Mohon tunggu...
Humaniora

Langkah Kebenaran Menuju Alam Cahaya Tertinggi

15 Desember 2016   22:56 Diperbarui: 16 Desember 2016   01:06 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mereka sibuk mengejar target, berlomba mempermanis kata, pada akhirnya untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak memahami, betapa kedahagaan manusia-manusia pada umumnya akan suatu kebenaran dan kedamaian dengan manusia lainnya, dari mana pun mereka berasal.
Mereka semua mengatakan, bahwa Tuhan Yang Mahakuasa itu hanya Satu. Tetapi mereka mempersalahkan cara dan langkah yang ditempuh oleh golongan lainnya.

Kedua hal itu merupakan dua pendapat yang berseberangan dan tidak membersitkan suatu kebenaran yang pasti. Apabila setiap agama mengakui, bahwa Tuhan Yang Mahakuasa itu adalah satu, maka seharusnya mereka menyadari, bahwa kebenaran yang ada itu pun bersumber kepada satu Tuhan.

Seperti halnya keberadaan Tuhan Yang Mahakuasa yang pasti ada-Nya, maka begitu pun dengan Kebenaran Sesungguhnya. Karena kebenaran yang berasal dari Tuhan Yang Mahakuasa, akan mampu menyentuh dan merengkuh semua manusia dengan hakikatnya sebagai manusia, bukan berdasarkan golongan, tempat mereka berada. 

Tuhan Yang Mahakuasa hanyalah satu. Tetapi hendak-nya diingat, bahwa Utusan dari Yang Mahakuasa itu, tidaklah satu. Para Utusan-utusan dari Yang Mahakuasa itu diberikan mandat dan kemampuan untuk membimbing manusia-manusia yang berbeda. Baik dari latar belakang, kondisi kehidupan dan faktor-faktor lainnya, yang tentunya akan memerlukan suatu cara atau ketentuan yang berbeda pula, yang disesuaikan dengan manusia-manusia yang akan dibimbingnya.

Hal itulah yang menyebabkan, mengapa tata cara, peraturan dari masing-masing agama terlihat berbeda. Karena apa yang didapatkan dari masing-masing agama itu, berasal dari Utusan yang berbeda, yang diberikan tugas untuk menyampaikan kebenaran dengan metode yang bisa jadi berbeda.

Metode adalah merupakan bagian dari suatu proses. Jadi sangat wajar apabila terjadi perbedaan dalam proses itu, karena yang terpenting adalah hasil akhir yang hendak dicapai dan menjadi tujuan dari proses tersebut dilakukan.

Bila seorang manusia mengesampingkan ego dan keterbatasan fisik sebagai manusianya, kemudian bertanya ke dalam diri, pastilah akan membenarkan dan memahami, mengapa terjadi perbedaan cara yang dilakukan dalam masing-masing agama.

Manusia sebagai makhluk individual, terbagi menjadi dua, yaitu; terdiri dari tubuh fisik dan non fisik. Secara fisik, tubuh manusia terdiri dari : 

