Mohon tunggu...
Evan Seftian Muzaki
Evan Seftian Muzaki Mohon Tunggu... Guru - Pena Wong Cilik

Manusia Paling Biasa-Biasa Saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Hari Kartini: Jadilah Terang di Tengah Kegelapan (Kritik Ketidaksetaraan Gender)

21 April 2020   15:30 Diperbarui: 21 April 2020   20:04 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribute to : penerbitmedia.com

Secara naluriah, manusia memang menyukai simbol dan tanda yang mengingatkan mereka terhadap suatu hal. Salah satunya adalah dengan menggunakan tanggal-tanggal sebagai pengingat sesuatu yang dianggap berharga dalam sejarah umat manusia.

Entah itu peristiwa besar, kelahiran seorang tokoh besar ataupun kejadian lainya di masa lampau tertata rapi di barisan angka-angka yang ada di kalender kita. Peringatan hari Kartini menjadi salah satunya, diperingati setiap tanggal 21 April yang bertujuan untuk memberikan rasa hormat kepada salah satu tokoh yang telah berkontribusi besar dalam pergerakan perempuan-perempuan Indonesia.

Kartini menjadi sosok yang paling diingat oleh masyarakat kita meskipun sebenarnya banyak tokoh perempuan lain seperti Dewi Sartika, Cut Nyak Dien dan lainya yang pemikiranya juga perlu diteladani oleh perempuan Indonesia pada masa kini.

Kebesaran nama Kartini sehingga menjadi tokoh perempuan yang hari lahirnya diperingati setiap tahun tak lepas dari karyanya yang berjudul "Habis gelap terbitlah terang". Meskipun sebenarnya karya tersebut berisi tentang surat-suratnya yang setelah Kartini wafat dibukukan oleh J.H. Abendanon.

Setiap tanggal 21 April, kalimat "Habis gelap terbitlah terang" selalu menjadi kalimat wajib yang tersemat disamping foto R A Kartini yang dibagikan ke semua media sosial ataupun surat kabar sebagai bentuk penghormatan kita kepada beliau.

Wajar saja hal itu dilakukan, tetapi apakah peringatan hari Kartini hanya kita peringati sebatas dengan cara share gambar dan berdandan ala Kartini saja?. Sudahkah perempuan Indonesia masa kini benar-benar meneladani pemikiran dari Kartini?

Jika kita tahu bahwa kartini adalah sosok perempuan yang gencar menolak bayang-bayang budaya patriarki dengan sebenar-benarnya perjuangan, apakah cita-cita Kartini tersebut sudah benar terwujud dengan diperingati hari lahirnya setiap tahun?.

Jika kita berbicara Kartini maka kita juga berbicara tentang kesetaraan gender yang sampai saat ini masih menjadi polemik didalam kehidupan kita sehari-hari. Secara sosiologis setidaknya ada 4 macam ketidakadilan gender yang terjadi pada masyarakat kita, yakni sub ordinasi, stereotipe, beban ganda dan marjinalisasi.

Sebuah hal yang tidak sepatutnya ada jika kita benar-benar memperingati hari Kartini setiap tahunnya. Apakah kita sudah benar-benar memperingati hari Kartini jika pandangan-pandangan yang sudah melemahkan posisi perempuan masih melekat pada pikiran masyarajat kita

"Pekerjaan perempuan hanya ada di dapur, perempuan tak cocok menjadi pemimpin, laki-laki mempunyai kecerdasan yang lebih daripada perempuan" merupakan beberapa dari banyaknya anggapan yang sejak awal sudah memarjinalkan posisi perempuan dan melanggengkan penindasan budaya patriarki.

Perempuan ditindas bukan hanya karena berbeda dengan laki-laki, tetapi mereka juga dikendalikan, disubordinasi, dan dimanfaatkan dengan dalil bahwa perempuan adalah makhluk lemah yang hanya bisa berperan di belakang laki-laki.

Ketidaksetaraan gender bisa kita lihat dari terbaginya 2 jenis pekerjaan pada masyarakat kita, yaitu ranah privat/domestik dan ranah publik. Perempuan diberi tanggung jawab terutama untuk bekerja diranah domestik seperti ibu rumah tangga yang hanya bertugas mengurusi dapur, mengurus anak dan lain sebagainya.

Sedangkan laki-laki mempunyai ruang yang cenderung lebih luas kepada lingkungan publik yang memungkinkan mereka menjadi seperti apapun yang dia mau.

Oleh karena itu, jika pandangan-pandangan seperti itu masih terkontruksi dalam masyarakat kita, maka saya rasa peringatan hari Kartini setiap tahun hanya sebuah formalitas saja.

Tanpa dibarengi dengan pergerakan nyata dari perempuan-perempuan indonesia, hari Kartini akan terus menjadi hari dimana hanya tersebarnya foto-foto Kartini di media sosial tanpa ada teladan apapun yang bisa dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari.

Perempuan-perempuan Indonesia saya rasa tak perlu menunggu gelap usai untuk mendapatkan sesuatu yang terang. Lebih dari itu perempuan Indonesia perlu menjadi sesuatu yang terang ditengah kegelapan, menjadi perempuan yang bisa memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya untuk kepentingan umat manusia tanpa ada bayang-bayang kuasa kaum laki-laki.

Dengan menjadi terang ditengah kegelapan, perempuan Indonesia bisa menjadi ikut andil di garda terdepan dalam memecahkan semua masalah yang ada pada bangsa kita.

Dengan begitu pula perempuan Indonesia sudah benar-benar meneladani sosok R A Kartini dan sudah memperigati hari lahir Kartini dengan sebenar-benarnya. Karena sejatinya Kartini bukan mewariskan abu, tetapi mewariskan api perjuangan yang patut untuk dilanjutkan oleh perempuan Indonesia.

Laki-laki dan perempuan memang tak sama, tapi SETARA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun