Leni kembali diam. Sebenarnya, dia membenarkan perkataan Irwan. Selama ini, ketiga anak mereka memang paling nyaman dalam asuhannya. Mereka tidak kerasan jika harus berjauhan dengan ibunya. Meskipun, yah ... kebawelan Leni terkadang membawa keributan tersendiri antara Leni dan ketiga anaknya itu, terutama si sulung yang mulai pandai berargumentasi.
Leni juga teringat setahun yang lalu ketika anak-anak harus dititipkan di bibi mereka saat Irwan dan Leni pergi umroh selama sepekan. Saat senggang dan bisa bertelepon ria, si bungsu dan nomor dua selalu menangis meminta ibunya pulang. Wajar, mereka berdua masih balita berusia satu tahun dan tiga tahun saat itu. Si sulung yang berusia enam tahun dan sudah mengerti saja juga menyuruhnya segera pulang, hanya karena kangen cerita dan pelukan ibunya.
"Hemm ... benar, anak-anak memang sangat lebih nyaman berada di dekat ibunya," batin Leni.
"Duh, istriku kalau ngambek jadi diam gini. Abang butuh pelukan, nih!" goda Irwan menjawil lengan Leni.
Leni masih bergeming. Gengsi jika langsung luluh meladeni godaan Irwan.
Irwan pun lebih mendekatkan tubuhnya dan merengkuh Leni dengan tangan kirinya.
"Abang sayang Adek. Abang ingin kita dan anak-anak hidup tenang dan penuh keberkahan meskipun dalam kondisi sederhana. Adek bantu doa, ya, untuk kelancaran setiap cita-cita kita."
Leni tetap diam, tak menolak rengkuhan Irwan. Dia hanya mengaminkan dalam hati. Baginya, posisi dan suasana seperti ini adalah hal ternyaman yang membuat hatinya aman.
***
Tiga tahun kemudian.
Irwan menyodorkan ponsel pintarnya pada Leni. Terpampang dengan nyata aplikasi mobile banking di sana. Leni penasaran, meraih ponsel dari tangan suaminya.