Sisi yang lain, ada penghambat fiskal, dimana rendahnya penerimaan perpanjakan, Infrastruktur yang ada belum memadai, termasuk konektivitas, belum lagi sumber daya manusia juga menjadi kendala kentara.
Jurus Omnibus Law
Hadirnya Omnibus Law pada RUU Cipta Kerja bagi Pemerintah agar dapat meningkatkan realisasi investasi dan mengurangi gap yang kentara dari masalah yang ada diatas, dan bagaimana mencapai target tahun 2045 menjadi negara yang berdaulat, maju, adil dan makmur.
Berbagai negara di dunia, telah banyak menggunakan omnibus law dan dianggap berhasil, sehingga Pemerintah Indonesia ingin menerapkan konsep omnibus law untuk pencapaian target tahun 2045. Omnibus Law ini diharapkan memperbaiki regulasi dinegara kita dalam rangka penciptaan lapangan kerja serta meningkatan iklim dan daya saing investasi.
Manfaat bagi pemerintah menerapkan Omnibus Law pertama adalah dianggap hiper regulasi, sehingga perlu dipangkas, disederhanakan, diselaraskan, caranya penataan regulasi karena banyaknya regulasi yang tumpang tindih antara PUU, tidak efisien proses perubahan/pencabutan PUU, dan menghilangkan ego sektoral.
Secara naskah Akademik di Draft RUU Cipta Kerja bahwa semua Kementrian dan Lembaga sudah sepakat tentang RUU Cipta Kerja, Proses Penyelarasan naskah akademik ada di Kemen Hukum dan HAM, termasuk pengharmonisasi RUU karena disana banyak pakar hukum, dan sudah sesuai dengan Tusinya untuk menyusun sebuah rancangan undang-undang yang memiliki dampak luas dan bisa dipakai sebagai penguat sistem mewujudkan target 2045. Lalu Pemerintah telah selesai dan draft sudah diserahkan ke Legislator untuk segera di prioritaskan menjadi produk UU Cipta Kerja.
Dinamika Positip dan Negatif Omnibus Law
Dinamisasi Pro dan Kontra mulai bermunculan setelah RUU diserahkan ke Legislator untuk dibahas, ada yang menilai RUU Cipta kerja ini telah mencederai persoalan ketenaga kerjaan dan mereka yang berdampak langsung merasa dirugikan. Hal tersebut disebutkan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan 9 alasan untuk menolak draf tersebut, dianggap Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Ombibus Law Cipta yang diserahkan Pemerintah kepada DPR telah mereduksi kesejahteraan buruh, bukan perlindungan, demikian disampaikan oleh Presiden KSPI Said Iqbal yang dilangsir di katadata.co.id.
Dia mengatakan, Ada 9 alasan antara lain, hilangnya ketentuan upah minimum di Kab/kota, Masalah aturan pesangon yang kualitasnya dianggap menurun dan tanpa kepastian, Omnibus akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas, awalnya di UU itu outsourching berupa ke core business. Sangsi pidana bagi perusahaan yang melanggar dihapuskan, kelimat aturan mengenai jam kerja yang dainggap eksploitatif, karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap, penggunaan tenaga kerja asing (TKA) termasuk buruh kasar yang bebas, PHK yang dipermudah dan terakhir hilangnya jaminan sosial bagi buruh khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.
Sementara peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Aqil Oktaryal yang ditulis dalam Kolom.Tempo.co menjelaskan intisari dari tulisannya, bahwa omnibus law berpotensi mengabaikan ketentuan formal pembentukan undang-undang, omnibus mempersempit keterbukaan dan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang. Omnibus juga menambah beban regulasi jika gagal diterapkan. Jika hanya akan mengancam dan mencederai prinsi-prinsip demokratis, sebaiknya nilai tersebut ditiadakan sama sekali.
Namun sisi positip juga diutarakan, disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada publish di portal CNBC Indonesia, disebutkan bahwa banyak dampak positip dari rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang akan dibahas di DPR RUU ini tak hanya berimplikasi apda sektor ketenagakerjaan tapi juga kemudahan berusaha sehingga tercipta Penciptaan Lapangan Kerja baru bagi Masyarakat.