Mohon tunggu...
Abdul Rahmat
Abdul Rahmat Mohon Tunggu... Guru - Guru

Suka dengan puisi dan novel. Menulis karena sudah jatuh cinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seringai

12 Februari 2023   17:28 Diperbarui: 12 Februari 2023   17:36 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku sangat senang melihat Maya menampilkan ketertarikannya. Akhirnya aku sedikit bisa membuatnya kagum. Senyum sumringahnya itu bertambah indah berkali-kali lipat. Ya Tuhan, lambatkan saja kedatangan bus berikutnya. Agar aku bisa lebih lama lagi memandangi wajahnya.   

"Lain kali ajakin aku ya, kalau kamu sedang ada kegiatan mendongeng. Aku mau banget ngelihat kamu tampil." Maya mendekatkan duduknya kepadaku. Badannya sedikit dicondongkan ke arahku. Matanya makin berbinar. Antusias. Aku makin deg-degan.

"Siap, kalau ada undangan mendongeng lagi aku pasti akan mengajakmu."

"Yey, makasih banyak Bayu!" Maya kegirangan.

Sebuah mobil berwarna putih berhenti tepat di depan halte. Kedatangan mobil itu menghentikan percakapanku dengan Maya. Pintu kanan depan mobil itu terbuka, seorang laki-laki dengan kacamata coklatnya keluar dari mobil. Tampilannya yang 'keren' itu semakin menguatkan kalau dirinya bukan 'orang biasa'. Sangat kontras denganku yang berpenampilan sederhana ini. Lelaki itu melangkah mendekati kami.

"Aku daritadi mencarimu di kantor, ternyata sudah ada di sini," ucap laki-laki itu menghadap ke Maya.

"Maaf, Roy. Aku kira kamu enggak bisa jemput, jadinya aku putuskan naik bus saja," balas Maya kepada laki-laki yang dipanggilnya Roy itu.

Aku masih memperhatikan keduanya yang mengobrol. Sembari menebak-nebak siapa laki-laki 'berada' ini. Apa dia kakaknya Maya? Wajahnya memang terlihat lebih tua dari perempuan cantik yang sudah merebut hatiku. Atau jangan-jangan, Roy itu adalah pacarnya? Jangan sampai! Jika bersaing dengan laki-laki itu, sepertinya aku bukan saingan yang seimbang. Dia berkecukupan, dan aku seadanya. Ayolah Bayu! Jangan pesimis! Cinta bukan hanya diukur dari nominal di dompet atau ATM. Rasa nyaman yang aku berikan untuk Maya juga sesuatu yang berharga.

"Oh iya, Roy. Kenalkan. Dia Bayu, temanku. Bayu, ini Roy."

"Halo, Mas. Saya Bayu. Salam kenal," ucapku sembari mengangkat tangan kananku dan mengarahkannya ke depan Roy.

"Roy. Suami dari Maya." Balas Roy menyambut tanganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun