Mohon tunggu...
Titik Annisa Nur K.
Titik Annisa Nur K. Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangga yang hobi menulis dan membaca.

Penulis buku antologi fiksi dan nonfiksi. Aktif menulis di Instagram @penanies Berharap setiap tulisan terselip manfaat bagi yang membaca. Happy Reading. 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Tinggal, Welu

18 Agustus 2021   05:02 Diperbarui: 18 Agustus 2021   05:08 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Waaah ... Ayah bawa kelinci!" teriak anak laki-laki berusia lima tahun yang cukup mengagetkanku.

"Mana-mana?" Terlihat anak berusia lebih tua darinya, berlari menuju kami bersama beberapa teman yang lain.

Kami bertiga pun diletakkan di halaman belakang rumah. Lalu, hendak dipindah ke kandang baru yang lebih luas.

"Aku yang mindah, ya, Yah?" pinta anak perempuan yang ternyata anak sulung tuanku, usianya delapan tahun.

"Iya, hati-hati, ya. Pegang yang lembut!" perintah tuanku.

Kami bertiga pun menempati rumah baru dengan suasana baru. Melihat nyamannya suasana, aku berusaha menyelinap dari dinding rumah yang memang berupa besi-besi kecil yang berjejeran tidak terlalu rapat. Memang tidak lebar, tetapi ternyata cukup untukku menyelinap. Aku langsung berlarian di halaman samping  rumah tuanku.

"Ayah ... yang cokelat kabur!" seru Della si anak perempuan. Dia dengan lincahnya mengejarku.

Setelah tertangkap, aku pun dielusnya dengan lembut. "Namamu "Welu", ya!" serunya dengan sepasang mata yang berbinar.

"Trus, yang satu Kici, ya, Kak!" seru Alan, adiknya menunjuk temanku yang berwarna putih abu-abu.

"Oke, satu lagi Bani, ya, Anak-anak!" sahut tuanku. Kedua anaknya pun mengangguk setuju lalu kembali bermain-main bersama kami.

Aku sungguh bersyukur memiliki tuan baru yang sangat ramah dan penyayang. Mereka tak terlalu perhitungan  saat memberi makan kami bertiga. Bahkan istri tuanku, setiap hari, selalu memberi kami wortel dan kangkung yang dibelinya dari mlijo keliling langganannya. Padahal sebenarnya kami bisa makan rumput biasa yang tak perlu dibeli. Aku tahu, mereka memang tak ada waktu untuk mencari rumput-rumput itu, tetapi juga tak mau menyia-nyiakan kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun