Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penjelasan Hasud, Riya, Ujub, Takabur dalam Kitab Bidayatul Hidayah

18 Mei 2020   17:12 Diperbarui: 18 Mei 2020   18:31 35953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bibit kejelekan yaitu hasud (iri hati), riya (beramal karena manusia), dan Ujub (menganggap dirinya hebat). Maka kita harus bersungguh-sungguh membersihkan hati kita dari sifat-sifat itu. 

Demikian disampaikan oleh KH. Subhan Makmun dalam penjelasan Kitab Bidayatul Hidayah pada saat pengajian ramadhan di Ponpes Assalafiyah Luwungragi Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes, Senin (18/05/2020).

Terkait Hasud, Riya, Ujub, Takabur Kyai subhan menjelaskan, Hasud itu cabang dari asy-syukh (pelit yang sangat), sebab orang yang pelit itu pelit terhadap apa yang ia miliki terhadap orang lain, sedang Asy syakhih adalah orang yang pelit dengan nikmat Allah yang berada dalam kekuasaan Allah bukan dalam kekuasaannya atas orang lain.

Maksudnya, Hasud adalah orang yang merasa berat ketika orang lain mendapatkan nikmat dari Allah baik berupa ilmu atau harta atau dicintai orang banyak atau bagian-bagian baik lainnya hingga merasa senang terlepasnya nikmat tersebut dari orang itu walaupun ia tidak akan mendapatkan sesuatu dari hilangnya nikmat tersebut.

Hasud itu menggerakkan lima hal :

Pertama, Rusaknya semangat ta'at kepada Allah swt. Kedua, Melakukan maksiat dan kejelekan.Ketiga, Rasa cape dan mendapat kesusahan. Keempat, Butanya hati nurani. Kelima adalah Terhalang dan tidak akan mendapatkan apa yang diharapkannya.

Dokpri
Dokpri
Riya (Beramal karena manusia)

Riya itu termasuk Syirik Khofi, riya adalah mencari tempat tinggi di hati para manusia agar mendapat pangkat dan keagungan. Cinta pangkat itu menuruti hawa nafsu dan kebanyakan orang rusak dengan ini, orang yang banyak ilmunya, banyak ibadahnya dan yang membangkitkannya adalah agar di lihat oleh orang-orang maka itu bisa melebur amal.

Ada orang yang sregep ibadah, terus ngarep-ngarep zakate itu bagian dari riya, termasuk misalnya bagi-bagi amalan dengan memberikan wirid, kemudian diminta mahar, seolah-olah itu amalan yang sakti mandraguna, bayar maharnya, itu juga bagian dari riya, termasuk mereka yang haji kemudian tidak dipanggil haji lalu sewot atau jengkelan lalu, Qori jika tidak salaman cium, maca alquran dengan tujuan dapat sesuatu itu juga bagian riya, sehingga tergantung keikhlasan seseorang.

Ikhlas itu bukan hanya ucapan dimulut saja,  tapi mereka yang melakukan tindakan atau perbuatan yang nyata dan tidak ingin pamrih mendapatkan sesuatu. Ikhlas paling susah.

Riya itu banyak sekali macamnya dan dikumpulkan dalam lima macam yaitu :

Pertama, Riya dalam beragama dengan badan seperti badan ceking, agar dikatakan orang banyak puasa atau sedikit makan, atau badan terlihat kuning loyo agar terlihat oleh orang bahwa ia banyak begadang ibadah di malam hari, atau badan semrawut agar kelihatan ia banyak susah memikirkan dalam agama.

Kedua, Riya dalam tingkah laku dan pakaian seperti menundukkan kepala saat berjalan, lamban dalam bergerak, menampakkan bekas sujud, memakai pakaian yang tambalan, memakai pakaian yang kotor.

Ketiga, Riya dengan ucapan seperti bekata dengan kata-kata hikmah, banyak dzikir di hadapan manusia, amar am'ruf nahi mungkar dihadapan manusia, menampakkan kemarahan terhadap kemungkaran di hadapan manusia, dan menampakkan kegelisahan terhadap orang-orang yang maksiat, menampakkan suara lemah saat bicara, membaca al-quran dengan suara merintih di hadapan orang agar terlihat takut kepada Allah, dan sedih.

Keempat, Riya dengan Perbuatan seperti ketika sholat lama dalam berdiri, ruku dan sujud, tidak menoleh dan menampakkan kelihatannya tenang, menyempurnakan kedua kaki dan kedua tangan juga dalam puasa, haji, sedekah dan memberi makanan.

Kelima, Riya terhadap teman-teman, para pengunjung, teman kumpulan seperti mengunjungi orang alaim, ahli ibadah atau penguasa atau raja dan sebawahnya atau pekerja sultan agar dikatakan ia mengambil berkah dari mereka sebab ia mempunyai derajat tinggi dalam agama, dan banyak menuturkan para syekh agar dianggap bahwa ia banyak bertemu para syekh dan mengambil ilmu dari mereka dan membanggakan syekh-syekh itu.

Terkait Ujub, sombong dan merasa benar.

Ujub, sombong, dan merasa dirinya besar itu adalah penyakit yang sulit, yaitu melihat dirinya itu besar dan agung sedangkan melihat orang lain dengan mata rendah dan hina, dan bentuk buahnya adalah mengatakan sayalah...sayalah sebagaimana yang diucapkan iblis saya lebih baik daripada Adam, aku diciptakan dari api sedangkan ia dari tanah.

Walaupun dihati merasa mumpuni dan orang lain hina, itu sudah masuk kategori ujub, sehingga enggan untuk duduk dengan orang miskin, merasa dirinya kaya, lalu saat orang miskin ini dihajikan, kemudian merasa jadi orang hebat atau berpengaruh lalu dengan semena-mena memarahinya.

Orang sombong adalah orang yang jika di nasehati menolaknya, jika menasehati maka bicara dengan keras dan jika ada yang tidak sesuai dengannya maka marah, jika mengajarkan ilmu maka tidak kasih sayang terhadap muridnya merendahkannya membentak-bentaknya melihat kepada orang umum seperti melihat keledai yaitu menganggapnya bodoh dan hina.

Dalam diskusi, jika pendapat seseorang tidak diterima maka itu berarti orangnya punya sifat ujub, biasanya kyai dan santri maka pendapat kyai dianggap segalanya benar, santri tinggal melaksanakan, ini bagian dari ujub, meatinya rembugan dan dikasih alternatif lalu di musyawarahkan secara mufakat. Termasuk dalam Bahtsul Masail terkadang juga bisa terjadi, merasa pinter terus pendapatnya tidak di rewes, lalu sewot, ini bisa merusak amaliyahnya. 

Takabur 

Kemana-mana ingin disanjung-sanjung, itu bagian penyakit hati, jika memandang seseorang karena harta, pangkat, derajat itu bagian dari sifat takabur.  Belum tentu mereka yang naik sepeda onthel dihadapan manusia dianggap jelek, ternyata di hadapan Allah SWT itu lebih baik, karena tidak banyak melakukan maksiat atau perbuatan yang buruk. 

Orang yang selamat itu, hilangkan sifat penyakit hati dan jangan takabur dan tidak memandang seseorang itu remeh, mereka memandang dengan seorang anak kecil itu tidak pernah maksiat, maka orang dewasa pun menghormati anak kecil karena lebih baik daripada aku yang sudah dewasa karena telah melakukan maksiat. Jangan memandang orang itu bodoh, dan merasa anda itu pinter dan kuat lalu tidak tahu menahu melakukan tindakan yang tidak menghargainya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun