Ditulis oleh:
Deasy Irawati
Mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan
Curriculum is Our Legacy for The Future
Kurikulum adalah Warisan Kita bagi Masa Depan
Berakhirnya pandemik serta krisis ekonomi yang menyertainya, ditambah perkembangan teknologi yang tak terbendung mengharuskan pemerintah memikirkan perbaikan kurikulum untuk menyiasati keadaan. Pengembangan kurikulum menjadi kurikulum yang lebih fleksibel merupakan keharusan dalam mengambil keputusan untuk mengejar ketertinggalan dalam pembelajaran. Kemampuan untuk mampu memperhitungkan apa yang terjadi di masa depan serta mempertimbangkan hambatan serta solusi yang memungkinkan untuk mengatasinya merupakan pertimbangan awal dalam menentukan kurikulum yang dibuat.
Kurukulum yang dipilih harus mempertimbangkan aspek aspek humanisme serta aspek rekonstruksi sosial. Kurikulum berbasis humanisme pasti mengutamakan siswa sebagai tujuan yang utama dalam pembelajaran. Siswa adalah subjek dalam proses pembelajaran. Prioritas dari kegiatan belajar adalah memberikan pengalaman belajar bagi siswa agar siswa mampu mengembangkan segala aspek yang dimilikinya. Pengoptimalan potensi yang dimiliki meliputi aspek fisik, intelektual, afektif serta sosial. Hal ini sejalan dengan teori Gestalt yang mengatakan bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh (Sukmadinata: 2005,86).
Berikutnya harus juga dipertimbangkan adalah, adanya kerjasama dari berbagai pihak sebagai usaha bersama mengatasi krisis yang bisa jadi akan berkepanjangan jika tidak ada solusi di bidang pendidikan. Kurikulum yang mewadahi kerjasama berbagai pihak, terutama stake holder yang berkaitan dengan pendidikan adalah kurikulum yang berorientasi terhadap rekonstruksi sosial. Kurikulum ini mewadahi interaksi sosial dari stake holder yang juga mempunyai pengaruh serta hubungan langsung dengan dunia pendidikan. Kurikulum yang berbasis rekonstruksi sosial akan membuka peluang lebar keterlibatan masyarakat untuk mempunyai peran aktif sebagai upaya bersama mengatasi permasalahan sosial di lapangan.
Pada penerapannya, kurikulum berbasis rekonstruksi sosial selalu menyesuaikan tujuan pembelajaran nasional dengan kebutuhan siswa di kehidupan nyata. Guru akan berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi implementasi meteri pembelajaran di dunia nyata. Adanya kerjasama kelompok dalam menyelesaikan persoalan di kelas merupakan model kecil dari masyarakat yang akan siswa alami di kehidupan nyata, Pada penerapan kurikulum ini akan lebih menekankan system kolaborasi dan tidak memprioritaskan kemampuan berkompetisi. Siswa diminta terlibat secara aktif dalam kesuksesannya dalam pembelajaran termasuk terlibat dalam permasalahan yang akan mereka pecahkan serta pemecahan dari masalah tersebut secara bersama dalam kelompok. Harapannya adalah siswa mampu membangun masa depan yang lebih baik karena terlatih menjadi problem solver dalam simulasi pembelajaran di kelas serta bertanggung jawab atas keputusan yang diambil bersama.
Berangkat dari pemikiran di atas maka bisa dipakai model pengembangan Tyler seperti nampak pada bagan. (Bachtiar, 2020)