Begini penjelasannya. Anda bisa juga mempraktikannya kepada teman, setelah membaca penjelasan ini. Setiap orang punya kemampuan terbatas dalam menyerap informasi, terutama melalui telinga. Filsuf China – Konfusius mengatakan, “Jika Anda mendengar maka Anda akan lupa. Jika melihat Anda akan ingat. Jika melakukan maka Anda akan mengerti.” Telinga itu memang sangat terbatas dalam menangkap informasi, berbeda dengan daya tangkap mata. Itulah sebabnya, kalau orangtua menasihati anaknya lewat lisan, maka akan masuk telinga kiri dan keluar di telinga kanan. Maknanya, mudah dilupakan.
Dalam hal teknik bertanya, ketika seseorang ditanya dua atau lebih hal sekaligus, maka biasanya orang tersebut akan menjawab pertanyaan terakhir. Hal yang paling diingatnya. Apalagi jika pertanyaan berisi hal-hal yang membutuhkan daya berpikir lebih. Apalagi dalam kondisi dan situasi tertentu, yang mungkin membuat seseorang kurang nyaman. Dalam persidangan tersebut, saya berpendapat jawaban Ma’ruf Amin “tidak” adalah jawaban untuk fakta ketiga yang ditanyakan oleh pengacara Ahok. Fakta terakhir yang disampaikan.
Silakan Anda praktikkan sendiri memberikan pertanyaan kepada teman, beberapa pertanyaan sekaligus. Tapi jangan pertanyaan siapa dan dimana ya? Seperti dalam kuis-kuis di televisi. Pertanyaan itu – meski jumlahnya dua – tidak butuh daya ingat dan daya pikir lebih. Cobalah bertanya seperti pak Humprey di atas, kalimatnya panjang dengan jumlah 68 kata! Saya sudah biasa membuktikannya.
Jika misalnya, K.H. Ma’ruf Amin diadukan ke polisi oleh tim pengacara karena dituduh melakukan keterangan palsu, lalu diadili, maka dalam proses sidang pasti tim pengacara Ahok akan kalah. Saksi ahli dari ahli bahasa dan ahli-ahli yang lain akan dengan mudah mematahkan tuduhan tersebut. Kesimpulan yang dibuat tim pengacara menuduh saksi memberikan keterangan palsu, diperoleh melalui teknik bertanya yang tidak tepat, sehingga jawabannya pun tidak akurat dan ambigu.
Apalagi fakta lain kemudian muncul bahwa untuk fakta pertama yang ditanyakan, juga tidak tepat. K.H. Ma’ruf Amin tidak menerima telepon langsung dari SBY, melainkan melalui nomor telepon pengurus lain NU (Kita percaya dulu terhadap keterangan ini, karena belum ada bantahan yang dapat dibuktikan). Fakta yang tampaknya sepele, tapi kalau teknik bertanyanya kurang tepat, pemilihan kata dan kalimat yang tidak pas, akan menghasilkan jawaban berbeda (lihat lagi transkrip pengacara Ahok). Padahal, fakta pertama inilah sesungguhnya yang dijadikan kesimpulan oleh pengacara sebagai keterangan palsu dari saksi yang menjawab “tidak.”
Kesimpulan saya, kita memang harus lebih banyak belajar lagi dan lebih detil dalam hal apapun. (Saya banyak sekali belajar dari proses sidang ini). Semakin detil seseorang dalam memperhatikan sesuatu maka kemungkinan mengalami hal seperti ini akan terhindari. Hal detil inilah yang sering juga saya abaikan. Karena kadang saya menganggap hal detil sebagai suatu yang sepele. Sebuah kekeliruan besar yang seringkali berdampak hebat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H