Mohon tunggu...
Mudy
Mudy Mohon Tunggu... -

Rakyat kecil tinggal di Jakarta, pensiunan swasta, Pancasilais, republiken, ultra-nasionalis. Anti NeoLib-ASEAN-C, anti religio-fascist, anti rezim-status-quo-koruptor. https://mudy45.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Buku Putih Pertahanan, Alat Neolib ASEAN-C Menghancurkan TNI?

25 Agustus 2012   17:38 Diperbarui: 9 Juni 2016   13:04 12278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini menjelaskan bagaimana Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 melanjutkan Buku Putih Pertahanan Indonesia 2003, menjadi penyebab utama kehancuran doktrin TNI pasca reformasi, yang mengakibatkan TNI tidak memiliki kemampuan perang modern. Diangkatnya ASEAN secara tidak proporsional menunjukkan upaya mengarahkan Indonesia untuk takluk pada ASEAN-C 2020, yang bertentangan dengankonsep Indonesia.

Teori Konspirasi

Bagaimana cara neolib menguasai Nusantara ? Hancurkan bangsa Indonesia, ganti dengan ASEAN-C.

  • Bagaimana cara menghancurkan bangsa 230 juta jiwa dengan mudah ?Hancurkan kemampuan dan kemauannya untuk berperang.
  • Bagaimana cara menghancurkan kemampuan dan kemauan berperang ? Hancurkan TNI-nya.
  • Bagaimana cara menghancurkan TNI dengan 400 juta tentara tanpa berperang ? Hancurkan doktrinnya.
  • Bagaimana setelah doktrinnya mati ?Lemahkan alutsistanya.

Demikian cara berfikir kaum neolib untuk menghancurkan kemampuan tempur TNI.

Hal ini menjelaskan mengapa pengadaan alutsista seolah-olah meningkat tetapi sebenarnya justru melemahkan kemampuan tempur TNI menjelang ASEAN Community 2020. (bandingkan KF-X, F-16, EMB-314)

ASEAN 1967 adalah organisasi antar bangsa yang menciptakan perdamaian abadi. ASEAN-C saat ini, dengan visi ASEAN Economic Community 2015, dan ASEAN Community 2020, adalah anti tesis Indonesia, yang hendak menelan Nusantara, dan menghancurkan cita-cita kemerdekaan Indonesia melalui pasar bebas ASEAN -survival of the fittest- yang bertentangan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bahasa Inggris sebagai bahasa nasional, keragaman tanpa Ketuhanan yang maha esa, persatuan yang bukan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh segelintir elit pemilik kapital di kota-kota besar ber-infrastruktur maju.

Peran Neolib dalam Kematian Doktrin TNI

Pasca tumbangnya rezim Suharto, kaum neolib menyusup masuk dalam pemerintahan Republik Indonesia. Test-case pertama adalah Timor Timur 1999. Doktrin TNI untuk mempertahankan wilayah yang ditetapkan oleh MPR RI sebagai teritorial Indonesia sampai titik darah penghabisan, pada saat itu masih ada, namun dilemahkan oleh penyusupan dalam kepemimpinan sipil dan militer. Dengan doktrin yang lemah, TNI belum sempat bangkit dari keterpurukan tahun 1998. Penyusupan neolib dalam kepemimpinan pemerintahan sipil dan militer, berhasil membungkam TNI untuk tidak menjaga teritorial Indonesia.

Masih tahun 1999, belum puas dengan Timor Timur, kembali untuk mempermalukan TNI dan menghujat konsep NKRI, para antek neolib memasukkan Sipadan dan Ligitan pada otoritas internasional untuk penentuan kepemilikan wilayah.

Tak ayal, beberapa tahun kemudian, Sipadan dan Ligitan pun lepas dari wilayah NKRI. Tanpa sebutir peluru pun dari hampir setengah juta Tentara Nasional Indonesia, yang dilumpuhkan oleh kematian doktrin militer-nya.

