Mohon tunggu...
Penta Sakti
Penta Sakti Mohon Tunggu... Lainnya - Jiwa dan Pusaka

Sarjana psikologi yang percaya Nusantara negeri kramat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tantra : "Seks Bebas" Untuk Moksa?

31 Mei 2020   04:42 Diperbarui: 31 Mei 2020   07:12 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5. Maithuna

Tantra Kiri

Bagi penekun Tantra Kiri kelima cara ini dinamakan "Pancamakala Puja" atau lima cara untuk mencapai sensasi rohani menuju puncak penyatuan mistik. Mada dilakukan dengan minum minuman keras sepuas-puasnya, Matsya berarti memakan ikan sepuasnya, Mudra berarti melakukan gerakan-gerakan mistik tertentu sepuasnya, Mamsya yaitu memakan daging sepuasnya, dan terakhir Maithuna atau berhubungan seksual sepuas-puasnya. Dan yang membuat tercengang adalah praktik yang demikian ini bagi penekun tantra kiri dilakukan di makam atau kuburan pada malam hari. 

Sampai disini tak heran jika dilihat begitu saja apa yang dilakukan penekun Tantra Kiri merupakan tindakan yang tidak masuk akal bahkan bertentangan dengan laku atau jalan spiritual pada umumnya. Namun, dibalik laku yang disebut "menyimpang" ini penekun Tantra Kiri melakukannya untuk mencapai pembebasan spiritual yang hakiki, lalu bagaimana semua itu bisa terjadi?

Bagi penekun tantra kiri nafsu dipandang sebagai sesuatu yang tidak dapat begitusaja dilenyapkan dari dalam diri. Cara untuk menetralkan nafsu ini tidak lain adalah dengan memuaskannya secara radikal hingga tercapailah fase dimana kenikmatan yang didapatkan tidak lagi mampu dinikmati atau sudah melewati titik jenuh sehingga tidak lagi ada kenikmatan indrawi yang didapatkan. Titik jenuh terhadap nafsu duniawi ini menyebabkan nafsu duniawi digantikan oleh sensasi mistik dan nikmat pembebasan diri secara rohani. Proses ini layaknya sebuah shortcut atau bypass yang dilakukan oleh penekunya untuk melampaui kenikmatan ragawi dalam mencapai pencerahan.

Mengingat begitu radikalnya proses pembebasan nafsu dunia pada penekun tantra kiri tidak heran bahwa praktik ini dinilai telah menyimpang dari ajaran-ajaran suci. Namun, ternyata praktik radikal ini pun tidak serta merta dapat dilakukan begitu saja tanpa memperhatikan aturan-aturan yang mengikat bagi penekunnya. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan ritual ini ada tata cara dan aspek yang harus dipnuhi dalam pelaksanaanya. Sebut saja aspek Kama(keinginan/niat) dan Kala (waktu) hingga kerahasiaan dalam menjalan Pancamakala Puja yang tidak boleh diabaikan. Jika aturan ini dilanggar tentu bukan pembebasan yang akan didapatkan melainkan kemerosotan spiritual. 

Dalam tataran praktik tentu dimungkinkan saja jalan pembebasan kiri ini rawan diselewengkan oleh para penganutnya, kalaupun bukan diselewengkan praktik tantra kiri ini rentan dilaksanakan secara serampangan, tanpa aturan, dan hanya menyentuh pada dimensi profan yaitu "pelampiasan terhadap nafsu". Padahal bukan itu yang hendak dicapai, proses pemenuhan nafsu secara radikal bagi Tantra Kiri sejatinya adalah usaha melenyapkan "Raksasa" di dalam diri dengan membenturkannya dengan "Raksasa" dari luar diri. Penyelewengan oleh penekun praktik Tantra Kiri sensirilah yang menambah buruk persepsi mengenai ajaran Tantra Kiri. Bagi orang awam cara pembebasan ini memang sangat susah untuk diterima oleh akal sehat.

Tantra Kanan

Berbeda dengan Tantra Kiri, Tantra Kanan lebih mengedepankan laku samadi dan tapa brata untuk mencapai pembebasan spiritual. Seluruh daya dan upaya yang dilakukan Tantra Kanan dalam mencapai kamoksan adalah kebalikan dari praktik Tantra Kiri dimana Tantra Kanan melakukan upaya untuk mengendalikan dan mengekang hawa nafsu bagi pelakunya. Pengekangan yang dimaksud tentu bukan berarti menghilangkan sama sekali melainkan pengendalian secara terarah.

Dalam praktiknya Tantra Kanan melakukan Pancamakara Puja yang lebih dimaknai secara filosofi ketimbang Tantra Kiri dengan Pancamakala Pujanya. Proses penghayatan terhadap Pancamakara Puja ini dilakukan dalam dimensi yang lebih esensial. Mada kemudian dimaknai sebagai cara dalam mendapatkan intisari pengetahuan (samyak jnana) dalam mencapai pembebasan atau kamoksan inti pengetahuan hendaknya diteguk hingga mabuk, Matsya diartikan bahwa dalam mencapai pengetahuan sejati hendaknya berperilaku seperti ikan yang menyelam hingga dasar samudra, Mamsya juga diartikan sebagai proses dalam mencapai kesejatian itu hendaknya mengendalikan nafsu atau sifat hewani dalam diri, Mudra dimaknai bukan gerakan tubuh atau tari-tarian melaikna pengendalian terhadap pikiran yang selalu bergerak tanpa arah ketika mencari kesejatian, Maithuna pada akhirnya bukan lagi dimaknai persenggamaan antar individu melainkan persengamaan kosmik atau penyatuan kosmik antara jiwa manusia dengan jiwa semesta. 

Peninggalan Berharga Tantra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun