Makanan merupakan sumber energi utama dan kebutuhan pokok manusia. Makanan yang dikonsumsi dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung pada kesehatan tubuh manusia, baik dari komposisi gizinya maupun kebersihannya. Penyakit yang disebabkan oleh makanan disebut juga dengan Foodborne diseases yaitu gejala penyakit yang terjadi akibat mengonsumsi makanan yang mengandung mikroorganisme atau toksin yang berasal dari tumbuhan, bahan kimia, kuman, maupun binatang (Chandra, 2006). Istilah lain dari penyakit akibat makanan adalah keracunan makanan. Keracunan makanan merupakan suatu penyakit gastroenteritis akut yang terjadi karena kontaminasi bakteri hidup atau toksin yang dihasilkan pada makanan atau karena kontaminasi zat-zat anorganik/racun yang berasal dari tanaman dan binatang (Chandra, 2006).
Diare adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh makanan. Data World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa penyakit diare yang disebabkan makanan atau air tercemar membunuh kira-kira 2.2 juta orang setahunnya. Berdasarkan Riskesdas 2010, prevalensi diare di Jakarta adalah 8%. Jakarta termasuk dalam 5 provinsi dengan insiden diare tertinggi di Indonesia (Riskesdas 2013). Angka kesakitan (IR) diare di Kelurahan Kampung Melayu sebesar 30,6% (Muslimmah, 2014).
Makanan sehat dan bersih yang dikonsumsi setiap hari merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi supaya terhindar dari penyakit seperti keracunan makanan. Menurut Arisman (2009) salah satu faktor yang mempengaruhi insidens keracunan makanan adalah industrialisasi, urbanisasi, perubahan gaya hidup, populasi yang padat, perdagangan bebas, higiene lingkungan yang buruk, kemiskinan, dan ketiadaan fasilitas menyiapkan makanan. Center of Disease Control (CDC) mengidentifikasi beberapa faktor yang bertanggungjawab terjadinya penyakit yang disebabkan oleh makanan, diantaranya 1) membeli makanan dari sumber yang tidak aman; 2) kegagalan untuk memasak makanan secara tepat; 3) merebus makanan pada temperatur yang tidak sesuai; 4) menggunakan peralatan yang tercemar; 5) kebersihan pribadi yang buruk.
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi yang telah dilakukan di Kelurahan Kampung Melayu (Martha, 2014) masih banyak ditemui pedagang makanan yang mengolah dan menjual makanan yang kurang memperhatikan aspek kebersihan, kesehatan dan kandungan zat berbahaya yang ada dalam makanan. Disisi lain pemukiman penduduk yang bersebelahan/berdekatan dengan sungai Ciliwung yang sering meluap serta kondisi sanitasi lingkungan yang kurang baik seperti pembuangan limbah rumah tangga/air got yang tidak mengalir, sehingga menyebabkan kejadian banjir sering terjadi. Ciri lain dari sebuah daerah slum urban banyaknya tikus, kecoa, dan lalat, sedangkan penjual makanan sepertinya kurang perduli dengan bahaya makanan yang tercemar oleh binatang tersebut. Masyarakat sekitar pun menganggap hal tersebut sebagai situasi yang biasa. Pernah ditemukan pedagang/penjual makanan yang menggunakan air mentah dan bahan makanan yang berbahaya dalam mengolah makanan yang akan dijual.
Dari hasil research tersebut, lingkungan Kampung Melayu terpilih menjadi prioritas dilaksanakannya Program “Edukasi dan Upaya Perubahan Perilaku Pedagang Makanan dan Masyarakat tentang Warung Makan Sehat di Daerah Slum ”, dengan skema research-based yang di- ketuai oleh:
DR. dra. Evi Martha, M.Kes (NIP:196303311989012001) dari FKM UI/ Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku bersama beberapa team yang terlibat; Tiara Amelia, SKM, MSc (NUP:100240310291212891), Janita Ristianti,SSiT, Andham Dewi,SKM, Khusnul Khotimah,SKM dan Irma Welliani S.T.P, M.Kes.
Program “Edukasi dan Upaya Perubahan Perilaku Pedagang Makanan dan Masyarakat tentang Warung Makan Sehat di Daerah Slum ”merupakan kerjasama multi stakeholder yang sangat baik antara Tim dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Puskesmas Kelurahan Kampung Melayu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Dinas Kesehatan Jakarta Timur, serta Kelurahan Kampung Melayu dan Tokoh Masyarakat setempat. Evaluasi keberhasilan program dilakukan melalui pre-post test dan observasi terhadap kelompok sasaran yang sudah dilatih, selain itu juga dilihat dari hasil pendampingan, monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara periodik.
Hasil pre post test dan observasi menunjukkan peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek yang cukup berarti. Selain itu pada akhir pelatihan berdasarkan kesepakatan bersama dibentuk duta warung makanan aman dan sehat yang terdiri dari para Tokoh Masyarakat yang sudah dilatih. Salah satu tugas mereka adalah memantau para pedagang yang sudah dilatih agar peduli dengan keamanan dan kesehatan makanan yang disajikan. Berdasarkan kesepakatan bersama pula kemudian dipilih 3 pedagang keliling dan 3 pedagang rumahan yang terbaik dengan indikator yang sudah ditetapkan. Pedagang yang terpilih ini kemudian diberi penghargaan berupa peralatan pengolahan makanan dan spanduk yang dipajang didepan warung rumahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H