 Bulu,
 Kulit,
 Daging,
 Otot,
 Tulang,
 Sumsum,
 Syaraf,
 Darah.
Apa pun organ tubuh manusia yang ada secara fisik pada bagian luar dan dalam, maka sebenarnya merupakan perpaduan dari komponen-komponen di atas. Satu atau lebih komponen di atas, dapat berpadu membentuk suatu organ tubuh tertentu. Secara non fisik, tubuh manusia terdiri dari;
 Pikiran,
 Keinginan,
 Nafsu,
 Keyakinan,
 Jiwa,
 Rasa,
 Cahaya,
 Hati Nurani.
Kemudian, organ-organ dan bagian tubuh yang ada akan saling berkoordinasi untuk menjalankan fungsi tubuh tertentu. Apabila koordinasi dari organ-organ tubuh yang ada tidak berjalan baik, maka manusia itu tidak akan dapat beraktivitas dengan sempurna.
Dengan adanya koordinasi tubuh yang baik itu, maka manusia dapat beraktivitas sehari-hari untuk mencapai tujuan hidupnya. Bagi manusia, dapat mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya, berarti merupakan suatu barometer penilaian bagi keberhasilan dirinya dalam kehidupan di dunia. Oleh karena itu, seorang manusia harus selalu menjaga dan mempertahankan kestabilan dari koordinasi tubuhnya dengan melakukan upaya secara lahir dan batin.
Selama ini, manusia menjaga semua itu dengan melakukan secara fisik, antara lain: makan makanan yang sehat, berolah raga ataupun hal lainnya, yang umumnya diketahui manusia.
Sangat penting sekali bagi setiap manusia, untuk selalu beraktivitas di dalam hidupnya, demi untuk mencapai pemenuhan kebutuhan hidup, juga untuk mendapatkan kebahagiaan secara fisik lainnya.
Selama ini manusia menjaga apa yang telah didapatkannya hanya secara fisik. Tidak semua menyadari, bahwa apa yang terjadi pada fisiknya, dapat dipengaruhi pula oleh apa yang dilakukannya secara batin. Setiap manusia mengindikasikan, bahwa usaha yang dilakukan secara batin adalah berdo’a. Dengan berdo’a mereka mengharapkan, bahwa apa yang menjadi keinginan dan tujuan dalam hidupnya bisa didapatkan.
Hal itu memang benar, bahwa sebagai seorang manusia, untuk mendapatkan segala sesuatu, selain bekerja keras dan melakukan usaha secara maksimal, juga diperlukan kepasrahan dan menyampaikan permohonan itu kepada Yang Mahakuasa.
Berdo’a memang merupakan suatu bentuk komunikasi antara diri dengan Yang Mahakuasa. Tetapi selama ini, pengetahuan dan pemahaman manusia mengenai hubungan antara diri dengan Yang Mahakuasa, masihlah terbatas dan bahkan sebagian tidak memahami apa maknanya. Apabila seorang manusia tidak memahami makna dari berdo’a itu, maka bagaimana bisa dirinya mengetahui, bahwa do’a tersebut telah sampai dan dikabulkan oleh Yang Mahakuasa.
Bagaimana sebuah keinginan yang diwujudkan dalam do’a bisa terwujud, sangat dipengaruhi oleh cara yang dilakukan dalam berdo’a tersebut. Dapat diibaratkan, seorang manusia hendak mengirim surat yang berisi permintaan tertentu kepada seorang manusia lainnya, tanpa mengetahui apa yang hendak ditulis, bagaimana cara menulisnya, siapa yang menjadi tujuan surat tersebut dan dimana keberadaan orang itu, serta bagaimanakah mengetahui apakah surat itu telah sampai dan mendapatkan balasannya.
Apabila seorang manusia tidak mampu memberi jawaban atas semua pertanyaan itu ketika dirinya sedang berdo’a, maka dapat dipastikan, bahwa dirinya tidak akan memperoleh kepastian tentang terwujudnya sesuatu yang menjadi keinginannya.
Berdo’a itu pun memiliki cara dan teknik tersendiri yang bisa menghantarkan langsung kepada Yang Mahakuasa. Kalaupun selama ini seorang manusia berpikir, bahwa telah menerima suatu karunia atau nikmat tertentu, hal itu adalah merupakan suatu bentuk anugerah yang bersifat umum, yang diberikan oleh Yang Mahakuasa kepada seluruh manusia. Tetapi ada hal-hal khusus ataupun permintaan tertentu, yang hanya dengan kehendak Yang Mahakuasa langsung kepada diri manusia itu, baru dapat terwujud.
