Anies Baswedan dan Sandiaga Uno diusung para pesohor Orde Baru. Jika banyak yang rindu pada Orba, sedikit kenangan saja di masa itu berani berbeda pendapat dengan pemerintah peluru dari petrus (penembak misterius) melayang. Orang di Jakarta mungkin tidak terasa, tapi di luar Jakarta tanah-tanah petani direbut dengan harga murah untuk dijadikan resort atau lapangan golf. Misalnya kisah dari warga Bantul yang bercerita tanah para tetangganya hanya dibeli 800 rupiah/m2, secara paksa oleh antek Orba. Kemudian dijual lagi kepada pengembang 10 kali lipat lebih mahal. Akibatnya sekitar 40an tetangganya meninggal dalam waktu berdekatan karena depresi berat.
Beberapa pesohor Orba itu misalnya sebut saja pangeran Cendana, Tommy Soeharto, kemudian Prabowo Subianto mantan kakak ipar Tommy. Lalu ada Alex Asmasoebrata, kawan Tommy sesama pebalap. Nama-nama tersebut sudah pasti bukan wajah relijius Islam, apalagi tokoh agama. Prabowo, datang dari keluarga dengan berbagai agama. Ibunya Kristen Protestan, adiknya Hasyim, juga Protestan, kakaknya beragama Katolik (https://beritamanado.com/prabowo-seorang-haji-saya-protestan-dan-kakak-kami-katolik/). Sehingga sungguh disayangkan Prabowo membiarkan narasi bahwa Kristen adalah kafir, tidak peduli itu menyakiti hati keluarga besarnya. Alex Asmasoebrata juga mendadak saja berpenampilan relijius. Sebelumnya ia dikenal sebagai pebalap dengan kehidupan mewah, dia juga tidak melarang anak perempuannya, Alexandra Soebrata di foto majalah pria dewasa.
Mereka membela Anies-Sandi bukan untuk kepentingan orang banyak, tapi untuk kepentingan mereka sendiri. Apa saja kepentingan mereka? Salah satunya sudah tentu kekuasaan dan kekayaan. Ketiganya adalah orang yang selalu hidup mewah dengan melalui kekuasaan. Untuk semakin menajamkan argumentasi ini mari kita simak dosa-dosa ketiga pendukung Anies-Sandi ini.
I. TOMMY SOEHARTO
Daftar Dosa yang pernah di perbuat :
- Tommy Soeharto terbukti melakukan persekongkolan atas kasus tukar guling tanah Bulog dengan PT Goro Batara Sakti. tanah Bulog seluas 50 hektare berikut 120 unit gudang di atasnya di daerah Kelapa Gading, yang ditukar dengan 71 hektare tanah di Marunda. Saham Goro dimiliki Bulog (15%), koperasi (45%), dan Tommy (40%). Goro berjanji membangun lima rumah dinas Bulog di Rawa Domba dan kantor Dolog. Tapi sebagian besar tanah 71 hektare yang dijanjikan belum dibebaskan Goro karena tidak ada dana. Padahal, Goro masih harus membangun rumah. Akhirnya terjadi kongkalikong antara Kabulog Beddu Amang dan Tommy. Kabulog memberikan jaminan deposito Rp 23 miliar milik Bulog kepada Bank Bukopin, supaya Goro diberi kredit Rp 20 miliar. Kasus ini dipersoalkan setelah Soeharto tumbang dari kursi Kepresidenan. Atas kassus ini pula Tommy Soeharto membayar orang untuk membunuh Syafiuddin Kartasasmita Ketua Hakim Agung yang menvonis Tommy dengan pidana kurungan 18 bulan penjara, ganti rugi Rp 30 miliar, denda Rp 10 juta subsider tiga bulan kurungan.[1]
- Tommy Soeharto menjadi dalang dari pembunuhan Ketua Muda Bidang Hukum Pidana Mahkamah Agung (MA) Syafiuddin Kartasasmita pada Kamis pagi 26 juli 2001lalu.[2]Tommy terbukti mendalangi pembunuhan Syafiuddin setelah kepolisian melalui Tim Cobra yang dipimpin langsung Tito Karnavian berhasil menangkap dua orang pelaku pembunuhan bernama Mulawarman dan Noval. Keduanya telah mengakui bahwa perbuatan yang dilakukannya itu atas instruksi Tommy Soeharto dengan imbalan 100 juta rupiah.
- Tommy Soeharto disebut menerima suap sebesar US$ 20 juta dan mobil mewah dalam kasus Rolls-Royce. Perusahaan yang berbasis di Derby itu disebut membayar suap kepada Tommy Soeharto pada 1980-an dan 1990-an untuk membujuk maskapai penerbangan nasional, Garuda, memesan mesin Rolls-Royce Trent 700.[3]
- Tommy Soeharto yang merupakan putra bungsu Soeharto ini dikenal dengan kehidupan mewah dan dikelilingi sejumlah artis perempuan cantik. Selain mantan istrinya Ardhia Pramesti Regina Cahyani alias Tata, Salah satu perempuan yang diduga pernah menjadi selingkuhan Tommy adalah Maya Rumantir,perempuan ini dulunya aktif didunia tarik suara, namun saat ini dia terdaftar sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi Sulawesi Utara. Bahkan perempuan yang pernah menjadi selingkuhan Tommy ini pernah disebut-sebut akan maju di pemilihan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara melalui kendaraan Partai Gerindra.[4]
Kita harus waspada karena pangeran Cendana ini sudah berancang-ancang mencalonkan diri menjadi presiden di tahun 2019, dengan mendirikan sebuah partai, PARSINDO. Pada pilpres 2014 saja suasana pemilu dengan Joko Widodo versu mantan menantu Orba situasinya sudah sangat mencekam dan melelahkan, bayangkan bila nanti harus bertanding dengan Pangeran Cendana. Pangeran Cendana ini juga sudah mulai dekat dengan tetua FPI, Rizieq Shihab.
II. ALEX ASMASOEBRATA
Dinamika politik internal Partai memang sering terjadi, tak terkecuali PDI Perjuangan. Dinamika politik antar kader di internal partai akan menguji konsistensi setiap kader untuk tetap loyal atau berkhianat pada partai. PDI Perjuangan merupakan partai besar berhaluan nasionalis berdiri kokoh setelah rezim orde baru tumbang. Kebesaran PDI Perjuangan juga diikuti oleh sekelumit dinamika politik yang terjadi di internal Partai Banteng ini.
Dinamika politik internal PDI Perjuangan direspon secara beragam oleh setiap kader partai, ada yang merespon secara dewasa sehingga memilih untuk tetap bertahan berjuang bersama, namun ada juga segelintir kader yang meresponnya secara ambisius didasarkan atas hasrat kekuasaan yang mendominasi diri kader-kader itu. Di PDI Perjuangan ada beberapa kader partai yang hengkang dari kepengurusan partai hanya karena ketidaksabaran dalam menghadapi dinamika kekuasaan. Salah satu kader PDI Perjuangan yang hengkang itu adalah Alex Asmasoebrata.
Kasus yang pernah menjerat Alex Asmasoebrata
Tahun 2012 silam Pemprov Jawa Barat dan penggugat Eutik CS pernah bersengketa terkait lahan Gasibu, nama Alex Asmasoebrata disebut-sebut terlibat dalam kasus tersebut. Alex diduga terlibat karena tidak juga menyerahkan barang bukti berupa dokumen yang dikeluarkan pada tahun 1948 meski sudah diminta berkali-kali oleh Polda Jawa Barat.
\\\"Pemprov telah melaporkan dugaan penggunaan novum pada Polda Jabar pada Agustus 2011. Dalam proses penyidikannya, 2 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, mereka yaitu Etty Erawati dan Ridha Faridha Rukmiati Siti Jubaedah,\\\" ujar Kepala Biro Humas, Protokol, dan Umum Pemprov Jabar Ruddy Gadakusumah saat ditemui di Gedung Sate, Jalan Diponegoro.
Etty Erawati merupakan terdakwa dalam perkara pidana pemalsuan Surat Keterangan Ahli Waris yang digelar di PN Bandung, sementara Ridha Faridha Rukmiati Siti Jubaedah adalah pemegang Surat Kuasa Umum dari Eutik Cs dan menjadi orang yang disumpah saat penyampaian novum yang dijadikan sebagai alasan hukum pada saat PK.
Tiga dokumen yang diduga palsu dan dijadikan novum dalam PK tersebut yaitu, Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 11\/1948 tanggal 16 september 1948, Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Bandung Nomor 11\/1948 jo 234\/1945 jo 437\/1945 tertanggal 25 Juli 1971 dan Keterangan Panitera Pengadilan Negeri Bandung Nomor 16\/1967.
Sejumlah kejanggalan ditemukan dalam novum, di antaranya, Ketua PN BAndung telah memberikan laporan bahwa dokumen perkara perdata PN Nomor 11\/1948 tanggal 16 september 1948 tidak ditemukan. Namun PN Bandung menemukan putusan PN Bandung Nomor 11\/1948 H.B tanggal 14 April 1948 dalam perkara Liem Kian Leng melawan Moh Rasidi Partadinata.
Cukup lama Polda memburu Ridha Faridha Rukmiati Siti Jubaedah hingga akhirnya ia berhasil diperiksa. Dalam keterangannya pada penyidik Polda Jabar, Ridha pun mengaku bahwa barang bukti tersebut tak lagi berada di tangannya melainkan ada di Alex Asmasoebrata.
Penyidik Polda Jabar pun telah membuat surat pada Alex Asmasoebrata untuk menyerahkan barang bukti untuk kepentingan perkara pidana ini. Namun hingga tenggat waktu yang diberikan yaitu 9 Desember 2011 barang bukti tersebut masih juga belum diserahkan.[1]
Pada tahun 2014 Alexandra Asmasobrata menikah dengan Dias Baskara Dewantara yang juga anak Muchdi P.R. (Mantan Petinggi Badan Intelejen Negara). Muchdi P.R. sempat terseret dalam kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib. Walau pada akhirnya hakim menjatuhkan vonis bebas terhadap Muchdi P.R. karena tidak memiliki cukup alat bukti untuk dipidanakan. Namun Muchdi Prawiro Pranjono adalah orang yang paling dicari dalam kasus Munir. Deputi V BIN/Penggalangan (2001-2005) ini disebut sebagai otak pembunuhan pegiat hak asasi manusia itu.[2]
2. Selama sebelum dan sesudah Munir dibunuh setidaknya terdapat lebih dari 40 kali komunikasi telepon antara Muhdi dan Pollycarpus. Bahkan pada hari Munir dibunuh terdapat lima belas kali hubungan telepon Muhdi dangan Pollycarpus.
- Dari daftar kontak di komputer Muhdi yang disita dari kantor Muhdi ditemukan nama Polly.
- Pemberian rekomendasi kepada Polly sebagai personel pengamanan internal penerbangan Garuda Indonesia.
- Kesaksian mantan Direktur Perencanaan dan Pengendalian Operasi BIN ini, Budi Santoso : "Aktivitas Munir menyebabkan ketidaknyamanan dan mengganggu orang-orang di BIN." (BAP DICABUT)
- Menurut Budi Santoso di persidangan, ia pada 14 Juni 2004 memberikan uang kepada Polly Rp 10 juta atas perintah Muchdi. Namun kesaksian itu dibantah Polly dan mengaku tak mengenal Budi. (BAP DICABUT)
- Masih menurut Budi, "Aktivitas Munir menyebabkan ketidaknyamanan dan mengganggu orang-orang di BIN," ujar Budi dalam berita acara pemeriksaan. (BAP DICABUT)
- Pengakuan Muchdi atas kejanggalan di atas:
1. Nomor telepon itu miliknya, biasa untuk mengontak teman dekat, namun tak pernah dipakai menelepon Polly karena sering ditinggal di mobil dan ada kemungkinan telepon itu dipakai orang lain. Tagihan telepon dibayar PT Barito Pacific Tower melalui Yohanes Hardian.2. Ketika peristiwa itu terjadi ia sudah pensiun sebagai Deputi V BIN, hanya menjadi agen BIN. Ia sama sekali tak mengenal dan menganggap Munir berbahaya, tapi pernah minta Munir tak vokal lewat Adnan Buyung Nasution.
