Mohon tunggu...
Pendi Susanto
Pendi Susanto Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Penulis Buku, Pegiat Pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menyoal Kecurangan PPDB Sistem Zonasi

10 Juli 2023   19:24 Diperbarui: 11 Juli 2023   17:49 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PPDB (Sumber:  Rony Ariyanto Nugroho via megapolitan.kompas.com)

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah selesai. Seolah sudah menjadi ritual tahunan, tahun ini sistem zonasi PPDB terus menuai pro dan kontra, bahkan terjadi kecurangan. 

Dengan penerapan sistem zonasi yang semakin masif, kelemahan sistem ini terus dimanfaatkan oleh banyak pihak di Kota Bogor. 

Wali Kota Bima Arya Sugiarto menemukan calon siswa memalsukan alamat untuk masuk sekolah dengan zonasi yang sama. Hasil ini terungkap saat walikota melakukan inspeksi mendadak dengan staf di rumah siswa yang masuk dan menemukan bahwa 155 siswa SMA yang masuk diduga menggunakan demografi palsu.

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (ORI DIY) menemukan fenomena "menumpang Kartu Keluarga (KK)" dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 sistem zonasi di Yogya.

Didapati 1 rumah dengan 2 KK, masing-masing KK terdapat 10 anak dengan status hubungan dalam keluarga: famili lain. Sehingga total dalam satu rumah ada 20 anak "famili lain". Rumah tersebut dekat dengan SMA negeri favorit. 

Ada modus baru masuknya klasifikasi 'Keluarga Lain'. Atas temuan ini, ORI DIY akan memanggil dinas terkait mulai dari Disdikpora hingga Disdukcapil. Harusnya, Disdikpora bisa menindak dengan asas kepatutan. 

Menurutnya patut dicurigai apabila ada 1 KK berisi 10 anak "famili lain". Terlebih, pindah mendadak. Itu mengambil hak siswa lain. 

Dalam Bahasa Aria Bima bermain-main dengan masa depan orang lain. ada anak yang rumahnya dekat, tapi tidak mendapatkan tempat karena tergeser oleh yang lebih jauh.

Pakar kebijakan pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Prof. Cecep Darmawan mengatakan pemerintah harus melakukan kajian menyeluruh terhadap sistem zonasi. 

Penilaian ini harus didasarkan pada demokratisasi pendidikan dan pemenuhan persyaratan pendidikan sebelumnya. Jangan sampai sistem zonasi yang semula ditujukan untuk pemerataan pendidikan, selalu menimbulkan kecurangan dan pelanggaran dalam setiap pelaksanaan PPDB.

POLEMIK ZONASI

Pemerintah meluncurkan sistem zonasi PPDB pada 2017. Tujuan dari sistem tersebut adalah untuk mengisi kesenjangan di dunia pendidikan. 

Alasan utama munculnya sistem zona adalah dikotomi antara sekolah maju dan tidak maju, yang dapat memperlebar kesenjangan dalam dunia pendidikan di Indonesia. 

Berbeda dengan sekolah kurang mampu, sekolah unggulan cenderung memiliki siswa dengan kemampuan akademik yang baik dan/atau dari keluarga kaya. 

Pada hakekatnya, sekolah negeri memberikan pelayanan publik yang harus tersedia bagi semua orang di semua lapisan masyarakat tanpa eksklusivitas atau diskriminasi. 

Konsep jarak antara rumah dan sekolah, diperkenalkan setelah sistem zonasi PPDB, kemudian berkembang menjadi sistem zonasi PPDB. Kedekatan rumah dengan sekolah bertujuan untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih baik. Siswa tidak perlu melakukan perjalanan jauh dan datang ke sekolah dengan pikiran segar. Selain itu, komunikasi antara guru dan orang tua diharapkan menjadi lebih efisien dan efektif.

Tujuan utama dari sistem zona adalah untuk mempromosikan kesetaraan di sektor pendidikan. Dengan sistem ini, jenis siswa yang diterima di setiap sekolah lebih heterogen. 

Selain itu, ada jalur pendapatan dan konfirmasi. Asumsi lingkungan pendidikan yang lebih baik adalah siswa yang berasal dari latar belakang yang berbeda diharapkan mendapat pendidikan yang setara dan dapat menumbuhkan rasa keberagaman di lingkungan sekolah.

Sistem zonasi yang awalnya terkesan efektif dalam menghilangkan permasalahan pendidikan di Indonesia ternyata masih menemui banyak kendala dalam pelaksanaannya. 

