Mohon tunggu...
Penny Lumbanraja
Penny Lumbanraja Mohon Tunggu... Lainnya - A girl who love vegetables and fruits. Bataknese.

Warga biasa yang belajar menulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Serbuk Kayu

29 Maret 2019   09:30 Diperbarui: 31 Mei 2020   11:31 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kakek menjelaskan dengan tatapannya yang begitu serius.
"Tidak, kek. Aku melihatnya selalu. Dia bersama dengan pria tua di pojok rumah kayu sana." Ungkapku padanya.


Tubuhnya basah berkeringat. Dia menggeleng melihatku yang tak kunjung percaya.


Dulu, sudah begitu lama. Sejak kakek masih muda, ia mulai membangun rumah kayunya. Dia memulai pekerjaan hidupnya sebagai seorang tukang kayu di lingkungan kami ini. Telapak tangannya yang mengeras menjadi saksi perjalanan perjuangan hidupnya. Dari tangannya tercipta banyak karya dari kayu-kayu yang diolahnya. Dia kenal betul dengan sahabat seperjuangannya. Dia ajak bersamanya hidup dari kayu-kayu yang mereka ciptakan. 

Lelaki tua itu hidup bahagia bersama dengan istri dan seorang anaknya. Malang, istrinya meninggal saat melahirkan seorang putri yang dikasihinya. Hidup mereka yang begitu susah, dukun beranak tak mampu menyelamatkan istrinya. Hingga pria tua itu merawat putri tunggalnya yang masih merah muda. Seorang diri. 

Tepat seperti yang aku katakan, Serih namanya. Serih hidup menelan abu kayu beserta ayahnya di rumah kayu tua ini. Lelaki tua itu hanya bisa membungkusnya dengan kain gendongan batik yang sudah tua. Diletakkannya di sana. 

Serih besar dan tinggal berlama-lama dengan ayahnya, dengan kayu-kayu ini juga. Karena itu, dia kehilangan pendengarannya. 

Hidup di lingkungan yang bising untuk sekian lama membuat pendengarannya kian memburam. Lelaki tua itu teramat sedih dan menyesal. Hidup tanpa seorang istri dan ibu untuk anaknya. Duka melihat anaknya hidup dengan pendengarannya yang buruk juga.


Tak lama sejak itu, pria tua itu pergi meninggalkan rumah kayu tua ini. Ada yang melihatnya hidup di tengah hutan sendiri, meninggalkan putrinya yang masih kecil kian beranjak remaja. Serih hidup sendiri di rumah mereka. Tepat di ujung jalan rumahku. Setiap hari, dia datang mengambil serbuk kayu untuk dipakainya memasak. Memasak dengan serbuk kayu untuk ayahnya yang tak kunjung pulang. Setiap hari, baik pagi dan sore. Serih sangat merindukan ayah yang begitu dikasihinya. 

Banyak yang bilang ayahnya hidup di hutan. Itulah mengapa, Serih pergi mencari ayahnya hingga ke hutan. Tidak lama kemudian, keduanya hilang bagai buih ditelan lautan. Hingga sekarang.

Pria tua itu bercerita begitu jelas. Aku mendengarnya begitu gugup. Tubuhku berkeringat deras. Rambut tanganku bergidik. Sulit untuk memahaminya. Segera aku menangkap kesadaranku. Selama ini, aku telah diperdayanya. 

Dukanya yang begitu mendalam membuatku nestapa. Kesedihannya hingga membuatnya kehilangan pendengarannya. Sejak saat itu, aku tak melihat gadis kecil itu lagi. Melihatnya begitu girang berlari mengejar serbuk-serbuk kayu untuk menghibur ayahnya. Perjumpaan kami membuatku mengerti banyak hal. Serih mengajarkanku tentang kasihnya yang mendalam pada ayahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun