mengambil inisiatif memecah keheningan di antara mereka.
Sejak tadi lelaki itu hanya diam, menatap Ayas seolah hendak melahap kerinduan yang mengerak, setelah memberi tanda kepada seorang bujang yang mendampinginya untuk meninggalkan mereka.
Tangannya berusaha meraih tangan Ayas. Tertatih meletakkan di pipinya, sementara air mata luruh dari mata yang selalu Ayas kagumi keindahannya.