Pengetahuan mengenai cara menyampaikan do’a itu langsung kepada Yang Mahakuasa pun, masihlah sangat terbatas manusia yang mampu melakukannya. Kemampuan itu pun, bukanlah merupakan kemampuan umum yang dimiliki oleh semua manusia. Karena seorang manusia yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia lainnya di dalam menyampaikan permohonannya kepada Yang Mahakuasa, maka sesungguhnya, pada saat itu, manusia yang membimbing, telah membuka jalur hubungan langsung antara manusia yang berdo’a itu, dengan Yang Mahakuasa.
Dengan dibukanya jalur yang menghubungkan langsung antara manusia itu dengan Yang Mahakuasa, maka semakin memperbesar peluang do’a itu tersampaikan dan akan diwujudkan oleh Yang Mahakuasa.
Saat ini bertanyalah kepada dirimu dan jawablah dengan jujur, apakah telah ada salah seorang diantaramu yang dianggap sebagai manusia yang memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih, telah dapat membimbingmu, mengarah-kanmu dan menghubungkanmu langsung dengan Yang Mahakuasa? Jawablah dengan kejujuran dari dirimu terdalam, bukan dengan jawaban secara fisik.
Seseorang yang memiliki kemampuan menghubungkan antara manusia yang satu dengan Tuhan Yang Mahakuasa, merupakan manusia tertentu yang telah secara langsung mendapatkan izin dan petunjuk dari Yang Mahakuasa, sehingga memperoleh kemampuan tersebut. Karena kemampuan yang dimiliki oleh manusia itu adalah kemampuan dari Yang Mahakuasa, maka membukakan jalur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, bukanlah merupakan suatu hal yang mustahil, tetapi merupakan suatu kepastian dan kebenaran langsung dari Yang Mahakuasa.
Apabila seorang manusia belum dapat menjawab semua pertanyaan itu dan tidak menemukan sosok manusia dengan kemampuan seperti itu, maka segeralah bermohon kepada Yang Mahakuasa untuk mendapatkan petunjuk tentang berdo’a yang benar, ataupun diberikan petunjuk yang dapat menghantarkan diri manusia itu bertemu dengan manusia yang diberikan petunjuk dan dipilih untuk melaksanakan ketentuan itu.
Penjelasan di atas memberikan pemahaman, bahwa untuk mendapatkan segala sesuatu yang bersifat fisik, tidaklah cukup dilakukan secara fisik pula, tetapi sangat dipengaruhi oleh kehendak Yang Mahakuasa dalam mendapatkan tujuannya itu. Dan kemampuan untuk berhubungan dengan Yang Mahakuasa itu pun, tidaklah bisa dimiliki oleh semua manusia, walaupun terlihat, sepertinya manusia itu memiliki pengetahuan yang tinggi, karena pengetahuan secara fisik tidaklah berarti apa-apa tanpa pengetahuan yang tak terbatas dari Yang Mahakuasa.
Berdasarkan tujuannya, maka apa pun aktivitas yang dilakukan manusia di dunia, memiliki hal-hal dibawah ini yang menjadi tujuan pokok, yaitu hendak mendapatkan:
1. Kemakmuran dari segi kecukupan materi atau disebut juga sebagai kesejahteraan.
2. Kondisi tubuh yang prima untuk menunjang aktivitas apa pun, disebut sebagai kesehatan.
3. Ketenangan akan terhindarnya dari segala sesuatu yang tidak diharapkan, yang dapat merenggut kebahagiaan ataupun memisahkan diri dari orang-orang di sekitar, yaitu mendapatkan keselamatan.
4. Setelah kebahagiaan di dunia, maka siapa pun manusianya, berharap mendapatkan kebahagiaan pula di akhirat, yaitu mendapatkan surga.
Itulah empat tujuan utama yang diinginkan oleh semua manusia. Dimana, dalam rangka mencapai itu semua, telah berbagai usaha dan aktivitas dilakukan oleh semua manusia. Jangankan untuk mendapat perwujudan keempat tujuan itu, untuk bisa mendapatkan salah satu saja, memerlukan suatu usaha dan langkah yang benar, karena setiap manusia akan dihadapi oleh ujian atau permasalahan tersendiri.
Itulah penggolongan tujuan manusia berdasarkan jenisnya, yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian berikutnya.

 

BAB II

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun