Mengidolakan lupus setidaknya membuat para remaja usia sekolah yang masih rentan menjadi pelaku klitih ini, bisa menjadikan Lupus sebagai cerminan diri. Tak mesti Lupus. Semua remaja seharusnya bebas mengidolakan tokoh fiksi atau nyata yang memotivasi, inspiratif, dan mendorong mereka mampu menghasilkan sesuatu yang positif.
Dengan karakter yang tercermin dari para idola remaja inilah, mestinya kita bisa mengetahui sejauh mana stimulus mental yang positif memengaruhi  tindakan para remaja ini.  Bayangkan sekelompok rentan klitih diberi tanggungjawab memelihara ayam dengan target tertentu. Meski kita butuh penelitian untuk membuktikan hal ini, tapi semoga saja, kegiatan postitif bagi kelompok rentan klitih tersebut, mampu menurunkan eskalasi klitih sehingga menjadi gerakan de-eskalasi klitih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H