Mohon tunggu...
Pena Sejati
Pena Sejati Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Mengukir guratan pena fakta dan realita, menguak kebenaran yang terselubungkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Koordinator dan Wakil Koordinator Museum Tsunami Digaji Rp 4 Juta Per Bulan?

14 Mei 2018   19:21 Diperbarui: 14 Mei 2018   20:56 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik Nepotisme dan 'permainan' anggaran Museum Tsunami Aceh (baca: Museum Tsunami Aceh 'Ladang' Politik dan Nepotisme dan Terbongkar Dana 'Siluman' Museum Tsunami Aceh) menjadi "warna" yang tengah meronakan museum ini.

Kemewahan gedung tak mencerminkan kemewahan pengelolaan dan manajemen museum. Setelah polemik dikeluarkan SK Nomor 430/70/2018 tentang Penunjukkan Koordinator Pengelola Museum Tsunami Aceh oleh Gubernur Aceh awal tahun 2018, museum ini tak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik. Malah bergerak mundur dari langkah pembaruan dari tahun 2017.

Kemunculan nominal 'siluman' dalam RKA SKPA Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh tanpa dasar yang jelas membuktikan 'permainan cantik' dalam balutan nepotisme di museum ini. Anggaran yang awalnya direncanakan untuk perbaikan museum dan revitalisasi 'di-daur ulang' kembali oleh oknum yang memiliki kepentingan terhadap museum.

Seperti dalam Program  Pelayanan Administrasi Perkantoran Disbudpar Aceh tercantum gaji Koordinator Museum Tsunami Aceh Rp 4 Juta per bulan. Padahal yang menduduki jabatan tersebut merupakan seorang pegawai negeri sipil (PNS) golongan III/c yang setiap bulannya sudah memiliki gaji tetap, tunjangan, dan lain-lain. Sementara dalam SK yang dikeluarkan oleh Gubernur Aceh tersebut, tidak dijelaskan secara rinci tugas dan tanggung jawab untuk jabatan ini dengan dasar gaji sebesar itu.

Foto 1: RKA SKPA Disbudpar Aceh 2018
Foto 1: RKA SKPA Disbudpar Aceh 2018
Di tambah lagi jabatan Wakil Koordinator Museum Tsunami Aceh yang juga digaji Rp 4 juta per bulan. Jabatan yang belum pernah ada sejak pertama kali museum ini dibuka pada tahun 2011.

Anehnya, jabatan ini diberikan kepada staf kontrak biasa yang pada akhir tahun 2017 dimutasikan ke objek wisata lain dan di tahun ini tidak lagi diperpanjang kontrak kerjanya. Hanya karena status 'anak' dari keluarga oknum yang bermain dalam politik nepotisme ini.

Lebih aneh lagi, SK Koordinator ini dikeluarkan pada akhir Februari 2018, namun hitungan gaji berlaku surut hingga setahun penuh. Sangat jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, jabatan koordinator Museum Tsunami menjadi 'tugas pengabdian' bagi para pimpinan sebelumnya yang berstatus pegawai negeri sipil alias tidak digaji!

Foto 2: RKA SKPA Disbudpar Aceh 2018
Foto 2: RKA SKPA Disbudpar Aceh 2018
Kejanggalan juga terlihat dari peran para personalia yang tercantum dalam SK tersebut. Masing-masing personalia digaji Rp 2,8 juta selama setahun namun hanya bertugas layaknya staf kontrak biasa. Kelompok ini juga masuk dalam daftar gaji sebagai pemandu museum yang digaji Rp 2,5 juta selama setahun. Ditambah honor lain-lain mulai Rp 200 ribu sampai Rp 1 juta. Sementara staf kontrak biasa hanya digaji antara Rp 2,1 juta hingga Rp 2,5 juta selama 8 (delapan) bulan sesuai tingkatan pendidikan.

Dalam perjalanan operasional museum yang semakin mundur, peran koordinator dan wakil hanya sebatas 'nama' dalam sebuah struktur. Ini terlihat sejak awal SK tersebut dikeluarkan pada bulan Februari hingga Mei 2018 tidak ada program atau kegiatan yang dilakukan oleh manajemen museum. 

Pejabat tersebut hanya 'sibuk' mengurusi internal kedisiplinan pegawai melalui absensi yang ketat dan jadwal buka tutup museum (baca:   Museum Tsunami Aceh Standar Internasional?). Sangat jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang ramai pemberitaan media dan program-program yang berkelanjutan. Seakan museum ini 'tertidur' dalam kelelahan yang panjang..

Isu perubahan status museum menjadi UPTD pun bergerak stagnan. Seakan tidak ada 'air hujan' di tengah kekeringan. Pengelolaan semakin tidak jelas dengan isu berakhirnya Perjanjian Kerjasama (MoU) antara Pemerintah Aceh dengan Badan Geologi, Kementerian ESDM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun