Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah selesai. Seolah sudah menjadi ritual tahunan, tahun ini sistem zonasi PPDB terus menuai pro dan kontra, bahkan terjadi kecurangan.Â
Dengan penerapan sistem zonasi yang semakin masif, kelemahan sistem ini terus dimanfaatkan oleh banyak pihak di Kota Bogor.Â
Wali Kota Bima Arya Sugiarto menemukan calon siswa memalsukan alamat untuk masuk sekolah dengan zonasi yang sama. Hasil ini terungkap saat walikota melakukan inspeksi mendadak dengan staf di rumah siswa yang masuk dan menemukan bahwa 155 siswa SMA yang masuk diduga menggunakan demografi palsu.
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (ORI DIY) menemukan fenomena "menumpang Kartu Keluarga (KK)" dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 sistem zonasi di Yogya.
Didapati 1 rumah dengan 2 KK, masing-masing KK terdapat 10 anak dengan status hubungan dalam keluarga: famili lain. Sehingga total dalam satu rumah ada 20 anak "famili lain". Rumah tersebut dekat dengan SMA negeri favorit.Â
Ada modus baru masuknya klasifikasi 'Keluarga Lain'. Atas temuan ini, ORI DIY akan memanggil dinas terkait mulai dari Disdikpora hingga Disdukcapil. Harusnya, Disdikpora bisa menindak dengan asas kepatutan.Â
Menurutnya patut dicurigai apabila ada 1 KK berisi 10 anak "famili lain". Terlebih, pindah mendadak. Itu mengambil hak siswa lain.Â
Dalam Bahasa Aria Bima bermain-main dengan masa depan orang lain. ada anak yang rumahnya dekat, tapi tidak mendapatkan tempat karena tergeser oleh yang lebih jauh.
Pakar kebijakan pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Prof. Cecep Darmawan mengatakan pemerintah harus melakukan kajian menyeluruh terhadap sistem zonasi.Â
Penilaian ini harus didasarkan pada demokratisasi pendidikan dan pemenuhan persyaratan pendidikan sebelumnya. Jangan sampai sistem zonasi yang semula ditujukan untuk pemerataan pendidikan, selalu menimbulkan kecurangan dan pelanggaran dalam setiap pelaksanaan PPDB.