Datanglah pendukung HNW dari kalangan Ikhwanul Muslimin: "Apakah benar kita tidak lagi membela syariah untuk DKI?" dengan nada marah.
“Bukan begitu", jawab HNW, "Dua-duanya sama-sama salah. Yang benar, dalam Al-Qur’an dan Sunnah, syariat tidak eksplisit dimaknai sebagai hukum. Jadi, syariat adalah yang merealisasikan kemaslahatan. Di mana ada maslahat, di situlah syariat, ” paparnya.
Lalu datanglah anggota kafir PKS (anggota PKS yang non-muslim): "Loh, jadi kita ini membela partai nasionalis atau syariah?".
Belum selesai HNW menjawab, datang petugas KPK menanyakan mengapa harta HNW meningkat 10x lipat sejak menjadi politisi. HNW dengan lugas menjelaskan bahwa peningkatan hartanya karena kenaikan harga tanah. KPK menanyakan lagi mengenai kenaikan surat berharganya. Belum sempat dijawab, dari belakang seorang sesepuh Partai berseru: “Itu sudah menjadi sikap kolektif PKS pemujaan terhadap harta, kemewahan sudah menjadi sikap. Sekarang ini, elit PKS memuja kenikmatan dunia." katanya.
Baru HNW hendak menjawab, sang sesepuh Partai sudah melanjutkan: “Sekarang ini, PKS sangat pragmatis, oportunistik dan meninggalkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar gerakannya. PKS sama dengan partai lain, bahkan lebih jelek. Kalau partai lain tidak mengatasnamakan agama, PKS membawa nama agama tetapi praktik politiknya lebih jelek dari partai-partai yang tidak menggunakan simbol-simbol agama”.
Perdebatan seru berlangsung antara para pendukung HNW dari unsur Tarbiyah nasionalis PKS, Ikhwanul Muslimin PKS, kafir PKS, serta mantan sesepuh PKS hingga sore hari. Wartawan dan para penonton melihat di pinggir jalan, kurang paham tentang apa yang sedang diperdebatkan. Mereka berdebat sampai malam. HNW tidak pernah sampai ke tujuan.
Garis Finish
Berhubung semua calon dari partai tidak sampai ke tujuan, ribuan suporter membubarkan diri. Buat mereka tidak seru kalau tidak ada calon Partai, karena berarti tidak ada sponsor, tidak ada kepentingan. Buat mereka lomba ini bukan soal Gubernur DKI, tetapi soal Pemilu 2014 dan tentunya soal uang. Tidak ada yang ambil pusing soal DKI. Semua percaya DKI tidak bisa berubah, sudah nasibnya selalu begitu.
Tinggallah saya sendirian di tujuan lomba, merenungi nasib DKI. Tak lama tiba Faisal Basri dan Mayjen Hendarji, disambut oleh Sarwono Kusumaatmadja. Tidak ada yang melihat mereka sampai di tujuan. Saya pun tidak melihat siapa yang tiba lebih dulu. Tapi suasana sudah sepi. Panitia pun sudah pulang begitu tahu semua calon dari Partai tidak ada yang sampai di tujuan.
Batinku: "Inilah orang-orang yang tidak tersentuh Partai korup. Orang-orang yang punya integritas. Saya tidak kenal Faisal Basri, dan Mayjen Hendarji, dan mereka tidak kenal saya. Belum tentu mereka orang baik. Tetapi saya yakin merekalah yang paling mampu memperbaiki DKI, karena mereka tidak punya conflict-interest politik, tidak punya hutang komitmen pada partai, tidak punya hutang uang untuk biaya boarding pass kandidat partai, tidak pernah meninggalkan amanah sebagai pemimpin daerah yang diangkat oleh sumpah/janji dibawah kitab suci, dan tidak punya niat menjadikan amanah sebagai batu loncatan menjadi Presiden RI 2014."
"Sayangnya orang-orang seperti ini tidak mungkin menang pilkada melawan mesin-mesin Partai korup. Mungkin kalau saya menulis sesuatu bisa ada mujizat. Siapa tahu yang membaca berubah fikiran, dari memikirkan partainya, suku dan ras-nya, daerah asalnya, menjadi memikirkan DKI, dan memilih calon independen".