Mohon tunggu...
Penny Lumbanraja
Penny Lumbanraja Mohon Tunggu... Lainnya - A girl who love vegetables and fruits. Bataknese.

Warga biasa yang belajar menulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Serbuk Kayu

29 Maret 2019   09:30 Diperbarui: 31 Mei 2020   11:31 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Esoknya di jam yang sama. Aku melihatnya berjalan bergegas. Pikirku, mungkin tidak sampai sejam dua jam aku menunggu pagi ini. Dia juga harus bersekolah, bukan. Aku menepuk kepalaku agar tersadar. Aku tidak menunggunya saja pagi ini. Bukankah tanaman harus disiram dua kali sehari? Atau mungkin, aku bisa berlari pagi juga. Olah raga pagi sangat baik untuk tubuh, bukan. Aku punya kegiatan lain sembari menunggunya melintasi jalanan pagi ini.


Tak lama kemudian, dia berjalan di depan rumahku. Aku terkejut melihat dirinya berkotor-kotoran di waktu yang masih pagi. Pelipis dan dahinya dihujani keringat yang begitu kental. Dia sibuk sekali. Aku enggan menegurnya. Namun, mulutku tak terkendali dan memanggilnya dari seberang jalan tempatnya berlintas.


"Hei!" Teriakku  dengan nada agak keras padanya. Jangankan untuk menjawab. Menoleh pun tidak. Aku merasa terabaikan. Padahal niatku hanya untuk membantunya. Dia yang terlihat seperti kelelahan. Menenteng dua karung yang berukuran besar dengan serbuk-serbuk kayunya yang meninggalkan jejak perjalanannya.


Matahari mulai terbit meninggi. Aku mengabaikan hal itu saja. Sore nanti berharap bisa bertegur dengannya.
Kutunggu di jam yang sama. Kali ini, mungkin dia agak terlambat beberapa menit. 

Kuambil perlengkapan halamanku. Aku bergerak mendekati pinggir jalan. Beberapa daun pohon ini juga perlu untuk dibersihkan supaya tidak mengotori badan jalan. Sepertinya, aku bisa mendekatkan jarak suaraku supaya bisa memanggilnya lebih baik.


Beberapa waktu telah berlalu. Kupikir dia sudah berjalan ke arah sana. Aku berniat ke sana juga, tapi dari kejauhan sepertinya dia berjalan menuju kemari. Aku berjalan mundur dengan sapu halaman dalam genggamanku.


"Hei, sepertinya kau perlu bantuan." Ucapku padanya dengan penuh semangat. Kali ini, dia hanya menoleh dan tersenyum padaku.


Aku bertanya pada diriku sendiri. Apa ada yang salah dengan dirinya? Mengapa dia tak menjawab pertanyaanku? Kalau aku menyentuhnya, tidak sopan rasanya. Tapi dia sudah melihatku lebih dekat. Akupun memberanikan diriku. Menurutku, tidak salah kalau hanya menepuk pundaknya.


Tegurku kepadanya, serbuk-serbuk kayunya berjatuhan. Dia membelokkan kepalanya ke arahku. Menganguk dengan cepat.

"Ya?" Tuturnya bertanya.
"Serbuk-serbuk kayumu bertumpahan." Pintaku spontan sambil mengacungkan jariku ke arah tanah.


Dia kelihatan bingung sekali setelah mendengarkanku. Melihat-lihat ke bawah. Mencari-cari sesuatu sambil merogoh-rogoh sakunya. Aku pun terikut bingung melihat tingkahnya. Dia memandangku dengan tingkahnya yang kikuk. Aku terpaku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun