Mohon tunggu...
Adriansyah Abu Katili
Adriansyah Abu Katili Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo.

Saya dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Memiliki hobi membaca dan menulis. Saya membaca buku fiksi maupun non fiksi dan puisi. Saya juga suka menulis, baik tulisan ilmiah, ilmiah populer, fiksi, dan puisi.,

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pencitraan, Burukkah?

7 September 2023   14:09 Diperbarui: 7 September 2023   18:49 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pencitraan berasal dari kata citra. Citra berarti gambar atau image atau sesuatu yang tampak. Maka pencitraan berarti kegiatan menampilkan citra diri. 

Citra diri yang ditampilkan tentu saja citra yang menimbulkan kesan bahwa yang bersangkutan adalah orang baik, hebat, dan berkulitas. Atau kegiatan yang berusaha menimbulkan kesan bahwa yang bersangkuta adalah orang yang sopan, atau citra yang menyenangkan orang lain.

Belakangan ini pencitraan dicitrakan sebagai kegiatan atau perilaku yang buruk. Apalagi penjelang pemilihan umum tahun 2024. Pencitraan dikaitkan dengan perilaku segelintir aknum politisi demi mendapatkan simpati masyarakat guna kemenangan dalam pemilihan calon legislatif maupun eksekutif. 

Para oknum politisi melakukan kegiatan guna mencitrakan dirinya sebagai orang yaang baik, layak memikul tanggung jawab sebagai anggota legislatif maupun eksekutif sebagai pemimpin negara maupun daerah namun sebenarnya kamulflase. 

Sebagai contoh, seorang bakal calon pemimpin melakukan kegiatan bersosialisasi dengan masyarakat bawah. Dengan segera dia dianggap melakukan kegiatan pencitraan karena dalam kehidupan sehari-hari dia sangat jauh dari masyarakat marjinal, sangat tidak akrab dengan masyarakat bawah.Maka pencitraan itu digambarkan sebagai perilaku yang tidak sesuai dengan karakter sebenarnya dari si pelaku.

Namun, apakah pencitraan itu seburuk itu? Apakah pencitraan hanya dilakukan oleh politisi, dan apakah pencitraan itu sama dengan kebohongan? Untuk menjawab pertanyaan itu marilah kita lihat ilustrasi sebagai berikut.

Ilustrasi yang pertama, ketika pandemik covid-19 melanda dunia. Saat itu semua kegiatan dilakukan di rumah. Kegiatan mengajar dilakukan oleh semua pendidik di rumah menggunakan fasilitas internet dengan aplikasi zoom atau googlemeets. 

Saat itulah semua pendidik, baik guru maupun dosen menngenakan pakaian yang mencitrakan dirinya sebagai orang yang sopan. Namun ada fenomena yang lucu, banyak guru dan dosen mengenakan pakaian formal di bagian atas, namun bagian bawah mengenakan celana piyama maupun sarong, atau bahkan celana pendek. 

Mengapa demikian? Karena yang perlu diperlihatkan kepada siswa atau mahasiswa adalah pakaian atas, sementara pakaian bawah luput dari kamera. Maka guru atau dosen itu telah melakukan pencitraan. Namun itu tidak dapat dikategorikan sebagai pencitraan yang buruk.

Ilustrasi kedua, seorang presenter televisi. Seorang presenter televisi selalu tampil ceria di layar televisi. Dia selalu tersenyum cerah menyapa para pemirsa. 

Namun apakah sang presenter itu memang sedang berbahagia? Apakah kita tahu benar bahwa sang presenter tidak sedang memendam masalah pribadi? 

Apakah dia tidak sedang bersedih? Jangan-jangan dia sedang memendam kesedihan namun dia berusaha keran untuk tidak menampkkan itu pada pemirsa. Dia tersenyum, dia mengeluarkan kata-kata yang cerah. Maka pemirsa mendapatkan citra seorang penyiar yang hebat, profesional.

Hal yang sama terjadi pada seorang penyiar radio. Saya teringat cerita yang saya dengar dari sebuah stasiun radio. Bagaimana sang penyiar, saat bertugas, saat mengudara, mendapat kabar bahwa ayahnya meninggal dunia saat itu. Sang penyiar tentu saja sangat sedih. 

Namun dia berjuang keras agar kesedihannya itu tidak sampai mempengaruhi nada suaranya. Maka dia tetap melakukan kewajibannya secara profesional, dan pendengar tidak mendeteksi rasa duka yang sangat mendalam dalam hati sang penyiar. 

Dia berhasil membangun citra sebagai seorang penyiar yang handal demi tuntutan pekerjaannya. Pencitraan itu dapat diterima karena berkenaan dengan profesi public.

Ilustrasi ketiga, seorang pendidik sedang menjalankan tugas kewajibannya mengajar. Dia harus tetap membangun cita sebagai pendidik yang profesional saat sedang mengajar. 

Sama seperti presenter televisi yang harus menyembunyikan masalah pribadinya agar tidak sampai mengganggu tugas dan kewajibannya. 

Pada saat itu peserta didik mendapatkan citra seorang pendidik yang profesional, yang mampu membawa peserta didik dalam suasana belajar yang kondusif.

Ilustrasi keempat, seorang dokter yang sedang berpraktek mengobati pasiennya. Saat tiu dia sedang memiliki masalah pribadinya yang sangat mengganggu hatinya. 

Di sisi lain dia harus bersikap professional dalam menghadapi pasiennya. Jangan sampai pasiennya menangkap suasana hatinya dan ini sangat mengganggu kelancaran proses pengobatan.

Ilustrasi kelima, berkenaan dengan pakaian saat kita menghadiri acara resmi. Pakaian luar yang kita kenakan, jas, pakaian batik, atau pakaian lainnya pasti sangat bersih dan rapi. 

Tapi pakaian dalaman, entau itu kaus singlet atau sejenisnya, bisa saja sudah usang atau tidak rapi tapi kita tidak perduli. Mengapa? Karena pakaian dalam hanya untuk kenyamanan atau fungsi lain sebagai penyerap keringat. 

Dengan kata lain pakaian dalam sifatnya fungional sementara pakaian luaran sifatnya selain fungsional menutup aurat tapi juga bersifat estetik. Dia harus menimbulkan citra estetik agar kita tercitrakan sebagai person yang elegan atau berwibawa.

Dengan ilustrasi di atas, jelaslah bahwa pencitraan itu sangat dibutuhkan sehingga tidak selalu berkonotasi buruk. Bayangkan bila kita tidak boleh  melakukan pencitraan, maka seorang presenter televisi, penyiar radio, pendidik, dokter, seseorang yang sedang menhadiri acara resmi akan sangat terganggu.

Dalam psikologi, pencitraan itu dikenal dengan istilah persona atau penopengan. Persona itu sangat dibutuhkan sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Seorang presenter televisi membuthkan ini agar bisa melakukan tugas kewajibannya dengan baik.  

Kesimpulannya, pencitraan itu sangat dibutuhkan pada kondisi tertentu. Tapi jangan sampai pencitraan disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak baik, seperti menipu. 

Seorang penipu ulung akan berkata-kata manis dengan penampilan yang manis mempesona demi keberhasilan aksi penipuan. Singkatnya gunakan pencitraan secara bermoral dan berakhlak.

Adriansyah A. Katili
adriansyahkatili@ung.ac.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun