Dirilis di kompas.com bahwa Rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku 3-4 kali per minggu, dengan durasi waktu membaca per hari rata-rata 30-59 menit. Sedangkan, jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku.
Hal itu diungkapkan, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK)  Puan Maharani di gedung  Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin (26/3/2018).
"Itu berdasarkan hasil penelitian  perpustakaan nasional tahun 2017," kata Puan.
Hasil penelitian itu pun menunjukkan bahwa minat baca masyarakat masih rendah dan perlu ditingkatkan. Caranya, dengan memfasilitasi kebutuhan buku masyarakat.
Perlu Gerakan Gemar Membaca
Apa yang disampaikan oleh Puan Maharani terkait minat baca masyarakat Indonesia, ini artinya kab/kota harus mulai berbenah, keberadaan Dinas Arsip dan Perpustakaan memiliki peran yang strategis.
Bagaimana akan maksimal, jika fasilitas kebutuhan buku masyarakat kurang, mobil perpustakaan dalam kondisi mesin lama, saat melayani warga atau anak-anak dalam membaca mengalami kerusakan karena medan alam yang tidak memungkinkan jika dilalui, belum lagi fasilitas perpustakaan yang masih belum memadai.Â
Selain itu, para relawan TBM atau taman baca masyarakat juga belum ditumbuhkan, sisi yang lain jika ada warga yang berminat untuk mengakses bantuan buku gratis sangat susah, disisi yang lain, animo warga untuk datang dan mau pinjam buku juga rendah apalagi mau beli buku bacaan di toko buku atau buku bekas.Â
Saat mahasiswa era 90an, beli buku bekas atau baru sepertinya wajib, mahasiswa diminta untuk mencari referensi buku baru di kampusnya atau kampus orang lain.
Bahkan saat itu penulis harus pergi ke perpustakaan kampus negeri untuk mencari referensi skripai, pustaka ilmu sesuai dengan judul dan harus disediakan saat ujian skripsi, semua referensi sudah disiapkan.Â
Sebulan kurang lebih 5 sampai dengan 10 buku penulis beli, dengan harapan menjadi koleksi pustaka nantinya dan bisa dibaca sewaktu-waktu saat sedang santai, tiap jam kosong mata kuliah.
Hanya ada dua referensi untuk rilex yakni di sekretariat kegiatan mahasiswa dan di perpustakaan, maklum saat itu belum ada handphone, media komunikasi yang efektif lewat telpon koin, telpon kabel, termasuk surat lewat kantor pos.Â
Wajar saja saat pulang, ratusan buku harus di bawa pulang dan menjadi koleksi pribadi dirumah, namun sangat berbeda dengan dunia remaja sekarang.
Dengan munculnya intenet, semua akses bisa dilakukan dimana pun tanpa batas, beli buku nanti membandingkan dengan qouta internet, cukup unduh dan dibaca dimanapun, menjadikan kemudahan seseorang dalam mengakses pustaka library.Â
Hanya saja kegemaran untuk membaca unduhan file apabila ada kebutuhan, sepertinya kalau tidak butuh sekali, mereka enggan untuk membaca rutin.Â
Ambil contoh saja walaupun bisa diakses lewat handphone, masyarakat cenderung untuk membaca berita ataupun koleksi buku-buku baru sangatlah berbeda dibandingkan dengan bermain game atau informasi di media sosial.Â
Keberadaan perpustakaan dibeberapa kab/kota pun cenderung stagnan untuk animo kedatangannya, mestinya saat menjadi pelajar atau mahasiswa, harus rutin membaca di layanan perpustakaan baik di sekolah, pondok pesantren, kampus maupun lainnya. Motivasi membaca memang harus ditumbuhkan dan disuarakan rutin dan harus memberikan contoh.Â
Bagi sahabat yang sudah punya TBM di lingkungan sekitarnya, apresiasi buat anda, karena lewat pengabdian anda inilah bukti kenaikan minat baca penduduk, termasuk bagaimana peran masjid dan musholla agar ada perpustakaan buku yang memadai, ini menjadi PR bagi kab/kota untuk merancang sebuah gerakan masyarakat untuk gemar membaca.Â
Ukuran dari Perpustakaan nasional adalah 2 persen dari populasi penduduk mereka yang gemar membaca. Bagaimana dengan daerah anda.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H