Mohon tunggu...
Pende Lengo
Pende Lengo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi UNG

Gadis Gingsul Gorontalo

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pengalaman Kisah Santriku

22 Oktober 2022   23:57 Diperbarui: 23 Oktober 2022   00:04 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

The Golden Gingsul

Pagi itu, matahari terasa terik di atas. Aku telah bersiap-siap untuk memulai masa-masa sekolah tingkat atas atau bisa juga disebut dengan masa pencarian jati diri di pondok pesantren.

Sejak lulus dari SD, sebenarnya aku ingin sekali mondok. Tapi Mama terlalu mengkhawatirkanku, sebab aku adalah anak bungsu, terlebih aku adalah anak perempuan. Aku hanya bersaudara dua dengan kakakku. Kakakku laki-laki, dua tahun lebih tua dari usiaku.

Baca juga: Kuat

Apa kata Mama coba, 'kakakmu saja yang laki-laki tak pernah berani untuk sekolah di pesantren, apalagi kau yang hanya adiknya, perempuan pula'. Yaah... begitulah Mama, terlalu mengkhawatirkan sesuatu. Padahal jelas-jelas pondok pesantren itu kan tetap lembaga pendidikan. Toh apa bedanya dengan TPA (Taman Pendidikan Alquran) yang setiap sorenya selalu ramai dengan anak-anak yang mengaji.

Waktu aku masih kelas 1 SD saja, Mama sudah bersikeras mendaftarkanku di TPA yang tidak jauh dari rumah itu. Tapi kenapa disaat aku ingin memperdalam ilmu agama itu di pondok pesantren, Mama selalu khawatir? Jadilah aku masih juga melanjutkan sekolah di SMP yang bisa dibilang tidak terlalu jauh dari rumah itu, seperti layaknya sekolah umum lainnya.

Setelah lulus SMP, barulah aku membulatkan tekadku untuk melanjutkan sekolah di pondok pesantren. Dan syukur-syukur akhirnya Mama mengizinkanku, meskipun dengan perasaan khawatirnya. 

Baca juga: Api & Air

Papa juga iya iya saja, baginya duniaku tidak terlalu jauh berbeda dengan masa kanak-kanak dulu, dimana tiap malam aku selalu berseru-seru, meminta didongengkan cerita binatang juga kisah raja-raja yang mungkin hanya dikarang-karangnya saja, setiap menjelang tidur atau setiap malam saat listrik padam. Jadi pikirnya aku akan mendengarkan cerita-cerita yang lebih seru lagi di pondok itu.

Niat yang baik dan tekad yang kuat, sudah cukup menjadi bekal bagiku untuk melanjutkan sekolah di lingkungan pendidikan berbasis tauhid dengan Islam yang kaffah itu. Atau lebih tepatnya lagi, di Pondok Pesantren. Dan akan meyandang gelar seorang Santri.

Adalah Pondok Pesantren Hidayatullah Putri "Al-Hikmah" namanya. Tempatnya di Tenilo, Limboto, Kab. Gorontalo. Kalau pondok putranya ada di Kota Gorontalo. Pondok ku tidak juga mewah-mewah amat, karena masih baru merintis. Dulunya sih hanya dibuka untuk tingkat MTs, kemudian karena seiring berjalannya waktu. 

Baca juga: Aku dan Mereka

Alhamdulillah sudah dibuka juga untuk tingkat MA dan nggak tau karena pengaruh apa, yang tadinya MTs sudah berubah nama menjadi SMP, entahlah... Wallahu a'lam bissawab.

Dan aku adalah angkatan ke-7 MA Luqman Al-Hakim. Administrasi pendaftarannya standar-standar saja, untuk iuran perbulannya dibagi sesuai kemampuan santri masing-masing, ada yang subsidi dan juga nonsubsidi. Uang gedungnya selama 3 tahun disana juga tidak terlalu mahal. Biaya administrasi ini bisa berubah-ubah suatu waktu, dan mungkin setiap angkatan berbeda-beda.

Karena masih baru merintis, kondisi di asrama belum di lengkapi ranjang, senantiasa tidur bertutupkan selimut atau sarung dengan beralaskan tikar, bersaf-saf menyesuaikan dengan ukuran kamar. Jadi jika satu orang kutuan, bisa ketularan orang di sebelahnya, dan bisa jadi ketularan deh semuanya... Hahaha lucu kan. 

Tapi kitanya rajin keramas dong, rajin mandi juga, meskipun ada yang sering mandi malam. Tapi yang mandi malam ini, jangan ditiru yaa! Nggak bagus untuk kesehatan, nanti dapat penyakit long.

Asramanya ada tiga, karena rata-rata santri putri tiap tahunnya adalah 150 santri. Asrama yang pertama namanya 'Aslam' (asrama lama), di sini santri-santi MA tinggal, bersama dengan pengasuh senior. Asrama kedua namanya 'Asbar' (asrama baru), di sana tempat santri-santri SMP, dibawah kontrol pengasuh junior. 

Asrama terakhir namanya 'Asbak' (asrama baru kecil), ditempati oleh santri SMP juga, dengan pengasuh senior. Disebut begitu nama asramanya, karena memang seharfiah itu yang terlihat. Dan tentu saja pengaturan asrama seperti ini hanya temporer, bisa berubah-ubah suatu waktu.

Konsumsi dapurnya juga baik. Teratur 3 kali sehari. Dan tentu saja dijatah. Jadi bagi yang tadinya dirumah sering makan banyak atau suka pilih-pilih makanan. Dia nggak bakal betah di pondok, kemanjaan sih anaknya. Tapi bagiku konsumsinya tidak masalah, toh selama dirumah juga aku hanya makan dua kali sehari.

Aku sangat hafal dengan pembagian lauknya yang tiap waktu. Kalau lauknya tempe, pasti itu Selasa pagi dan Jum'at pagi jadwalnya. Aku selalu suka jika tibanya jadwal lauk tempe. Sampai-sampai aku heran, ada santri yang alergi tempe, makan tempe sedikit saja bisa membuatnya sakit kepala. Juga ada santri yang alergi telur, daging, hingga sayuran kangkung, yang katanya bikin rematik.

Kegiatannya juga beragam. Karena di daerah kami rata-rata sekolah umum sudah memakai sistem belajar full day school, maka mau tidak mau, pondok kami juga harus segera menyesuaikan. Jadi hari belajar di sekolah itu lima hari, Senin-Jum'at. 

Hari Sabtu dan Ahad libur, jadi harinya bisa dipakai santri untuk bersih-bersih, mencuci pakaian, sepatu dan lain-lain, juga untuk beristirahat. Malam Senin-Kamis ada halaqah malam. Malam Jum'at ada ta'lim. Malam Sabtu itu nobar (nonton bareng). 

Malam Ahad ada kegiatan yang namanya 'muhadhoroh', yang tentunya bagi santri ini tidak asing lagi, dimana para santri akan dilatih supaya nantinya bisa mahir berbicara di depan umum, biasanya ini identik dengan ceramah 3 bahasa. 

Namun di pondok kami, kegiatan muhadhoroh ini, terlihat seperti acara-acara sebagaimana yang sering kita lihat, dibuka dengan pembacaan qalam illahi beserta syarih tilawahlah, kemudian masuk acara inti yaitu ceramah tiga bahasa seperti pondok-pondok lainnya.

Nah yang unik dan bedanya, kita juga bisa menampilkan drama atau teater, puisi berantai, serta nasyid atau qasidah, kemudian sering kali ditambahkan dengan komedi iklan atau kreasi santri berdasarkan daerah mereka masing-masing, lantas ditutup dengan penilaian dari para guru, pengasuh serta ustadz dan ustadzah dengan kritik dan saran.

Yang biasanya akan ditampilkan oleh tiap-tiap kelas, dimana setiap kelas akan berurutan menampilkan kreativitasnya sesuai dengan jadwal masing-masing kelas. Bagi yang santri lama, ini juga bisa disebut sebagai ajang pencarian ade baru atau kakak baru.

Kalian tahu istilah 'kadek'? Adalah kakak adek angkat kepanjangannya. Jika kalian belum tahu. Ini adalah cerita tentang kadek. Atau lebih tepatnya lagi, aku hanya akan bercerita tentang kadek diantara sekian banyaknya peristiwa yang terjadi di pondok. Baiklah, mari kita mulai cerita kadek menurutku.

Di dunia sekarang ini, arus globalisasi terus berkembang pesat, dan tentu saja sangat berpengaruh bagi manusia. Jika dulu, kita hanya mengenal istilah 'kakel' (kakak kelas) atau 'adekel' (adek kelas). Hanya bisa mengaguminya diam-diam, dan hanya bisa melihatnya sedang bercanda ria dengan teman-temannya dari jarak jauh.

Sekarang sudah canggih, kita bisa segera langsung memberitahukan kekaguman yang diam-diam itu secara terang-terangan dengan bilang ke teman dekat si adek atau si kakak ini, kalau kita nge-fans sama dia. 

Dan seiring berjalannya waktu, rasa kagum ini bisa berubah menjadi rasa sayang. Jikalau betul yang tadinya itu memang udah sayang ke dia. Si kakak akan peka dan bisa sesegera mungkin meresmikan hubungan mereka dengan dengan kata 'kadek'. Dan tentu saja hubungan yang seperti ini bisa jadi hanya temporer. Karena kesibukan santri untuk belajar dan menghafal yang semakin hari kian banyak.

Ditahun pertama aku mondok, baru juga dua pekan, ternyata udah ada yang nge-fans ke aku. Sebutlah CJ namanya, dia anak kelas 9 SMP. Dan tidak hanya dia ternyata, teman-teman sekelasnya juga rata-rata nge-fans ke aku.

Pekan depannya, kelasku mendapatkan undian paling awal untuk menampilkan muhadhoroh di tahun ajaran baru itu. Semuanya harus bisa ambil bagian dalam kegiatan ini, karena ini adalah kegiatan ekstrakurikuler. Aku sih nggak tau mau ambil menjadi bagian apa dalam muhadhoroh ini.

 Tapi aku adalah pembelajar yang baik, aku selalu menonton acara tv di salah satu stasiun tv yang sedang top waktu itu (Stand Up Comedy Indonesia) sebelum menjelang tidur di rumah, dan ditahun terakhirku di SMP, beberapa teman-temanku terlihat saling menunjukkan bakat mereka dengan sekedar meniru-niru lawakan yang dibawa oleh setiap peserta komedian itu di depan kelas di kala istirahat.

Tentu saja ada yang sampai berani tampil saat acara perpisahan kami. Aku mencatat hal ini baik-baik dalam hidupku.

Tiba masa muhadroh itu, aku bilang ke teman-teman, kalau aku akan mengambil bagian untuk melawak tunggal dengan berdiri di atas panggung atau lebih tepatnya lagi stand up comedy. Maka akulah yang pertama kali membuat sejarah stand up comedy ala santri di panggung muhadhoroh pondok itu. Kerenkan...

Dan benar saja, lepas malam itu, hingga sebulan duabulan kedepan, makin tambah pula yang nge-fans ke aku. Selanjutnya ada sebutlah N3 namanya, anak kelas 8 SMP yang nge-fans ke aku setelah melihat langsung penampilanku malam itu. Juga teman-teman sekelasnya, yang malu-malu menatapku setiap kali hendak bertemu denganku di masjid. 

Ada juga kakak kelas 12 MA sebutlah namanya FR yang dengan gamblangnya memberikan perhatian padaku disaat aku sedang lewat atau melintas depan asrama, tak kalah pula teman-temannya yang ingin memberikan perhatian, padahal waktu itu aku sedang baik-baik saja, tak ada luka atau goresan di diriku ini. Yang ada malah, kemana dan kepada siapa tempat aku harus menumpahkan semua yang ada di dalam hati dan pikiran ini, lebih tepatnya lagi curhat.

Jadilah setelah itu, aku mendapatkan sahabat terbaik, nama mereka sebutlah adalah NHH dan SHG, mereka ini bukan sekelas denganku, mereka adalah anak kelas 9 SMP (teman sekelasnya CJ), tapi diatas segalanya mereka sangat menghargaiku dan bisa menerima kehadiranku dengan baik, maka terbentuklah nama 'Nhufhida10' sebagai simbol dari persahabatan kita bertiga.

Waktu pun terus berlalu, hingga akhirnya mereka berdua lulus dengan nilai terbaik, yang hanya beda beberapa angka saja. Aku sangat senang mendengar hal ini, dan tentu saja mereka berdua akan melanjutkan sekolahnya di MA pondok ini juga, yang membuatku lebih senang lagi.

Ditahun kedua aku mondok, NHH dan SHG sudah naik kelas 10 MA, yang pastinya ada teman lama mereka yang tetap lanjut di situ, dan ada teman baru lagi dari SMP luar, persahabatan kami pun sebenarnya tetap ada, tapi terasa seperti singkat. Karena kesibukan-kesibukan yang terus bertambah, dan suasana pondok yang terus berubah.

Aku tetap menjadi diriku sendiri sebagaimana saat aku berani melangkahkan kedua kaki seorang diri di atas panggung muhadhoroh itu, melawak tunggal di atas sana. Masih belum ada kelas lain yang berani mengikuti tradisi kelasku ini, selalu disisipkan stand up comedy ditengah atau diakhir rangkaian acaranya. 

Hingga pada pertengahan tahun, mulai ada lagi yang nge-fans ke aku. Adalah anak kelas 7 SMP, sebutlah NK namanya, bersaing dengan teman-teman sekelasnya untuk bisa mencari-cari perhatian dariku. Alih-alih tentang 'kadek' juga sudah sampai di telinga mereka yang masih terhitung santri baru ini. Berbicara soal itu, bukannya nggak peka, tapi aku nggak mau ambil pusing.

Beberapa bulan lagi penghujung tahun kedua ini, aku malah bersahabat lagi dengan anak-anak kelas 8 SMP (bukan angkatannya N3, dianya itu sudah kelas 9). Nama persahabatan mereka sudah ada. Adalah Nine Saranghae namanya, atau masing-masing dari personil mereka sering aku panggil dengan panggilan 'saudari' kemudian di tambahkan nama mereka sendiri. 