BPPI, Pelemahan TNI

Sukses dengan test-case tersebut, kaum neolib memastikan kematian TNI dengan menyusup pada Buku Putih Pertahanan Indonesia 2003 (BPPI 2003). Buku Putih tersebut banyak memberikan kontribusi dalam rumusan materi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Buku Putih Pertahanan Indonesia (BPPI) adalah panduan resmi dari Kementrian Pertahanan RI untuk penyusunan Doktrin TNI, Strategi Pertahanan TNI, dan pengadaan alutsista TNI, dan lain hal terkait pertahanan Indonesia. Di susun berdasarkan UU No 3 Tahun 2002, tentang Pertahanan Negara, pertama pada tahun 2003, kemudian edisi kedua pada tahun 2008.

Inti dari BPPI 2003 (sebagaimana ditegaskan pada BPPI 2008) adalah:"bahwa ancaman invasi atau agresi militer negara lain terhadap Indonesia kecil kemungkinannya, sehingga kemampuan perang modern tidak perlu dimiliki oleh TNI". Dengan demikian terjadi pelemahan dalam strategi pertahanan TNI. Disini belum diperlihatkan maksud nyata dari pelemahan TNI tersebut.

Pada BPPI 2008, hal ini diperkuat: "Dengan mencermati perkembangan lingkungan keamanan strategis Indonesia pasca-2003, pada saat ini dan dalam beberapa tahun akan datang belum terdapat indikasi suatu ancaman militer konvensional yang mengarah ke wilayah Indonesia."

Prinsip militer utama sejak zaman dahulu kala adalah bahwa kesiapan militer dibutuhkan sebelum ancaman nyata. Segera setelah ancaman nyata, kemampuan tempur sulit untuk dibangun.

Pertahanan negara normalnya dibangun sejak dini, mulai dari pendukung industri militer, riset pertahanan, industri militer, pusat komando, organisasi tempur, alutsista, doktrin tempur, field manual, dan lain sebagainya.

Buku Putih Pertahanan, seyogyanya justru mengarahkan doktrin militer untuk melihat ancaman konvensional yang perlu disiapkan kapabilitas penanganannya oleh tentara. Sungguh konyol jika suatu Buku Putih mendeklarasikan bahwa "belum terdapat indikasi ancaman militer konvensional", sama konyolnya dengan menyebutkan bahwa "ada indikasi ancaman militer konvensional" karena Buku Putih juga merupakan konsumsi bacaan masyarakat luar negeri. Karena urusan militer bukan terkait pada masalah politik dan perang, tetapi pada kapabilitas militer untuk melakukan perang moderen.

Postur militer seharusnya dibangun berdasarkan analisa atas KAPABILITAS militer asing untuk memproyeksikan kekuatannya (menyerang) ke dalam negeri (Nusantara) di MASA DEPAN.

Pada Pasal 2 disebutkan: "Hal-hal yang tercantum dalam Buku Putih Pertahanan tahun 2003 sejauh tidak bertentangan dengan isi Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 ini dinyatakan tetap berlaku."

Dengan demikian BPPI 2008 adalah kelanjutan strategis dari pelemahan versi 2003, dan kali ini menunjukkan maksud sebenarnya dari pelemahan tersebut.

13458849751802188431
13458849751802188431

Buku Putih Negara Lain

Untuk memahami tidak normalnya BPPI, mari kita tinjau Buku Putih Pertahanan Australia 2009.

"National security is concerned with ensuring Australia's freedom from attack or the threat of attack, maintaining our territorial integrity and promoting our political sovereignty, preserving our hard-won freedoms, and sustaining our fundamental capacity to advance economic prosperity for all Australians. Defence is one element of our broader approach to national security, underpinning our capacity to act in the world by providing options when Government contemplates the use of force." (BPP Australia 2009, 2.1)

Disini terlihat dasar yang wajar dari suatu Buku Putih Pertahanan, bahwa Pertahanan Nasional:

  • Menjamin kemerdekaan dari serangan, atau ancaman serangan.
  • Memelihara integritas teritorial.
  • Menjaga kemerdekaan yang direbut dengan susah payah.
  • Memberi opsi militer kepada pemerintah.

Bandingkan disintegrasi Timor Timor, Sipadan dan Ligitan, serta ancaman kehilangan kemerdekaan kepada ASEAN, maupun tidak adanya opsi militer Pemerintah Indonesia akibat TNI yang tidak mampu melakukan perang modern.

