Mohon tunggu...
Pendi Susanto
Pendi Susanto Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Penulis Buku, Pegiat Pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menyoal Kecurangan PPDB Sistem Zonasi

10 Juli 2023   19:24 Diperbarui: 11 Juli 2023   17:49 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, sistem zonasi dapat menyebabkan menurunnya semangat belajar siswa, terutama di kalangan siswa yang tinggal dekat dengan sekolah binaan. Siswa mungkin berpikir bahwa belajar tidak sama dengan belajar; Masih sekolah karena rumahnya dekat.

PEMERATAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Apakah sistem zonasi ini buruk? Jawabannya adalah tidak. Sistem zonasi tidak buruk, hanya saja belum siap diterapkan di Indonesia. 

Rektor Unesa Prof. Nurhasan, setuju dengan zonasi, tetapi harus memikirkan kesiapan SDM guru dan perangkatnya. Tujuan awal dari sistem zona adalah untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pemerataan dan ketersediaan pendidikan yang sangat baik. Hanya saja, jika standarisasi satu sekolah dengan sekolah lain harus relatif sama, maka ada syarat pemerataan juga.

Meski pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah bekerja keras menyiapkan daerah PPDB, namun sistem ini sebenarnya belum optimal. Sistem zonasi menjadi sangat efektif ketika jumlah sekolah dapat menampung seluruh potensi siswa. 

Dalam perspektif yang lebih luas, akan lebih baik lagi jika pembangunan sekolah dilakukan di setiap pelosok tanah air agar pemerataan pendidikan segera terwujud.

Jika kita membahas tentang pemerataan pendidikan, kita dapat melihat potret Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Murni (APM). 

Menurut Statistik Finlandia, skor APS terendah adalah pada usia sekolah 16-18, 72,36. Artinya, sekitar 27,64 persen anak usia 16 hingga 18 tahun belum atau belum mengenyam pendidikan. 

Data lain menunjukkan bahwa nilai APM yang masih di bawah 80 persen berada pada kelompok SMA sebesar 79,40 dan 60,84. Artinya, sekitar 20,60 persen penduduk usia SMA dan 39,16 persen usia SMA tidak dapat memanfaatkan kesempatan pendidikan yang sesuai dengan jenjang pendidikannya. 

Pemerataan pendidikan tercapai ketika nilai APM dan APS mendekati 100. Hal ini membutuhkan proses yang panjang, karena penghapusan perbedaan pendidikan tidak serta merta. 

Di sisi lain, masih ada 130 dari 627 kecamatan di Jabar yang belum memiliki SMA atau SMK negeri. Tahun ini Dinas Pendidikan Jabar memprioritaskan 33 jurusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun