"Sekali lagi, aku minta maaf. Aku tak bermaksud menyakitimu," ucapku seraya memapahnya.
Perempuan itu duduk di sofa dekat meja kecil yang di atasnya ada sebuah tv 14 inch.
"Laki-laki bodoh! Harusnya kau manfaatkan kesempatan tadi untuk memuaskan nafsumu di tubuhku. Lalu untuk apa kau membeliku jika kau tak pernah memakaiku?"
Kubiarkan omelan-omelannya keluar dari mulutnya dengan gincu menyala mewarnai bibirnya.
Aku tak habis pikir, kenapa dia menyerangku dengan cumbuan seperti tadi? Ya, aku memang laki-laki normal tapi, aku tak akan melakukan hal konyol seperti itu
Sesaat, ruangan dalam kamarku hening. Hanya suara tarikan nafas masing-masing yang silih berganti.
"Nona, sejak awal kau datang, aku belum tahu siapa namamu dan kenapa kau tiba-tiba keluar dari lukisan itu.
Perempuan itu terdiam, seolah tak mendengarkan pertanyaanku. Matanya menyapu seisi ruangan kamarku. Apa yang dia cari? Ah sudahlah aku tak mau menebak apa yang ada dalam benaknya. Yang kuingin sekarang, aku tahu siapa dia sebenarnya.
"Namaku Hapsari. Aku berasal dari pikiran-pikiran manusia terutama dari kaummu, para laki-laki. Aku datang dalam bentuk seperti yang kau lihat sekarang. Inilah takdir yang harus kujalani. Seperti halnya Hawa ada untuk Adam. Sebab Tuhan tahu, Adam adalah seorang laki-laki normal. Tuhan juga tahu apa yang ada dalam pikirannya. Untuk itulah Tuhan menciptakan seorang perempuan untuk meredakan gejolak seorang Adam,"
Tak kusangka, perempuan yang awalnya bukan perempuan baik-baik, ternyata ucapan yang keluar dari mulutnya membuatku tercengang. Sangat logis dan memang benar argument yang dia sampaikan. Dunia, tanpa perempuan seperti notasi-notasi yang tak pernah dimainkan, sepi.
"Nona, lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Di sini hanya ada aku dan kau berdua dalam kamar?" pertanyaanku dibalasnya dengan tawa kecilnya.