Mereka menerima kehadiranku dengan tangan terbuka dan di atas segalanya mereka telah mengajarkanku sesuatu yang tak pernah aku dapatkan dari siapapun sebelumnya. Tapi persahabatan mereka ini sempat retak dan akhirnya berganti nama menjadi Ghostlintas diakhir bulan tahun kedua ku ini.

Ditahun ketiga aku mondok, aku sudah menjadi kelas ujian, dan harus selalu terjaga mental dan fisiknya agar tidak jatuh sakit, supaya bisa mengikuti ujian tryout dan ujian akhir dengan baik. Tapi manusia hanya bisa merencanakan, dan pastinya Allah lah yang menentukan.

Tahun dimana bertepatan dengan POSPENAS VIII, yang membuat teman-teman sekelasku bersikeras untuk bisa ikut lomba seperti ini, karena sebentar lagi kami akan lulus dari pondok, jadi alangkah indahnya jika bisa mengikuti beberapa cabang lomba itu, minimal supaya ada kenangannya lah, meskipun nggak dapat juara. Aku pun akhirnya dipilih sebagai utusan pondok, di cabang lomba stand up comedy. Dan alhamdulillah dapat juara 2 ditingkat pospeda.

Mengetahui hal ini, santri lama sebenarnya sudah biasa mendengar lawakan-lawakan pamungkas yang biasa di bawa olehku itu di panggung muhadhoroh. Tapi tidak lagi bagi santri baru, rasa penasaran mereka mengalahkan egonya. 

Karena kelasku ini sudah kelas ujian, jadi wajar saja jika tidak lagi mendapatkan undian untuk tampil di panggung muhadhroh itu, dan hanya punya tiket menonton disetiap malam akhir pekan itu. 

Mempersiapkan diri dengan belajar jauh-jauh hari sebelum ujian adalah pilihan yang tepat, begitulah alasannya kenapa kami tidak tampil lagi di panggung muhadhoroh itu.

Dan tentu saja, meskipun sudah tidak lagi tampil di panggung muhadroh, itu bukan alasan yang tepat bagi beberapa santri baru untuk tidak nge-fans ke aku. 

Adalah sebutlah WN namanya, anak kelas 10 MA (salah satu santri baru diangkatannya N3), yang baginya melihatku itu sama seperti melihat artis komedian lainnya di tv, tapi bedanya yang ini memang dilihatnya secara langsung.

Teman-teman sekelasnya yang masih tergolong santri baru pun ikut-ikutan nge-fans ke aku. Berbeda dengan N3 yang sudah tergolong santri lama, dia juga sudah menjadi dirinya sendiri, dan diatas segalanya dia telah menjadi bagian dari Ghostlintas dan sering disebut manager (uhh gaya betul dah, wkwk) . Jadi kita sudah bisa berteman baik. 

Kemudian ada lagi santri baru yang nge-fans ke aku, yang ini adalah anak kelas 7 SMP (bukan angkatannya NK, dianya itu udah kelas 8), adalah sebutlah FM namanya. Dia telah menjadi bagian dari Hidayatullah sejak usianya masih 5 tahun, karena dia belajar di TK dan SD Hidayatullah dari kecil. 

Baginya jika melihatku itu sama seperti melihat Ibunya di rumah, karena aku mirip dengan Ibunya, bukan dengan lawakan itu, tapi dengan kepribadianku yang memiliki hati nurani paling jernih sejernih air sungai dan setegar batu karang di dasar samudera juga keberanian yang amat besar, pun jika dijumlahkan seluruh keberanian para santri, tidak akan mampu untuk menandinginya.

Aku lulus dengan baik, meskipun ujian akhir itu tak pernah terjadi, karena manusia hanya bisa merencanakan tapi Allah lah yang menentukan. Dan sampai pada penghujung tahun terakhir, aku tetap tak kunjung bisa, meresmikan sebuah hubungan yang namanya 'kadek' itu, padahal apa susahnya tinggal pilih saja diantara sekian banyaknya yang nge-fans ke aku itu.

Tapi bagiku letak masalahnya bukan disitu, sederhana saja bagiku, agar aku memperoleh pelajaran atau hikmah dari hari-hari yang yang telah kita jalani di pondok itu, sesuai dengan kata yang tertera di papan nama pondok itu "Al-Hikmah". 

Dan diatas segalanya aku tahu satu hal, bahwa menyayangi tak harus memiliki. Kalian tahu kenapa mereka begitu antusias mengagumiku? Itu karena aku memiliki senyuman yang mungkin jarang dimiliki oleh orang lain, yaitu senyuman dengan dua gingsul, berpadu dengan bibir yang selalu merah meskipun tak pernah dipolesi liptin sekalipun. Kayak vampir aja! Hahaha...

Sekian.

Selamat Hari Santri Nasional 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun