Mohon tunggu...
Catur Indrawan
Catur Indrawan Mohon Tunggu... Freelancer -

Kekasihnya Senja.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ada Mereka di Hatiku (part 6)

16 September 2011   01:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:55 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

-suatu sore di lampu merah grogol-


"syukuri apa yang ada hidup adalah anugerah, tetapi jalani hidup ini lakukan yang terbaik..."


Penggalan lagu 'jangan menyerah' dari d'masive dibawakan dengan suara lugu anak kecil. Menghentikan langkah pulangku.


"Terima kasih om," Suara anak kecil itu ketika menerima uang logam 500 rupiah dari balik kaca mobil sedan soluna yang sedikit terbuka kacanya.


Aku mendatanginya, "Lho dek, kamu yang kemarin nyariin kakak ojek kan? Inget gak?" kataku.


"iya kak saya inget," jawab anak kecil itu.


"Kamu sekarang ngamen di sini, terus mana adikmu?" tanyaku lagi sambil mengajaknya duduk di trotoar dengan berhias kemacetan sore.


"Kalo ngamen di deket kantor kakak sering banyak razia trantib, kak. Adik di terminal kak." jawabnya polos.


"ooo... Hmm, adikmu ngamen juga di terminal?"


"nggg... Dia lagi sakit, saya suruh tidur aja di sana."


"lho, ya udah ajak kakak ke terminal. Nanti kita bawa ke dokter."


Lalu aku dan anak kecil yang belum kutahu namanya, beranjak ke terminal grogol. Sesampainya di sana kuletakan tanganku ke dahi adiknya anak kecil itu.


"wah panas sekali, yuk kita bawa ke dokter,"


Dengan menggunakan taksi, kuajak mereka ke dokter.


"kenapa dok?"


"cuma masuk angin biasa, ini resepnya. silakan ditebus obatnya."


"terima kasih dok," kataku


"ya samasama, cepat sembuh ya dek"


***


Setelah dari dokter kami kembali ke terminal,


"ini dek obatnya diminum dulu. Oh iya nama kalian siapa? Kalo kakak, panggil aja kak Abi." kataku sambil menyerahkan 3 butir obat dari dokter


"saya Imel kak dan adik saya Adi."


"kamu tinggalnya di terminal, mel? Bagaimana kalo ikut kakak aja. Di rumah kakak banyak teman-temannya lho, dan juga ada yang jagain adikmu yang sakit."


"Gak kak, saya tinggal di rumah om Rudi." katanya


"Siapa om Rudi? Saudaramu, mel?" selidikku.


"Bukan kak, dia yang nyuruh ngamen." katanya lirih.


"Terus kamu setor uang mu ke dia, gitu?"


"Iya kak, kalo gak setor atau kurang kami berdua gak boleh makan. Sering juga kami dipukul."


Aku hanya dapat termangu menatap jalanan yang padat dan hari semakin gelap.


"Ya sudah kamu tinggal sama kakak aja, kamu gak perlu kerja seperti ini, kamu dan adikmu akan kakak sekolahkan."


"Gak bisa kak, om Rudi pasti bakal nyari-nyari kita."


"Kalo begitu besok ajak kakak menemui om Rudi, kamu gak perlu takut."


"tapi kak,..."


"sudah tak apaapa, sudah malam pulanglah. Hmm, setoranmu kurang hari ini? Ini untukmu simpan sisanya."


"terima kasih kak, yuk dek."


Dan kedua kakak beradik itu meninggalkan ku yang masih berpikir bagaimana caranya membawa kedua anak itu ke rumah. Pikiranku terus menerawang, azan isya pun berkumandang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun