Setiap hari, aku dan dua temanku selalu bermain dengan  Della dan Alan. Hanya saja, kedua temanku itu: Kici dan Bani, memang tak selincah tingkah polahku. Aku sering keluar kandang, demi bisa berlari-larian dan memakan rumput liar. Namun, justru karena itu, aku semakin dekat dengan Dela dan Alan, juga tuan dan istrinya. Aku sering dielus dan saat makan disuapi oleh mereka. Bahkan Della senang sekali menggendongku ke mana-mana.
Tak terasa, sebulan berlalu. Aku semakin kerasan dan menyayangi mereka. Aku masih sering menyelinap, bahkan terkadang ingin bermanja dengan terus mengekor di dekat kaki mereka. Hingga malam itu, malam yang membuatku kehilangan segalanya.
Malam hampir larut, kudengar suara pintu dibuka. Â Aku yang sedari tadi memang di luar kandang, bergegas lari ke arah suara pintu. Ternyata tuanku. Aku mendekati kakinya, ingin dielus dan disuapi olehnya. Tuanku menjauhkanku darinya.
"Hush, sana bentar, Welu. Sepedanya mau dimasukkan," ucapnya pelan.
Aku yang memang tak paham dengan apa yang diucapkannya, malah kembali mendekat kepadanya. Hingga ... Jreeeshh ... Pandanganku gelap seketika, tetapi masih sempat kudengar tuanku setengah berteriak beristighfar. Lalu, aku tak mendengar apa-apa lagi.
***
Pov Della
Aku tak berhenti menangis seharian. Pagi tadi, ibu memberitahu bahwa Welu, kelinci kesayanganku mati karena tak sengaja terlindas ban belakang motor ayah semalam. Meskipun ibu menghiburku dengan kata-kata yang sejuk untuk bersabar, aku tetap merasa sedih dan kehilangan. Aku berusaha ikhlas, tapi aku ingin punya kelinci seperti Welu lagi.
"Ayah, belikan kelinci yang seperti Welu lagi, ya?" pintaku berulang kali pada ayah.
-fin-
_____
Spesial untuk mengenang Welu, kelinci kami yang telah pergi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H