"After careful examination, it is the Government's view that it would be premature to judge that war among states, including the major powers, has been eliminated as a feature of the international system. While growing economic and other interdependencies between states will act as a brake on the resort to force between them, and high-intensity wars among the major powers are not likely over the period to 2030, such wars cannot be ruled out." (BPP Australia 2009, 2.17)

Ini merupakan statement profesional yang menjawab statement konyol dari BPPI 2003 dan 2009: "belum terdapat indikasi ancaman militer konvensional".

Bandingkan pula dengan Buku Putih Pertahanan Singapura tahun 2000: Defending Singapore in the 21st Century: Hanya 4 kali kata ASEAN disebut, salah satunya dalam konteks ARF.

"Strong capabilities are at the centre of the SAF’s defence strategy. In this era of rapid technological change, the SAF’s future capabilities will depend on its ability to exploit the technological changes for military advantage. The SAF looks at the new technologies that may impact on military forces and the nature of warfare, and invests resources to develop those that will enhance its capabilities to handle the range of threats it may have to deal with." (Positioning For the Future, Key Military Capabilities - BPP Singapura 2000).

Dasar ini sudah cukup kuat bagi SAF untuk membangun angkatan perang yang modern. Inilah contoh Buku Putih Pertahanan nasional yang normal, tidak dimaksudkan untuk pelemahan militernya.

Semua Buku Putih Pertahanan negara cinta damai di seluruh dunia sama: mendorong militer nasionalnya untuk memiliki kapabilitas tempur moderen, agar mampu berperang mempertahankan kepentingan nasional, berdasarkan kapabilitas tempur asing yang mungkin berhadapan dengan militernya, sekalipun tidak ada atau belum ada potensi masalah politik yang dapat menjurus pada perang.

Hal ini karena kapabilitas tempur adalah bagian dari pertahanan. Sesuai prinsip: Ci vis pacem para bellum -hujan tidak akan jika semua orang membawa payung.

Berbagai Pelemahan Melalui BPPI

Pelemahan lain pada Buku Putih 2003 yang diperkuat oleh versi 2008:

"TNI yang profesional adalah TNI yang .... berada di bawah kekuasaan pemerintah, ... serta prajurit TNI yang dicukupi kesejahteraan dan pendapatannya secara layak. ... diikuti oleh loyalitas untuk mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, dan tunduk pada hukum.

... TNI juga dengan tekad dan kemauan yang bulat telah berada di bawah kekuasaan pemerintah ... dan tunduk pada kebijakan politik negara."

Mengutip statemen Tukul: "Kampungan.... ndeso.... katrok...."

Pengulangan yang dipaksakan ini menjadi penegasan bahwa TNI tidak boleh melakukan perlawanan jika Pemerintahan mengalihkan kekuasaan teritorial NKRI kepada bangsa lain, atau mengalihkan kekuasaan pemerintahan Indonesia kepada entitas lain, seperti ASEAN Community pada 2020, serta berbagai lembaga turunannya. Konsep inilah yang berhasil ditanamkan dalam perundang-undangan RI, serta dalam doktrin TNI. Keberhasilan tersebut diungkapkan pada dokumen BPPI 2008.

a. Reposisi Peradilan Militer yang Salah Kaprah

BPPI 2008 tidak lupa menyebutkan Kepres 56 tahun 2004 tentang pengalihan organisasi peradilan militer dari Mabes TNI kebawah MA (suatu keanehan), sebagai suatu pelaksanaan reformasi, yang akan disusul dengan perubahan UU Peradilan Militer. Suatu hal yang dapat diduga merupakan bagian dari pelemahan TNI.

Peradilan Militer di seluruh dunia terpisah dari peradilan sipil untuk alasan kerahasiaan militer, perbedaan sistem hukum, dan kepentingan militer. Dalam negara demokrasi yang waras, untuk menegakkan hukum, yang dilakukan adalah pemberlakuan uniform code of military justice, dengan pembatasan jurisdiksi peradilan militer yang jelas, pengangkatan hakim sipil sebagai hakim tetap di peradilan militer untuk tingkat banding, dan mekanisme untuk naik banding ke Mahkamah Agung yang terbatas untuk kasus tertentu. Ini yang seharusnya dilakukan untuk memperbaiki sistem hukum dan mencegah impunitas anggota TNI, yaitu melalui revisi UU Pengadilan Militer.

Anehnya, bukan hal itu yang dilakukan. Penggabungan administratif Pengadilan Militer ke Mahkamah Agung adalah bentuk pelemahan TNI, yang mungkin didorong oleh upaya pencitraan dari pemerintah. Setiap kasus TNI akan di arsipkan di Mahkamah Agung, keluar dari Mabes TNI. Hal ini saja sudah sangat membahayakan kerahasiaan militer. Belum lagi berbagai cara yang mungkin akan digunakan oleh kaum neolib melalui revisi UU Pengadilan Militer untuk melemahkan pertahanan nasional.

b. Strategi Perancangan Yang Melemahkan

Pada bagian Strategi Perancangan Kapabilitas Pertahanan Negara, sebagai puncak dari faktor yang mendasari rancangan kapabilitas pertahanan negara, diselipkan argumen untuk memperkuat alasan melemahkan TNI:

"Keenam, kemampuan rasional negara dalam membiayai pertahanan negara, termasuk dalam pembangunan kapabilitas pertahanan negara dengan tidak mengorbankan sektor-sektor lain." (BPPI 2008)

Disini penekanan tidak diberikan pada upaya pemenuhan kebutuhan pertahanan negara, melainkan alasan untuk TIDAK membiayai pertahanan negara. Dalam keenam faktor dasar tersebut sama sekali tidak di-angkat bahwa pertahanan negara dapat menjadi penggerak perekonomian bangsa, memacu penelitian teknologi canggih, meningkatkan pendidikan, menjadi katalis bagi kemajuan ekonomi daerah tertinggal, bahkan menjadi penggerak perekonomian nasional.

Mantra lama bahwa pembangunan kapabilitas pertahanan negara dapat mengorbankan perekonomian nasional, diangkat untuk menghancurkan semangat untuk mewujudkan kemampuan TNI berperang mempertahankan Nusantara.

Seakan memberikan kepastian atas hal tersebut, kalimat selanjutnya menegaskan:

"Kapabilitas pertahanan militer yang dibangun di masa akan datang tidak diprioritaskan pada kapabilitas TNI selaku komponen utama pertahanan negara." (BPPI 2008)

c. Kerjasama Militer Yang Melemahkan

Tentu saja tidak lupa diangkat pula kerjasama IMET (Pendidikan dan Latihan Militer Internasional) dan FMS (Foreign Military Sales) untuk menegakkan hegemoni AS. Melalui IMET dan program sejenis, para prajurit TNI yang potensial di racuni dengan pendidikan militer AS yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Kedua program berjudul "bantuan" tersebut pada dasarnya adalah metode marketing AS untuk dapat tetap memelihara pasar senjata-nya di Indonesia. Sebagai contoh hibah 24 F-16 bekas seharga USD 750 juta, yang seharusnya digunakan membeli pesawat baru tipe lain yang dapat digunakan untuk berperang.

Dasar ini akan digunakan untuk mengulang kembali kesalahan masa lalu, dengan pembelian pesawat bekas AS, sehingga TNI mudah di matikan melalui embargo militer. Serta anggaran alutsista dihabiskan membeli barang mahal bekas, yang tidak bisa digunakan bertempur, hanya untuk pencitraan dan parade 5 Oktober.

Masih banyak contoh lain yang dapat ditemukan dalam BPPI yang menjadi mekanisme pelemahan TNI.

ASEAN-C dalam BPPI 2008

Sebagai sponsor utama Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 terdapat 65 kali disebutkan ASEAN. Bandingkan dengan Mabes TNI yang hanya disebut 2 kali, TNI AU yang hanya disebut 14 kali, TNI AL hanya 6 kali, TNI AD cukup 5 kali, dan Wawasan Nusantara hanya 1 kali. Ingat Buku Putih Pertahanan Singapura yang menyebut ASEAN hanya 3 kali (plus 1 kali ARF), inilah yang wajar sebagai dokumen nasional yang tidak disusupi entitas asing.

ASEAN sendiri mulai disebut sejak pembukaan (tidak normal Buku Putih Pertahanan menyebut entitas lain dalam pembukaannya):

"Dalam lingkup regional, kerja sama pertahanan dilaksanakan ... usaha-usaha untuk mewujudkan Masyarakat Keamanan ASEAN...." (BPPI 2008)

ASC, alias ASEAN Security Community 2020, adalah cikal bakal dari suatu entitas yang saat ini tidak jelas, namun berdiri melingkupi wilayah Nusantara, dimana Indonesia saat ini berada, dan TNI sebagai tentaranya.

Yang paling menarik, pada bagian Konsepsi Pertahanan Negara, sub bagian Kepentingan Nasional, dijelaskan:

"Dalam kerangka itu, perwujudan tiga pilar ASEAN, yakni masyarakat ekonomi ASEAN (AEC), masyarakat budaya ASEAN (ACC), dan masyarakat keamanan ASEAN (ASC), menjadi komitmen bangsa Indonesia untuk mewujudkannya secara bersama oleh seluruh anggota ASEAN bagi masa depan ASEAN..." (BPPI 2008)

Disini dipaksakan perubahan pola pikir, dimana "Kepentingan Nasional", digeser secara halus menjadi "Kepentingan ASEAN". Bukan hanya ASEAN Economic Community, tetapi sejara jelas disebutkan ASEAN Cultural Community dan ASEAN Security Community. Tidak ada lagi Sumpah Pemuda, yang sudah dianggap kuno. Tidak dipentingkan lagi Wawasan Nusantara. Seluruh bangsa dipaksa mengabdi pada kepentingan ASEAN, yang akan menghancurkan kesempatan bersaing tumpah darah Indonesia. Budaya ASEAN yang berbahasa Inggris, berada diatas Budaya Indonesia dan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia hanyalah salah satu bahasa dalam regional ASEAN yang berbahasa Inggris.

Lalu entah ini Buku Putih siapa ?

Melawan ASEAN-C

Demikianlah TNI dihancurkan oleh program sistematis dari dalam bangsa Indonesia sendiri, yang pada tahun 2015 akan dihancurkan oleh ASEAN Economic Community (AEC), dan tahun 2020 oleh ASEAN Community (ASEAN-C / AC), denga ketiga pilarnya. Jelaslah mengapa TNI begitu dilemahkan dan dicegah memiliki kemampuan perang modern, agar pasca 2020, setelah AC terbentuk, TNI seandainya tersadarkan, sudah tidak mungkin melakukan perlawanan.

Indonesia akan menjadi sapi perahan negara-negara maju dan kota-kota besar di dunia. Rakyat kecil tidak akan bisa berusaha karena dimatikan oleh persaingan bebas tanpa perlindungan batas negara dan proteksi kebijakan pemerintah. Orang kaya semakin kaya, rakyat menengah menjadi sapi perahan, dan yang miskin akan dipelihara agar tetap miskin dan diam. Identitas kebangsaan Indonesia akan hilang, diganti oleh identitas kebangsaan AC, dengan bahasa Inggris, dan tumpah darah Asia Tenggara.

Semua ini disembunyikan dari rakyat Indonesia. Kepada rakyat digambarkan bahwa ASEAN-C masih sama dengan ASEAN 1967 yang sejalan dengan Konsep Indonesia, padahal sama sekali berbeda.

Kaum nasionalis Indonesia harus bangun sekarang. Kita harus memerangi para kolaborator dan kaum neolib ASEAN-C yang mendominasi pemerintahan, parlemen dan politisi busuk Indonesia. Kita harus membangkitkan kembali kemampuan TNI untuk berperang, membela tumpah darah Indonesia. Menggeser pemimpin-pemimpin TNI yang korup, yang rusak moralnya, kriminil, dan yang berpihak pada neolib ASEAN-C, dan mengalihkan pada pemimpin-pemimpin muda yang belum diracuni oleh ajaran Barat, dan masih memiliki semangat prajurit rakyat, semangat hankamrata, semangat dwifungsi ABRI, semangat kartika eka paksi yang mengerti arti bintang dan garuda, semangat swa bhuana paksa, makna perisai dan visi TNI AU, semangat misi TNI AL nomor 2.

Masih ada waktu menggagalkan upaya para kolaborator neolib ASEAN-C menghancurkan Indonesia dari dalam.

Rakyat perlu mendukung terbentuknya Doktrin TNI baru yang menjamin TNI dapat berperang membela setiap jengkal wilayah teritorial Republik Indonesia, yang ditetapkan sebagai wilayah Nusantara oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, sampai titik darah penghabisan, menggunakan alutsista modern dengan tingkat kemandirian tinggi.

Dirgahayu Indonesia !!!

Terima Kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun