Mohon tunggu...
Penta Sakti
Penta Sakti Mohon Tunggu... Lainnya - Jiwa dan Pusaka

Sarjana psikologi yang percaya Nusantara negeri kramat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tantra : "Seks Bebas" Untuk Moksa?

31 Mei 2020   04:42 Diperbarui: 31 Mei 2020   07:12 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Suatu ketika saya pernah mendengarkan ceramah salah seorang pemuka agama yang mengatakan bahwa pada zaman dahulu di Nusantara pernah ada sekte atau aliran kepercayaan dimana para pelakunya mempraktikkan laku pembebasan spiritual dengan melampiaskan seluruh nafsu indrawinya untuk mencapai moksa, bahkan disebutkan bahwa pelakunya melakukan hubungan seksual secara bebas demi mencapai pencerahan. Dari sinilah terbersit rasa keingin tahuan dan tanda tanya tentang bagaimana dan apa yang sebenarnya dimaksud pemuka agama tersebut. Bayangkan saja pernyataan yang diungkapakn oleh sang pemuka agama menghancurkan seluruh konsep pembebasan spiritual yang selama ini saya pahami. 

Rasa keingintahuan tersebut sebenarnya lama tersimpan dan mengendap dalam memori saya sampai suatu hari saya menemukan sebuah buku menarik "Tantra Ilmu Kuno Nusantara" ditulis oleh I Ketut Sandika. Saya mencoba menggali ingatan tentang apa yang pernah diungkapkan oleh seorang pemuka agama sebagaimana yang telah saya ungkapkan diatas. Benar saja ternyata buku ini adalah "gerbang" bagi saya untuk berkenalan dengan apa yang disebut sebagai Tantra dan mungkin praktik pemujaan dalam Tantra inilah yang dimaksud oleh sang pemuka agama, namun sayangnya sang pemuka agama tadi hanya mengambil sepenggal "adegan" saja. Sebelumya tulisan ini tidak memiliki motif apapun kecuali sharing pengalaman tentang apa yang saya pahami mengenai Tantra dari hasil pembacaan terhadap buku-buku dan tulisan-tulisan yang saya dapatkan. Tulisan ini juga tidak membahas Tantra secara keseluruhan melainkan sedikit mengulas tentang dua jalan Tantra dan praktik pemujaanya.

Bukan Agama atau Dogma

Jika kita mencari pengertian Tantra di Internet memang hampir semua pengertian tentang Tantra berfokus pada dimensi seksual dalam praktik tantra yang lebih rekreatif dan cenderung bersifat "permukaan". Sampai sekarangpun secara pribadi saya belum mampu menemukan definisi yang tepat mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan Tantra. Namun, dari beberapa bacaan yang saya dapatkan semua sepakat bahwa Tantra yang berkembang di Nusantara dan dipahami oleh penekunnya bukanlah agama atau dogma, Tantra merupakan praktik spiritual yang berhubungan dengan penyatuan kosmik(prinsip-prinsip kesemestaan) dan bersifat individual bahkan rahasia. Konon pada zaman dahulu raja-raja Kerajaan Nusantara seperti Sriwijaya hingga Majapahit mengadopsi konsep ini dalam mengelola tata pemerintahan dan praktik spiritual dalam upaya mencapai kejayaan kerajaannya. 

Dua Jalur Tantra

Secara umum ada dua jalur praktik Tantra yang dilakukan oleh penganutnya. Dua jalur tersebut adalah Tantra Kiri(Pangiwa/Wamacara/Awidya Tantra) dan Tantra Kanan(Panengen/Daksinacara/Widya Tantra) kedua-duanya merupakan metode untuk mencapai pembebasan atau kamoksan bagi individu yang mempraktikannya, dikatakan bahwa meskipun berbeda keduanya layaknya dua sisi koin yang sama-sama satu kesatuan. Dalam tradis Tantra dikenal dengan apa yang disebut sebagai Nir-Guna Tantra dimana tidak lagi ada identitas personal karena individu sudah melebur dalam kesadaran kosmik atau kesadaran semesta. Inilah proses dimana seseorang yang melakukan praktik tantra atau disebut dengan Tantrika mencapai titik pembebasan yang hakiki. Apabila seorang Tantrika mencapai titik ini, maka kehidupannya akan tercerahkan sehingga selaras dengan Sang Diri, alam semesta raya, dan Tuhan sebagai Paramasunya. 

Dalam praktik Tantra metode untuk mencapai kesadaran semesta ini dilakukan dalam lima praktik yaitu :

1. Mada

2. Matsya

3. Mudra

4. Mamsa

5. Maithuna

Tantra Kiri

Bagi penekun Tantra Kiri kelima cara ini dinamakan "Pancamakala Puja" atau lima cara untuk mencapai sensasi rohani menuju puncak penyatuan mistik. Mada dilakukan dengan minum minuman keras sepuas-puasnya, Matsya berarti memakan ikan sepuasnya, Mudra berarti melakukan gerakan-gerakan mistik tertentu sepuasnya, Mamsya yaitu memakan daging sepuasnya, dan terakhir Maithuna atau berhubungan seksual sepuas-puasnya. Dan yang membuat tercengang adalah praktik yang demikian ini bagi penekun tantra kiri dilakukan di makam atau kuburan pada malam hari. 

Sampai disini tak heran jika dilihat begitu saja apa yang dilakukan penekun Tantra Kiri merupakan tindakan yang tidak masuk akal bahkan bertentangan dengan laku atau jalan spiritual pada umumnya. Namun, dibalik laku yang disebut "menyimpang" ini penekun Tantra Kiri melakukannya untuk mencapai pembebasan spiritual yang hakiki, lalu bagaimana semua itu bisa terjadi?

Bagi penekun tantra kiri nafsu dipandang sebagai sesuatu yang tidak dapat begitusaja dilenyapkan dari dalam diri. Cara untuk menetralkan nafsu ini tidak lain adalah dengan memuaskannya secara radikal hingga tercapailah fase dimana kenikmatan yang didapatkan tidak lagi mampu dinikmati atau sudah melewati titik jenuh sehingga tidak lagi ada kenikmatan indrawi yang didapatkan. Titik jenuh terhadap nafsu duniawi ini menyebabkan nafsu duniawi digantikan oleh sensasi mistik dan nikmat pembebasan diri secara rohani. Proses ini layaknya sebuah shortcut atau bypass yang dilakukan oleh penekunya untuk melampaui kenikmatan ragawi dalam mencapai pencerahan.

Mengingat begitu radikalnya proses pembebasan nafsu dunia pada penekun tantra kiri tidak heran bahwa praktik ini dinilai telah menyimpang dari ajaran-ajaran suci. Namun, ternyata praktik radikal ini pun tidak serta merta dapat dilakukan begitu saja tanpa memperhatikan aturan-aturan yang mengikat bagi penekunnya. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan ritual ini ada tata cara dan aspek yang harus dipnuhi dalam pelaksanaanya. Sebut saja aspek Kama(keinginan/niat) dan Kala (waktu) hingga kerahasiaan dalam menjalan Pancamakala Puja yang tidak boleh diabaikan. Jika aturan ini dilanggar tentu bukan pembebasan yang akan didapatkan melainkan kemerosotan spiritual. 

Dalam tataran praktik tentu dimungkinkan saja jalan pembebasan kiri ini rawan diselewengkan oleh para penganutnya, kalaupun bukan diselewengkan praktik tantra kiri ini rentan dilaksanakan secara serampangan, tanpa aturan, dan hanya menyentuh pada dimensi profan yaitu "pelampiasan terhadap nafsu". Padahal bukan itu yang hendak dicapai, proses pemenuhan nafsu secara radikal bagi Tantra Kiri sejatinya adalah usaha melenyapkan "Raksasa" di dalam diri dengan membenturkannya dengan "Raksasa" dari luar diri. Penyelewengan oleh penekun praktik Tantra Kiri sensirilah yang menambah buruk persepsi mengenai ajaran Tantra Kiri. Bagi orang awam cara pembebasan ini memang sangat susah untuk diterima oleh akal sehat.

Tantra Kanan

Berbeda dengan Tantra Kiri, Tantra Kanan lebih mengedepankan laku samadi dan tapa brata untuk mencapai pembebasan spiritual. Seluruh daya dan upaya yang dilakukan Tantra Kanan dalam mencapai kamoksan adalah kebalikan dari praktik Tantra Kiri dimana Tantra Kanan melakukan upaya untuk mengendalikan dan mengekang hawa nafsu bagi pelakunya. Pengekangan yang dimaksud tentu bukan berarti menghilangkan sama sekali melainkan pengendalian secara terarah.

Dalam praktiknya Tantra Kanan melakukan Pancamakara Puja yang lebih dimaknai secara filosofi ketimbang Tantra Kiri dengan Pancamakala Pujanya. Proses penghayatan terhadap Pancamakara Puja ini dilakukan dalam dimensi yang lebih esensial. Mada kemudian dimaknai sebagai cara dalam mendapatkan intisari pengetahuan (samyak jnana) dalam mencapai pembebasan atau kamoksan inti pengetahuan hendaknya diteguk hingga mabuk, Matsya diartikan bahwa dalam mencapai pengetahuan sejati hendaknya berperilaku seperti ikan yang menyelam hingga dasar samudra, Mamsya juga diartikan sebagai proses dalam mencapai kesejatian itu hendaknya mengendalikan nafsu atau sifat hewani dalam diri, Mudra dimaknai bukan gerakan tubuh atau tari-tarian melaikna pengendalian terhadap pikiran yang selalu bergerak tanpa arah ketika mencari kesejatian, Maithuna pada akhirnya bukan lagi dimaknai persenggamaan antar individu melainkan persengamaan kosmik atau penyatuan kosmik antara jiwa manusia dengan jiwa semesta. 

Peninggalan Berharga Tantra

Menurut saya pada hakikatnya apa yang penekun Tantra lakukan adalah mengaplikasikan prinsip-prinsip kesemestan(kosmik) dalam laku kehidupan, melakukan praktik pemujaan untuk mencapai kesadaran dengan penghayatan pribadi yang bersifat sangat personal, dan pada ujungnya menghantarkan penekunnya berada pada titik keterlampauan. Bagaimanapun juga bagi saya Tantra masih merupakan misteri karena pada dasarnya merupakan praktik spiritual yang individual dan rahasia. Hingga saat ini di Pulau Bali Tantra khas Nusantara ini masih ada dan dipraktikan oleh penekunnya. Terakhir, yang sedikit orang pahami bahwa ada peninggalan Tantra pada zaman dahulu yang di kemudian hari sangat berharga bagi Bangsa Indonesia yaitu semboyan "Bhineka Tunggal Ika". Salam.



HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun