Musim 2021-2022 itu seperti sarana magang para pemain muda. Ajang latihan. Nothing to lose. Arteta bak sedang meramu racikan tim yang pas, yang baru akan mulai siap pada musim berikutnya. Hasil belajarnya dari Wenger dan Guardiola.Â
Tim yang diisi oleh pemain muda dengan kualitas memadai, strategi yang pas, dan motivasi juara yang menggebu-gebu. Kadang main amat bagus. Kadang buruk. Seperti kereta rel tunggal di Dunia Fantasi. Naik turun dan berkelok.Â
Tapi tim ini punya potensi amat berbahaya. Kompak ala Barcelola, meski belum selalu setajam City atau Bayern Munchen. Sampai akhir musim hanya cetak 61 gol atau rata-rata 1,6 gol per pertandingan. Pasti Arteta memahami kondisi itu.
Saya semakin yakin dengan bahaya tim muda ini setelah mereka merekrut Gabriel Jesus yang tersisih dari City. Inilah puzzle yang hilang musim lalu sehingga keran gol mereka kurang mengalir. Dan terbukti, selama pra-musim, Arsenal garang sekali. Pelurunya berhamburan menembus jala lawan, termasuk dari Jesus. Mereka tak terkalahkan dengan cara bermain yang meyakinkan.Â
Pada tiga pertandingan awal musim ini, gudang peluru itu kembali membuncah. Membalik hasil awal musim lalu menjadi tiga kali menang beruntun. Keren. Anak-anak muda itu bermain dengan bahagia, seolah meniru filosofi bermain Ronaldinho, berbaur dengan ajaran Wenger dan Guardiola tadi.Â
Apa rahasianya?
Ternyata semua yang dilakukan Arteta sudah dirancang sejak dia menangani klub itu. Proposalnya disetujui petinggi Arsenal. Manajemen Arsenal memang terkenal dengan strategi jangka panjang. Tak mengapa tergopoh-gopoh di suatu musim, dengan tujuan mentereng di musim berikutnya.Â
Arsene Wenger menjadi contoh baik betapa Arsenal tidak sekejam MU, Liverpool, City atau Chelsea dalam memperlakukan pelatih. Bahkan kalah kejam juga dibanding klub di bawah mereka seperti West Ham, Spurs atau Everton.Â
Di balik Arteta ada satu nama Brasil yang jadi otak manajemen Arsenal selama tiga tahun terakhir. Sejak Juli 2019, dia didapuk sebagai Direktur Teknik Arsenal. Posisi baru yang tak pernah ada sebelumnya di Arsenal.Â
Namanya Edu Gaspar atau terkenal dengan nama punggung Edu. Dia pemain tengah top Arsenal pada era 2001-2005. Ikut menyumbang gelar Premier League untuk Arsenal bersama Bergkamp, Henry, Pires, Viera, Ljungberg, dan nama beken lainnya.Â
Edu paham bagaimana filosofi main bahagia ala Arsenal kala itu yang sempat hampir dua musim tak terkalahkan. Bukan dengan strategi bertahan nan menjemukan, melainkan sepakbola menyerang yang membahagiakan penonton. Saat itu, Wenger-lah arsiteknya.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!