Dengan pengendalian diri kita akan kembali ke fitrah kemanusiaan kita. Dengan fitrah kita yang suci, maka bila kita sebagai pemimpin, kita akan berbuat untuk rakyat. Bila kita akan menyantuni mereka yang miskin. Kita tidak akan menzalimi mereka yang berada di bawah kita. Kita akan banyak menolong tetangga kita.
Puasa memudikkan kita ke fitrah kita. Fitrah manusia yang suci. Maka mudik dalam arti ini tidak akan sama dengan mudik ke kampung halaman secara fisik. Mudik ke kampung halaman secara fisik tidaklah kekal. Habis liburan Idul Fitri kita kembali lagi ke rutinitas di kota. Rutinitas keduniaan yang bergelut dengan persoalan hidup.Â
Mudik ke kemanusiaan adalah mudik abadi. Mudik yang kekal sampai kita kelak mudik ke pemilik kita, mudik dalam pengertian "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun." Saat kita mudik ke pemilik kita, Insya Allah kita mudik dalam keadaan suci, suci sesuai fitrah saat kita datang ke dunia melalui bunda. Inilah mudik yang besar, mudik dalam keadaan fitri kepada Yang Maha Besar. Mudik kepada sumber kesucian dan sumber kebahagiaan. Insya Allah kita bisa mencapainya.
Gorontalo, 4 April 2024
Adriansyah A. Katili
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H