III. PRABOWO SUBIANTO
Penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.
Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.
Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.
Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah:
- Desmond Junaidi Mahesa, diculik di Lembaga Bantuan Hukum Nusantara, Jakarta, 4 Februari 1998.
- Haryanto Taslam.
- Pius Lustrilanang, diculik di panpan RSCM, 2 Februari 1998.
- Faisol Reza, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998.
- Rahardjo Walujo Djati, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998.
- Nezar Patria, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998.
- Aan Rusdianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998.
- Mugianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998.
- Andi Arief, diculik di Lampung, 28 Maret 1998.
Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa.
- Petrus Bima Anugrah (mahasiswa Unair dan STF Driyakara, aktivis SMID. Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998) [14]
- Herman Hendrawan (mahasiswa Unair, hilang setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998) [15]
- Suyat (aktivis SMID. Dia hilang di Solo pada 12 Februari 1998)
- Wiji Thukul (penyair, aktivis JAKER. Dia hilang diJakarta pada 10 Januari 1998) [16]
- Yani Afri (sopir, pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997, sempat ditahan di Makodim Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 26 april 1997)
- Sonny (sopir, teman Yani Afri, pendukung PDI Megawati. Hilang diJakarta pada 26 April 1997)
- Dedi Hamdun (pengusaha, aktif di PPP dan dalam kampanye 1997 Mega-Bintang. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
- Noval Al Katiri (pengusaha, teman Deddy Hamdun, aktivis PPP. Dia hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
- Ismail (sopir Deddy Hamdun. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
- Ucok Mundandar Siahaan (mahasiswa Perbanas, diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta)
- Hendra Hambali (siswa SMU, raib saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998)
- Yadin Muhidin (alumnus Sekolah Pelayaran, sempat ditahan Polres Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 14 Mei 1998)
- Abdun Nasser (kontraktor, hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998, Jakarta)
Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.
Tim Mawar
Tim Mawar dipimpin Prabowo saat itu. Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.
Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999. Saat itu Mahmilti II Jakarta yang diketuai Kolonel CHK Susanto memutus perkara nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Inf Bambang Kristiono (Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota TNI. Pengadilan juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial (FS) Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka sebagai anggota TNI.
Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI. Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Sementara Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun.
Menurut pengakuan, Komandan Tim Mawar, Mayor Bambang Kristiono di sidang Mahkamah Militer, seluruh kegiatan penculikan aktivis itu dilaporkan kepada komandan grupnya, yakni Kolonel Chairawan, tetapi sang komandan tidak pernah diajukan ke pengadilan sehingga tidak bisa dikonfirmasi.
Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira pemegang komando pada saat itu. Dewan Kehormatan Perwira telah memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI.
Keenam prajurit yang dipecat mengajukan banding, sehingga sanksi pemecatan belum bisa dikenakan atas mereka. Sementara itu mereka tetap meniti karier di TNI dan meduduki beberapa posisi penting, rincianya sbb:
Bambang Kristiono: dipecat
Fausani Syahrial Multhazar: pada tahun 2007 menjabat Dandim Jepara dengan pangkat Letnan Kolonel.
Nugroho Sulistyo Budi:
Untung Budi Harto: tahun 2007 menjabat Dandim Ambon dengan pangkat Letnan Kolonel.
Dadang Hendra Yuda: pada September 2006 menjabat Dandim Pacitan dengan pangkat Letnan Kolonel.
Jaka Budi Utama: pada tahun 2007 menjabat Komandan Batalyon 115/Macan Lauser
Sauka Nur Chalid:
Sunaryo:
Sigit Sugianto:
Sukardi:
Sedangkan Kolonel Infantri Chairawan dipromosikan menjadi Danrem 011 Lilawangsa.
Kabar terakhir dari Mayjen Muchdi PR adalah kemunculannya dalam sidang pembunuhan aktivis HAM Munir untuk dimintai keterangan mengenai keterlibatan dirinya maupun BIN dalam pembunuhan tersebut. Muchdi PR adalah mantan Deputi V BIN pada saat Munir terbunuh.
Ketika kasus ini kembali mencuat, Panglima TNI menyatakan bahwa dari hanya satu dari enam tentara yang dipecat yang telah benar-benar dipecat yaitu Mayor (inf) Bambang Kristiono. Lima tentara yang lain dinyatakan terbebas dari hukuman pemecatan, dan hukuman penjaranya pun dikurangi.
Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Penculikan_aktivis_1997/1998#Referensi
Keji, Prabowo Pernah Beberkan Cara Aman Membantai
Allan Nairn, wartawan investigasi, beberkan sisi gelap pemikiran Prabowo Subianto yang disampaikannya dalam sebuah wawancara pada pertengahan 2001. Kepada Allan, Prabowo mengajarkan cara membantai warga sipil secara sembunyi-sembunyi.
Allan bermaksud menggali informasi Insiden Santa Cruz dari eks Komandan Jenderal Kopassus itu. Alih-alih memberikan informasi, Prabowo justru marah lantaran pembantaian tersebut dilakukan di tengah kota dan di depan wartawan.
“Komandan-komandan itu bisa saja membantai di desa-desa terpencil sehingga tak diketahui siapa pun, tapi bukan di ibu kota provinsi,” tulis Allan mengutip wawancaranya dengan Prabowo, Ahad, 22 Juni 2014.
Dalam petikan wawancara tersebut, Allan menyebut suara Prabowo meninggi saat membicarakan Insiden Santa Cruz. Prabowo, kata Allan, juga menyebut TNI bodoh karena mengeksekusi warga sipil tanpa perencanaan matang. Allan sendiri mencatat terdapat 271 warga sipil tewas saat Insiden Santa Cruz.
Allan mengatakan kekecewaan Prabowo terhadap Insiden Santa Cruz bukan lantaran banyaknya warga sipil yang tewas. Prabowo, ungkap Allan, tak senang karena insiden itu menggiring dunia menyoroti militer Indonesia. “Santa Cruz membunuh kami secara politis!” kata Allan menirukan ucapan Prabowo. “Ini kekalahan.”
Allan mengaku melanggar janji dengan Prabowo untuk tidak membuka isi wawancara demi kepentingan publik. Menurut dia, kerugian yang diterimanya lantaran melanggar perjanjian tak sebanding dengan kerugian yang lebih besar diterima rakyat Indonesia jika datang ke bilik pencoblosan tanpa informasi lengkap.
Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, mengatakan Prabowo tak pernah menerima surat permintaan mengungkap wawancara off the recorddari Allan. “Tidak pernah ada surat permintaan pembukaan off the record,” katanya saat dihubungi pada Jumat, 27 Juni 2014. Fadli juga membantah Prabowo pernah melakukan wawancara dengan Allan
Sumber:http://www.indonesiamedia.com/prabowo-pernah-beberkan-cara-aman-membantai/
[1]http://news.detik.com/jawabarat/1808339/sengketa-lahan-gasibu-seret-mantan-pembalap-alex-asmasoebrata/1
[2]https://m.tempo.co/read/news/2012/09/09/078428296/muchdi-prawiro-pranjono-dalam-kematian-munir
[1]http://www.suaramerdeka.com/harian/0610/31/nas02.htm
[2]https://www.merdeka.com/peristiwa/cerita-tim-kobra-polisi-tangkap-tommy-soeharto.html
[3]http://www.dw.com/id/penyidikan-kasus-suap-rolls-royce-ke-indonesia-dan-cina-diperluas/a-19270586
[4]http://www.kompasiana.com/durjono/mantan-selingkuhan-tommy-soeharto-calonkan-diri-gubernur-sulut_556c4c2850f9fdf2048b4574
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H