Mohon tunggu...
Fajar Kustiawan
Fajar Kustiawan Mohon Tunggu... -

Seorang Pemerhati Sosial, Penggali Rahasia Kehidupan, Penikmat Seni, Pengempul Aksara dan Penghibur Duka yang selalu berusaha ceria agar menjadi insan yang berarti bagi makhluk lainnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Orang Tua Setengah Hari

17 Mei 2016   17:29 Diperbarui: 17 Mei 2016   20:57 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: lilpickmeupdotcom.files.wordpress.com

Sampai akhirnya anak Anda di diagnosa dokter sakit parah dan harus dirawat intensif di rumah sakit. Kini waktu Anda dan istri tertuju padanya. Anda sibuk berdebat dengan dokter mempertanyakan kebenaran hasil diagnosanya. Sementara istri Anda tengah menggenggam tangan mungil yang selama ini hampir tak pernah tergenggam.

Tiba-tiba anak Anda mengerang kesakitan dan bernafas untuk yang terakhir kalinya. Anda dan istri berusaha mengguncang-guncang badannya. Dokter pun memeriksa denyut nadinya. Lalu, menyampaikan ke Anda bahwa nyawanya tak tertolong lagi. Anda menjerit histeris, Anak tercinta begitu cepat diambil Tuhan, mungkin saja Tuhan lebih menyayanginya daripada Anda.

***

Dari kisah diatas, layaknya Anda merenung matang-matang posisi Anda saat ini, apakah Anda termasuk Orang Tua Setengah Hari? Atau Anda masuk kategori di bawah ini :

Pertama, Anda dan istri sama-sama bekerja. Hidup adalah pilihan, dan kita semua hidup dalam pilihan itu. Dengan kondisi serba sulit sekarang ini, tentu membuat Anda mengerahkan segala upaya agar hidup beserta kebutuhannya selalu bisa terpenuhi. Sementara anak dengan berbagai keterbatasannya butuh pendampingan khusus, terlebih dari orang tua yang melahirkannya. Di sinilah letak pilihan itu. Bagi seseorang ini merupakan pilihan sulit, namun bagi lainnya, yang sudah menanamkan prinsip hidup untuk membahagiakan anak dan keluarganya tentu pilihannya sudah jelas. Salah satunya mengalah-lah!

Kedua, istri di rumah tapi Anda bekerja sibuk bahkan sampai larut malam. Tidak hanya pulang malam pergi pagi, ada juga yang baru bisa pulang dalam waktu yang cukup lama (beberapa hari harus meninggalkan rumah). Kembali itu juga pilihan. Anda sebagai seorang suami memanglah bertanggung jawab untuk mencari nafkah keluarga. Tetapi, keluarga juga membutuhkan nafkah bathin. Di sini biasanya seorang istri dan anak diabaikan. Anda pikir, ketika Anda pulang lalu membawa uang atau makanan yang banyak, sudah cukup bagi mereka. Sekali lagi Anda keliru! Tentu, pekerjaan banyak jenisnya dan lagi-lagi Anda bisa memilih yang baik untuk diutamakan. Apakah keluarga masuk dalam pertimbangan Anda dalam memilihnya? Jika tidak, renungkanlah kembali, masih ada setidaknya kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Ok, kalau pun Anda harus pulang kerja kondisi malam terus, letakkanlah semua atribut pekerjaan, lalu bersenang-senanglah sepenuh hari dengan anak Anda.

Ketiga, Anda dan istri selalu ada untuk anak, lalu siapa yang mencari nafkah? Biasanya pebisnis yang bisa mengatur seperti ini. Anak dan istrinya bisa diajak bekerja sambil bermain di tempat usahanya. Di posisi ini, banyaknya waktu luang untuk bersama anak tercinta merupakan esensi yang paling dicari. Karena apalah arti berkelimpahan materi, kalau anak fakir rasa kasih sayang. Ada ayah secara fisik tapi yatim secara kejiwaan. Bukankah tujuan Anda bekerja untuk membahagiakan keluarga, terutama anak?

Cobalah renungkan kembali duhai orang tua setengah hari, masih ada waktu dan kesempatan untuk berubah. Jangan sampai pula akhirnya Anda menjadi orang tua setengah hati.

Sengaja saya tulis untuk mengingatkan diri sendiri, yang saat ini masih menjadi orang tua setengah hari dan tengah menyiapkan diri semaksimal mungkin menjadi yang terbaik untuk keluarga, terlebih anak-anak saya tercinta. Mohon maaf, semoga berkenan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun