"Anda selangkah lebih maju dibanding calon penulis lain..." tulis saya dalam materi powerpoint yang terpampang di hadapan para dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.Â
Hari Rabu 26 Agustus 2020, saya mendapatkan undangan spesial dari sohib asesor LSP Penulis dan Editor Profesional (PEP) Hatib Rahmawan, menjadi pemateri "Mengubah PPT menjadi Naskah Buku". Tentu saja di masa pagebluk Covid-19 ini, acara berlangsung secara daring melalui aplikasi Zoom.
Dosen, guru, dan pembicara pasti memiliki materi dalam bentuk powerpoint (biasa disingkat ppt). Seorang dosen dan guru mengampu beberapa mata ajar, yang secara rutin mereka sampaikan kepada siswa/mahasiswa.Â
Pun demikian pembicara. Biasanya, materi-materi itu berbentuk powerpoint, suatu aplikasi presentasi paling populer keluaran Microsoft. Saya pribadi selain penulis juga sebagai dosen, guru, dan pembicara memiliki banyak sekali materi dalam bentuk powerpoint.Â
Suatu kesenangan tersendiri menyusun materi ajar dalam bentuk ppt ini, lalu mengutak-atiknya menjadi semenarik mungkin. Bahkan saya pernah mengikuti workshop khusus selama dua hari, untuk menguasai lebih dalam teknik presentasi dengan ppt ini.
Presentasi dengan ppt wajib menarik, agar audiens bisa menangkap dan memahami materi ajar dengan lebih baik. Namanya juga powerpoint, maka kekuatan poin-poin kata dalam setiap slide menjadi andalan.Â
Plus foto, gambar, ilustrasi, atau video sebagai bumbu penyedap. Semakin ringkas setiap halaman ppt, semakin kuat daya pengaruhnya kepada audiens. Semakin banyak kata, akan berdampak sebaliknya: tidak efektif.
Di sisi lain, dosen dan guru punya 'kewajiban' menulis buku. Minimal buku bahan ajar atau dalam bentuk modul. Mereka sudah memiliki bahan dasar dalam bentuk ppt untuk setiap mata ajar/kuliah.Â
Jumlahnya bisa sampai 14 ppt sesuai dengan jumlah pertemuan dalam satu semester. Materi ppt itu sudah sama seperti kerangka tulisan, karena berurutan secara sistematis dari pertemuan pertama sampai pertemuan ke-14, sesuai dengan kurikulum atau SAP (Satuan Acara Perkuliahan). Suatu modal besar.
Pada tahapan pertama menulis buku (pramenulis), setiap calon penulis sangat disarankan membuat kerangka tulisan (ragangan). Ragangan menjadi panduan penting dalam proses penulisan baik fiksi maupun nonfiksi.Â
Hanya penulis senior yang sudah hebat-hebat yang menyatakan tidak perlu membuat ragangan sebelum menulis. Dosen dan guru sudah punya ragangan itu dalam bentuk urutan ppt.
Masih pada tahapan pramenulis, setiap calon penulis juga sangat disarankan menguasai materi yang akan ditulis. Minimal sudah menguasai 80% materi. Sisanya bisa dilengkapi selama proses berjalan. Seorang dosen dan guru sudah pasti sudah menguasai mata ajar/kuliah yang diampunya. Salah besar atau bahkan dosa besar jika tidak menguasainya. Lagi-lagi suatu modal besar buat dosen dan guru yang akan menulis buku.
Dua hal penting dalam tahap pramenulis, sudah dipenuhi. Hal yang sangat mungkin menjadi perjuangan besar bagi calon penulis lain yang bukan dosen atau guru.
Ini Dia Teknik Mengubahnya
Masalahnya, ternyata tidak mudah mengubah ppt menjadi buku. Ppt yang hanya poin-poin itu harus dikembangkan dan dinarasikan sehingga menjadi naskah yang layak menjadi buku. Perlu waktu, tenaga, dan pikiran untuk melakukannya. Pada tahapan menulis, hal ini disebut sebagai drafting (menulis draft).
Beberapa penulis senior dan saya memiliki cara khusus mengubah ppt menjadi naskah buku. Hal inilah yang saya bagikan kepada para dosen UAD.Â
Saya adopsi cara ini dari pengalaman panjang sebagai wartawan dan penulis pendamping/bayangan. Setiap kali hendak menulis naskah, terlebih dahulu saya sudah memiliki beragam bahan baku. Mulai dari naskah corat-coret singkat di HP atau kertas, materi dalam bentuk powerpoint, sampai hasil rekaman wawancara atau seminar.Â
Dari sanalah, saya bisa menyusun kerangka tulisan (ragangan). Dari sana pula, aliran kata dan kalimat berasal. Salah satu bahan yang paling mudah dikonversi adalah materi hasil rekaman (wawancara atau seminar).
Materi rekaman tersebut ditranskrip menjadi naskah, kemudian dipilah-pilah topiknya sesuai dengan ragangan. Tidak butuh waktu terlalu lama untuk melakukannya. Apalagi karena sudah terbiasa, prosesnya menjadi lebih cepat dan makin cepat.
Ternyata, metode ini dapat kita lakukan untuk mengubah ppt menjadi naskah buku. Setiap ppt butuh penjelasan yang panjang dan lebar. Seorang dosen memaparkannya di depan mahasiswa.Â
Seorang guru menguraikannya di depan siswa. Seorang pembicara mengulasnya di depan peserta seminar. Kendala buat mereka adalah tidak mudah menuangkan paparan, uraian, dan ulasan panjang lebar itu ke dalam bentuk tulisan. Â Â
"Kenapa tidak direkam?" tanya saya suatu waktu kepada seorang dosen.
"Oh iya ya..." jawabnya kaget sekaligus ceria.
Jadi saran penting sebagai teknik mengubah materi ppt menjadi naskah buku adalah rekam proses Anda mengajar. Cukup rekam suaranya saja. Smartphone Anda sudah sangat cukup sebagai alat perekam yang bisa menampung suara selama berjam-jam.Â
Dengan cara ini, seorang dosen dan guru akan memiliki 14 rekaman pertemuan sesuai materi ppt. Paparan, uraian, dan ulasan panjang lebar berdasarkan ppt tak lagi terbang ditelan angin. Semuanya sudah tersimpan.
Hasil rekaman itulah yang kemudian kita transkrip. Boleh melakukan transkrip sendiri -- jika punya keluangan waktu -- atau meminta orang lain melakukannya. Transkrip rekaman adalah hal yang mudah. Anak SMA pun dapat melakukannya.
Anda wahai dosen dan guru lagi-lagi punya keuntungan dibanding para penulis lain. Hasil transkrip Anda sudah pasti lebih sistematis, karena berdasarkan urutan pertemuan belajar yang sudah sistematis dan sudah sesuai dengan ragangan.Â
Proses lanjutan dari tahap menulis buku setelah menulis draft, yaitu revisi dan edit akan lebih mudah dilakukan. Silakan utak-atik draft atau transkrip suara Anda itu menjadi naskah yang layak menjadi buku.Â
Saya yakin, bahasa lisan Anda ketika mengajar relatif sudah sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kalau pun ada yang tidak sesuai mungkin hanya sedikit saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H