Menjadi penulis tentu saja jauh lebih tidak mudah dibanding menjadi pembaca. Seaktif-aktifnya pembaca, jauh lebih aktif penulis. Butuh waktu, tenaga, pikiran, biaya, alat, disiplin, komitmen, dan niat besar untuk menjadi penulis. Orang tak punya waktu (sibuk), tak bisa menulis buku.Â
Orang yang tak punya pikiran, tak bisa menulis buku. Orang tak punya tenaga, tak bisa pula menulis buku. Orang tak punya disiplin, komitmen, dan niat tak mungkin mampu menulis buku. Betapa hebat para penulis masa lalu ya... Mereka singkirkan beragam hambatan itu demi menghasilkan karya tulis.
Melihat fakta-fakta tersebut, suatu hal yang istimewa ketika seorang kepala daerah, yang sibuk, yang punya segudang tugas, ternyata masih mampu menghasilkan karya tulis. Menulis sendiri bukan dituliskan oleh orang lain. Ide dan pikiran sendiri, bukan meminjam ide dan pikiran orang lain. Tak banyak kepala daerah jenis ini.
Hanya Ada Dua Kepala DaerahÂ
Saya riset kecil-kecilan mencari siapa saja kepala daerah (bupati, walikota, atau gubernur) yang konsisten menghasilkan karya, selama dia menjabat. Buku apa saja, termasuk otobiografi. Yang penting naskahnya dia tulis sendiri. Lebih bagus lagi adalah hasil karya pemikiran, konsep, gagasan, dan sejenisnya.
Hasil riset itu mengerucut kepada dua nama. Satu berada di Sumatera, dan satunya lagi di Kalimantan. Memang benar banyak kepala daerah yang menerbitkan buku, terutama buku biografi. Sayang sekali, tidak masuk kriteria. Beberapa alasan jadi penyebabnya.
- Sebagian besar dituliskan oleh orang lain.
- Sebagian besar untuk kepentingan kampanye politiknya.
- Sebagian besar hanya itulah satu-satunya buku sang kepala daerah tersebut.
Sementara dua kepala daerah yang masuk kategori sebagai yang paling produktif, konsisten menulis buku karya mereka sendiri, selama menjabat. Jumlahnya bukan hanya satu atau dua buku, tapi lebih dari 5 judul. Terhitung produktif untuk ukuran seorang kepala daerah, dengan kesibukannya sebagai pemimpin pemerintahan lokal.
1. Dr. Yansen TP., M.Si. (Bupati Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara)
Sejak menjabat sebagai bupati pada 2011 sampai 2020 ini, YTP (demikian sapaan khasnya) sudah menelurkan 6 judul buku. Semua bukunya adalah gagasan dan hasil pemikiran sang bupati. Dia tuliskan sendiri. Temanya adalah tentang konsep pembangunan, kebudayaan, dan literasi. Dari enam buku tersebut, empat di antaranya diterbitkan oleh penerbit terbesar di Indonesia, Gramedia Grup.
- Gerdema (Gerakan Desa Membangun)
- Revolusi dari Desa (Saatnya Percaya kepada Rakyat dalam Pembangunan)
- Revolusi RT (Terobosan Pembangunan Berbasis Komunitas)
- Budaya Lundayeh Idi Lunbawang (Budaya Serumpun di Dataran Tinggi Borneo)
- Hidup Bersama Allah jadi Produktif
- Kaltara Rumah Kita (Kabupaten dan Kota sebagai Pilar Provinsi), baru diluncurkan 8 Agustus 2020.
Selain menulis buku, sang bupati juga aktif menggiatkan literasi warganya. Beragam kegiatan menulis terselenggara berkat kepedulian bupati, mulai dari pelatihan sampai lomba. Tak salah jika IPM (Indeks Pembangunan Manusia) kabupaten Malinau termasuk tinggi (di atas rata-rata IPM Indonesia). Paling tinggi kedua di Kaltara, setelah Tarakan, dan lebih tinggi dibanding sebagian besar kabupaten di Pulau Jawa. Kepala daerah yang intelektual, yang peduli literasi, yang haus ilmu, rajin membaca, dan mampu menulis, membuktikannya dengan hasil nyata.