***
Mobil warna kuning menyala. Di kemasannya terdapat logo banteng kuning lagi menyeruduk. Mobil remote control itu berdiam di ronjotan dagangan Lik Karso bersama sisa sedikit jakrakan yang ada disana. Tadi malam dia paksa belikan uang hasil dagangannya itu di toko mainan di kota, selepas adzan isya berkumandang.
Karena tak cukup waktu mengayuh pulang dari kota ke desa, tadi malam dia putuskan untuk berhenti di musholla pinggir jalan dan bermalam disana. Usai jamaah sholat subuh Lik Karso kembali melanjutkan perjalanan pulang.
Saat sepeda tuanya dikayuh melewati hamparan tambak ikan di pinggir jalan, burung-burung air memulai jam biologisnya. Mencari makan saat pagi hari dan mereka akan kembali pulang pada petang hari. Namun yang dilakukan Lik Karso adalah keterbalikan dari mereka. Lik Karso malah pulang saat mereka mulai aktif mencari makan.
Di ujung matanya, seekor dara laut terlihat terbang menukik menceburkan paruhnya terlebih dahulu masuk air. Sebelumnya ia cuma terbang berputar-putar di atas tambak. Dan kini seekor mujair kecil terjepit di paruh runcingnya. Karso senyam-senyum melihatnya.
Habis sudah yang hasil jualan kemarin ditukar dengan sebuah mobil remot control. Jarak 20 kilometer harus Lik Karso tebus untuk kembali ke rumah. Sebagai gantinya, bayangan wajah si Tole meloncat kegirangan membuka mainan yang ia bawakan.
Di depan tambak ikan itu ada gubuk miring. Kedai es campur langganan Karso. Kalau lagi punya uang dia sempatkan mampir sebentar untuk istirahat sambil minum es campur.
Jakunnya naik turun. Menenggak ludah nya sendiri. Cak pur penjual es campur itu pun berteriak. "Mampir dulu cak, sini!"
Lik karso cuma melengos. Tahu isi dompetnya sekarang cuma tinggal angin. Tak perduli nanti keluarganya makan apa.
"Persetan. bebek, ayam, kadal, pun Dara laut di depanku ini. Mereka tak punya profesi tapi toh masih bisa makan"
Bungah, 5 September 2018