[caption id="" align="alignnone" width="960" caption="Alutsista Udara Asia Tenggara, sumber: kampusmiliter.com"]
5. Joint-command Komando Pertahanan
Tidak memiliki Komando Pertahanan Nasional Gabungan (ABRI/APRI). Perbatasan darat, laut dan udara Indonesia tidak terjaga. Hanya beberapa titik yang dapat dilindungi secara efektif. Sisanya bebas dimasuki. Militer dengan kemampuan perang moderen memiliki kapabilitas memantau seluruh wilayah negara-nya dan mampu mengirimkan aset tempur ke titik perbatasan manapun.
Pendekatan joint-command pada tingkat wilayah atau pada tataran rantai komando dibawah bukanlah joint-command yang dimaksud. Joind-command dibentuk pada tingkat tertinggi, dengan rantai komando sampai kebawah. Dengan demikian seluruh wilayah darat, laut maupun udara, dapat diawasi baik perbatasan darat, perbatasan laut, perbatasan udara, maupun jalur laut dan jalur udara. Komando Pertahanan harus memiliki aset tempur untuk dikirimkan ke lokasi yang dibutuhkan. Disini tidak ada lagi istilah komando pertahanan udara nasional, melainkan satu komando pertahanan yang menjaga udara, laut dan darat.
Kasus agresi kapal perang Australia kedalam perairan Indonesia yang baru diketahui dari para pengungsi menyadarkan bahwa Indonesia tidak memiliki kapabilitas penjagaan perbatasan laut. Demikian pula banyak perbatasan darat yang tidak terjaga.
[caption id="" align="aligncenter" width="768" caption="Perbandingan Kekuatan Darat ASEAN (kampusmiliter.wordpress.com)"]
6. Organisasi Tempur AD
Organisasi tempur TNI AD pada tingkat batalion, BUKAN PASUKAN TEMPUR MODEREN. Pasukan tempur moderen di organisasikan dalam tingkat Divisi. Dibawah divisi ada resimen, dibawah resimen ada brigade, dan dibawah brigade ada batalion.
Sebagai gambaran, alutsista artileri tingkat divisi berbeda dengan artileri untuk tingkat batalion. Demikian pula sishanud-nya. Doktrin pergerakan pasukan berbasis divisi juga jauh berbeda dengan doktrin pergerakan pasukan berbasis batalion. Pergerakan pasukan dan logistik tempur untuk tingkat Divisi jauh berbeda dengan tingkat Batalion.
Kepemilikan banyak batalion tanpa organisasi tempur moderen di tingkat divisi adalah mubazir karena akan sangat mudah digulung oleh lawan dengan kemampuan tempur moderen berbasis divisi.
Belum lagi mayoritas batalion TNI AD adalah unit infantri yang sudah ketinggalan zaman, bukan unit moderen seperti unit mekanis, unit lapis baja/tank, atau kavaleri udara. Kembali lagi diberikan catatan positif pada upaya TNI AD membentuk batalion-batalion mekanis sebagai translasi dari unit reaksi cepat pada MEF. Sayangnya pembentukan brigade dan divisi tempur jauh berbeda dengan pembentukan batalion.
7. Kesejahteraan Pasukan
Tingkat kesejahteraan TNI yang sangat rendah tidak memungkinkan untuk kekuatan tempur moderen. Angkatan perang moderen membutuhkan pasukan dengan tingkat kesejahteraan memadai. 250 ribu prajurit TNI tidak memiliki rumah, sehingga dapat dikatakan Jenderal SBY menjadi Presiden yang memimpin TNI Angkatan Dhuafa.
Berbagai kasus perkelahian, pembunuhan, pertempuran dengan Polri, yang melibatkan anggota TNI, jelas disebabkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan, disamping menurunnya rasa kebanggaan dan percaya diri. Terakhir kasus bunuh diri anggota TNI AU pasca HUT TNI sangat menusuk perasaan.