Pamer harta keluarga oleh ASN memang bukanlah suatu tindakan yang bijak. Namun disisi lain, kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka yang memamerkan harta keluarganya dan kemudian berpikir tentang adanya perilaku korupsi. Karena juga belum tentu ASN yang tidak memamerkan harta menunjukan telah bekerja dengan jujur, ada banyak kasus penyelewengan dimana pelakunya tidak menunjukan tingkat ekonomi yang baik, bahkan sebaliknya.
Selain itu, banyak juga ASN yang kaya karena mendapatkan harta warisan atau usaha bisnis keluarga yang sukses. Namun, sebagai ASN yang melayani masyarakat, tetap saja seharusnya mereka menyadari bahwa pamer harta keluarga bisa menimbulkan kesan yang negatif dan merugikan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Oleh karena itu, ASN harus mampu memisahkan antara kehidupan pribadi dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pegawai negeri. Sementara itu, bagi ASN yang tidak memiliki harta yang banyak, mereka tidak perlu merasa minder atau merasa rendah diri karena di dalam birokrasi, profesionalisme dan kinerja yang baik jauh lebih dihargai daripada kekayaan pribadi.
Sebagai ASN yang bekerja dengan jujur, mereka memiliki kesempatan untuk berkembang karir dan mendapatkan pengakuan atas kerja keras dan dedikasi mereka dalam melayani masyarakat. Kita semua harus ikut mendukung sebuah birokrasi yang jujur dan profesional, dimana memandang ASN tidak dilihat dari kekayaan atau latar belakang keluarga mereka, tetapi dari kinerja dan etika kerja yang baik.
Dengan begitu, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin kuat dan ASN tetap semangat untuk dapat melayani masyarakat dengan lebih baik. Di sisi lain, kita juga tidak bisa menyamaratakan tingkat ekonomi para ASN, karena terdapat perbedaan yang mencolok antara ASN yang bekerja di suatu daerah dengan daerah lainnya.
Perbedaan penghasilan ASN di beberapa daerah memang dapat berdampak pada tingkat ekonomi meraka yang kemudian berdampak pada gaya hidup. Daerah yang memiliki penghasilan ASN yang lebih tinggi cenderung memiliki daya beli yang lebih tinggi dan tentu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Namun, sekali lagi hal tersebut tidak boleh menjadi alasan bagi ASN untuk memamerkan kekayaannya karena tindakan tersebut dapat merugikan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Dalam upaya membangun sebuah birokrasi yang jujur dan profesional, pemerintah mungkin harus melakukan evaluasi dan peninjauan ulang terhadap sistem penghasilan ASN di seluruh daerah. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dalam penghasilan wajar ASN di seluruh daerah sehingga tidak ada daerah yang terkesan mendominasi secara ekonomi. Menghindari adanya gaya hidup mewah menyaingi selebritis atau juga menghindari  hidup serba susah yang akhirnya mengurangi kinerja ASN.
ASN mestinya tampil dengan gaya hidup bersahaja, dengan begitu masyarakat mungkin menjadi senang, tidak terkesan tidak berempati pada masyarakat yang akhirnya kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin kuat dan ASN dapat melayani masyarakat dengan lebih baik.
Â
ASN Memiliki Barang Mewah Mungkinkah ?
Dengan tetap tidak membenarkan seorang ASN bisa memamerkan barang mewah, namun secara matematika sangat memungkinkan ASN bisa memperolehnya. Berikut salah satu contoh saja, seorang ASN pejabat menengah di Jakarta dengan jabatan Adminstrator dengan rata-rata take home pay mencapai 50 juta/ bulan memang ASN dengan penghasilan ini sepertinya wajar memiliki barang mewah.
Dengan asumsi pasangan tidak bekerja dan tidak memiliki usaha selain sebagai ASN, dan tanpa mempertimbangkan kepemilikan tabungan, seorang ASN dapat memperoleh harta mewah salah satunya dengan cara kredit. Misalnya melakukan pembelian barang dengan cara cicilan 5 atau 10 tahun Mari coba kita hitung,
Menghitung harga barang yang bisa dibeli dengan cicilan selama 5 tahun dan 10 tahun, kita perlu mengetahui berapa besar cicilan per bulan dengan menggunakan Debt Servis Ratio (DSR) 60% dari penghasilan perbulan, yaitu: Cicilan per bulan = 60% x 50 juta = 30 juta
Setelah itu, kita menggunakan asumsi rumus angsuran dengan bunga tetap untuk menghitung harga barang yang dapat dibeli dengan cicilan selama 5 tahun dan 10 tahun. Anggaplah bunga tetapnya sebesar 10% per tahun. Untuk cicilan selama 5 tahun: Harga barang = (Cicilan per bulan x 60 bulan) / [(1 + 0,1/12)^60 - 1] Harga barang = (30 juta x 60) / [(1 + 0,1/12)^60 - 1] Harga barang =.1.356.997.000 Jadi, dengan penghasilan 50 juta perbulan dan cicilan 60% dari penghasilan tersebut, seorang ASN tersebut bisa membeli barang seharga sekitar 1.356.997.000 rupiah dengan cicilan selama 5 tahun.
Untuk cicilan selama 10 tahun: Harga barang = (Cicilan per bulan x 120 bulan) / [(1 + 0,1/12)^120 - 1] Harga barang = (30 juta x 120) / [(1 + 0,1/12)^120 - 1] Harga barang = 2.509.928.000 Jadi, dengan penghasilan 50 juta perbulan dan cicilan 60% dari penghasilan tersebut, ASN bisa membeli barang seharga sekitar 2.509.928.000 rupiah dengan cicilan selama 10 tahun.
Bagimana jika ASN tersebut mengunakan cicilan 20 tahun ? Maka penghasilan sebesar 50 juta perbulan dan penggunaan 60% dari pendapatan untuk membayar cicilan, sebagai persyaratan umum kredit pada perbankan tentu saja seseorang dengan penghasilan seperti ini mampu membeli barang-barang dengan harga yang cukup mahal seperti mobil atau rumah dan barang-barang mewah lainnya.
Namun sekali lagi, walaupun seseorang memiliki barang dengan harga mahal, tidak bijak untuk memamerkannya, terutama jika ia adalah seorang ASN yang bekerja untuk pemerintah. Sebagai ASN, seharusnya ia mengutamakan profesionalisme dan menjaga citra pemerintah dengan tidak menunjukkan kekayaannya secara berlebihan.
Selain itu, sebagai pelayan masyarakat, ia harus memperlihatkan kesederhanaan dan kepatutan dalam berpenampilan serta berperilaku. Jadi, meskipun seseorang berpenghasilan tinggi dan mampu membeli barang-barang mahal tanpa korupsi, tetap saja tidak bijak untuk memamerkan kekayaannya terutama jika ia adalah seorang ASN yang diharapkan menjadi contoh bagi masyarakat dalam menjaga etika dan perilaku yang menyenangkan banyak orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H