Masalah terbesar yang menonjol adalah ketimpangan antara sekolah umum dan calon siswa. Hal ini mengakibatkan banyak siswa yang dikeluarkan dari sekolah sasarannya padahal rumahnya tidak jauh. Calon siswa yang dipecat kemudian mendaftar di sekolah swasta yang mungkin jauh dari rumah. Ini adalah kebalikan dari tujuan awal merancang sistem zona berdasarkan prinsip kedekatan.

Masalah lain dalam sistem zona antara lain adalah ketimpangan jumlah siswa sekolah di daerah padat penduduk dan di sekolah yang tidak berpenduduk. Pada akhirnya, siswa yang kurang amatir diterima di sekolah kosong. Hal ini akan mengurangi jam mengajar guru sehingga tidak dapat mengikuti sertifikasi. 

Selain itu, sistem zonasi dapat menyebabkan menurunnya semangat belajar siswa, terutama di kalangan siswa yang tinggal dekat dengan sekolah binaan. Siswa mungkin berpikir bahwa belajar tidak sama dengan belajar; Masih sekolah karena rumahnya dekat.

PEMERATAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Apakah sistem zonasi ini buruk? Jawabannya adalah tidak. Sistem zonasi tidak buruk, hanya saja belum siap diterapkan di Indonesia. 

Rektor Unesa Prof. Nurhasan, setuju dengan zonasi, tetapi harus memikirkan kesiapan SDM guru dan perangkatnya. Tujuan awal dari sistem zona adalah untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pemerataan dan ketersediaan pendidikan yang sangat baik. Hanya saja, jika standarisasi satu sekolah dengan sekolah lain harus relatif sama, maka ada syarat pemerataan juga.

Meski pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah bekerja keras menyiapkan daerah PPDB, namun sistem ini sebenarnya belum optimal. Sistem zonasi menjadi sangat efektif ketika jumlah sekolah dapat menampung seluruh potensi siswa. 

Dalam perspektif yang lebih luas, akan lebih baik lagi jika pembangunan sekolah dilakukan di setiap pelosok tanah air agar pemerataan pendidikan segera terwujud.

Jika kita membahas tentang pemerataan pendidikan, kita dapat melihat potret Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Murni (APM). 

Menurut Statistik Finlandia, skor APS terendah adalah pada usia sekolah 16-18, 72,36. Artinya, sekitar 27,64 persen anak usia 16 hingga 18 tahun belum atau belum mengenyam pendidikan. 

Data lain menunjukkan bahwa nilai APM yang masih di bawah 80 persen berada pada kelompok SMA sebesar 79,40 dan 60,84. Artinya, sekitar 20,60 persen penduduk usia SMA dan 39,16 persen usia SMA tidak dapat memanfaatkan kesempatan pendidikan yang sesuai dengan jenjang pendidikannya. 

Pemerataan pendidikan tercapai ketika nilai APM dan APS mendekati 100. Hal ini membutuhkan proses yang panjang, karena penghapusan perbedaan pendidikan tidak serta merta. 

Di sisi lain, masih ada 130 dari 627 kecamatan di Jabar yang belum memiliki SMA atau SMK negeri. Tahun ini Dinas Pendidikan Jabar memprioritaskan 33 jurusan.

Selain memperbaiki sistem kualifikasi, menjadi tugas pemerintah untuk fokus pada pemerataan tempat mengajar di setiap sekolah agar tidak ada pemisahan antara sekolah unggulan dan sekolah non unggulan.Sistem akreditasi sekolah juga harus fokus pada kelayakan dan kinerja aktual sekolah dan bukan hanya pada pengisian dokumen administrasi. 

Selain itu, peningkatan kompetensi pelatih sangat penting. Bagi siswa dengan karakteristik yang berbeda, guru juga harus memiliki metode pengajaran yang kreatif.

Keberhasilan sistem zonasi memerlukan perbaikan lebih lanjut dan kerjasama yang baik dari pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang pendidikan agar dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat. Pemerintah harus punya road map berapa lama standardisasi bisa dicapai. Hal ini memungkinkan langkah-langkah yang diambil lebih selaras dengan pencapaian tujuan. 

Dengan melakukan standarisasi agar setiap sekolah memiliki kualitas yang relatif sama, masyarakat dapat beranggapan bahwa bersekolah di mana saja tidak menjadi masalah. 

Standarisasi guru bisa relatif sama, rata-rata S1, tapi untuk perlengkapan sekolah, untuk pembelajaran, ini harus dibuat oleh negara. 

Tantangan ke depan adalah memastikan tidak ada lagi pelanggaran di PPDB. Selain itu, setiap tahun selalu ada kasus, seolah-olah ini mekanisme yang sistematis. Untuk apa ada zonasi kalau masih saja ada pelanggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun