"ah kau bi, tumben biasanya diem aja kalo berduaan denganku. Hmm... Aku ingin kencan di taman, malam-malam, sepi, cuma ada suara jangkrik, cahaya kunang-kunang dan kau tentunya."
"aku pun gak tau, kenapa aku bisa agak mencair denganmu, eh ya ampun es kali mencair. Hmm... Nyari kunang-kunang di jakarta? Sulit Rei."
"usaha dikit apa menyenangkan aku, gak perlu di jakarta, kau boleh ajak aku kabur ke puncak. Eh iya, di dekat villa papahku ada telaga. Di sana masih banyak kunang-kunang."
Waiter datang dengan membawa dua gelas lemon tea. "lemon tea-nya, bu." kata waiter.
"Cheers...!" Rei mengangkat gelasnya dan bersulang seolah sedang menikmati wine. Aku pun mengikutinya.
"Ngomong-ngomong gimana anak asuhmu bi?" aku terkejut entah kenapa tibatiba Rei menanyakan itu, bukankah biasanya sangat antipati.
"Baik, ..." jawabku masih terheran-heran.
"oia, tadi kau belum cerita apa yang terjadi di dalam ruangan bu Dina."
"oh, itu tadi bu Dina mau jadi donatur tetap buat anak asuhku."
"hmm... Aku pikir kau mau dipecat."
Waiter datang lagi dengan membawa pesanan kami, "Pizza Frutti Di Mare," waiter meletakannya di depanku dan "Spaghetti Bolognaise," sambil meletakannya di hadapan Rei. "Terimakasih," kataku. "Terimakasih kembali. Selamat makan bapak, ibu," kata waiter kembali. "Oke Bon appetitte." Kata Rei.