Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Editor Video, Graphic Designer

SRI WINTALA ACHMAD, pernah belajar di Fak. Filsafat UGM Yogyakarta. Karya-karya sastranya dipublikasikan di Kompas, Republika, Suara Karya, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Lampung Pos, Trans Sumatera, Bangka Pos, Solo Pos, Surabaya Pos, Banjarmasin Pos, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Bernas, Masa Kini, Yogya Pos, Merapi, Fajar Sumatera, Amanah (Malaysia), Aksara International Journal of Indonesian Literature (Australia), Suara Muhammadiyah, Adiluhung, Trapsila, Bakti, Praba, Gong, Artista, Mata Jendela, Jaya Baya, Djaka Lodang, Penyebar Semangat, Mekarsari, Pagagan, Sempulur, Swaratama, Karas, dll. Antologi sastra dan esai kolektifnya: Pelangi (Karta Pustaka/Rasialima, 1988); Nirmana (Wirofens Group, 1990); Alif-Lam-Mim (Teater Eska/SAS, 1990); Zamrud Katulistiwa (Balai Bahasa Yogyakarta/Taman Budaya Yogyakarta, 1997); Sastra Kepulauan (Dewan Kesenian Sulawesi Selatan, 1999); Pasar Kembang (Komunitas Sastra Indonesia, 2000); Embun Tajali (FKY 2000); Lirik Lereng Merapi (Dewan Kesenian Sleman, 2000); Bilah Belati di Depan Cermin (Dewan Kesenian Sleman, 2002); Di Batas Jogja (FKY, 2002); Code (FKY, 2005); Musik Puisi Nasional (LKiS, 2006); Malioboro (Balai Bahasa Yogyakarta, 2008); Perempuan Bermulut Api (Balai Bahasa Yogyakarta, 2010); Tiga Peluru (Kumpulan Cerpen Pilihan Mingguan Minggu Pagi Yogyakarta, 2010); Pasewakan (2011), Kembali Jogja Membaca Sastra (Rumah Budaya Tembi, 2011); Suluk Mataram (Great Publisher, 2011); Jejak Sajak (Jambi, 2012); Dari Sragen Memandang Indonesia (Dewan Kesenian Sragen, 2012); Sauk Seloko – Pertemuan Penyair Nusantara VI (Dewan Kesenian Jambi, 2012); Indonesia di Titik 13 (Dewan Kesenian Pekalongan, 2013); Spring Fiesta [Pesta Musim Semi] (Indonesian & English Poetry Grup & Araska Publisher, 2013); Tifa Nusantara I (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2013); Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya (Yogyakarta, 2014); Negeri Langit (Komunitas Radja Ketjil Jakarta, 2014); Rantau Cinta, Rantau Sejarah (Jurnal Sajak, 2014); Tifa Nusantara II (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2015); Pesta Rakyat Sleman (Digna Pustaka dan Lingkar Budaya Sleman, 2015); Jalan Remang Kesaksian (LPSK/Rumah Budaya Tembi, 2015); Jejak Tak Berpasar (Komunitas Sastra Indonesia/Yayasan Laksita, 2015); Memandang Bekasi (Dewan Kesenian Bekasi/Dinas Parbudpora Kabupaten Bekasi, 2015); Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Ije Lela Tifa Nusantara 3 (Marabahan, 2016); Klungkung Tanah Tua, Tanah Cinta (Klungkung Bali, 2016); Matahari Cinta Samudra Kata (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2016); Seratus Puisi Qurani (2016); Kopi Penyair Dunia (2016); Pesan Damai untuk Seluruh Manusia (PCIUN Maroko, 2017); Kota Terbayang (Taman Budaya Yogyakarta, 2017); Puisi Tentang Bogor (2017); Puisi Tentang Masjid (2017); Dari Partai Demokrat untuk Indonesia (2017); Senja Jati Gede (2017); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Dari Cempuring ke Sunan Panggung (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Kembang Glepang (2018); Sesapa Mesra Selinting Cinta – Temu Penyair Nusantara XI (Kudus, 2019); Terus Berkarya di Usia Senja, Brengkesan 72 Tahun Ahmad Tohari (2020); Nalika Rembulan Bunder (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2020); Nunggak Semi Dunia Iman Budhi Santosa (2021), naskah lakon terjemahan Dahuru ing Negeri Semut (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2021); Sejuta Puisi untuk Jakarta (2022), dan Kembang Glepang 3 (2023). Novel, fiksi sejarah, cerita rakyat, cerita wayang: Centhini: Malam Ketika Hujan (Diva Press Yogyakarta, 2011); Dharma Cinta (Laksana, 2011); Jaman Gemblung (Diva Press Yogyakarta, 2011); Sabdapalon (Araska, 2011); Dharma Gandul: Sabda Pamungkas dari Guru Sabdajati (Araska, 2012); Ratu Kalinyamat: Tapa Wuda Asinjang Rikma (Araska, 2012); Kiamat: Petaka di Negeri Madyantara (In AzNa Books, 2012); Centhini: Kupu-Kupu Putih di Langit Jurang Jangkung (Araska, 2012); Serial Crita Rakyat Dahuru ing Praja Wilwatikta (Majalah Djaka Lodang, 2022); Serial Crita Rakyat Pletheke Surya Wilwatikta (Majalah Jayabaya, 2022-2023); dan Serial Crita Rakyat Sigare Bumi Wilwatikta (Majalah Penyebar Semangat, 2023); dan Serial Crita Wayang Kresna Duta (Majalah Jayabaya, 2024). Buku-buku lainnya yang sudah terbit: Membuka Gerbang Dunia Anak (Annora Media, 2009); Suyudana Lengser Keprabon (In AzNa Books, 2011); Kisah Jagad Pakeliran Jawa (Araska, 2011); Wisdom Van Java (In AzNa Books, 2012); Falsafah Kepemimpinan Jawa: Soeharto, Sri Sultan HB IX & Jokowi (Araska, 2013); Sejarah Kejayaan Singhasari & Kitab Para Datu (Araska, 2013); Babad Tanah Jawa (Araska, 2014); Sejarah Raja-Raja Jawa (Araska, 2014); Satriya Piningit (Araska, 2014); Geger Bumi Mataram (Araska, 2014); Geger Bumi Majapahit (Araska, 2014); Ensklopedia Kearifan Jawa (Araska, 2014); Sejarah Perang di Bumi Jawa (Araska, 2014); Sejarah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Raja-Raja Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Karakter Tokoh-Tokoh Wayang (Araska, 2014); Wanita dalam Khasanah Pewayangan (Araska, 2015); Aja Dumeh: Buku Pintar Kearifan Orang Jawa (Araska, 2015); Panduan Praktis Menjadi Penulis Andal: Karya Ilmiah, Artikel, Resensi, Apresiasi & Kritik Seni, Naskah Lakon, Puisi, Cerpen, dan Novel (Araska, 2015); Buku Induk Bahasa dan Sastra Indonesia (Araska, 2015); Mahir Peribahasa Indonesia (Araska, 2015); Buku Induk EYD (Araska, 2015); Politik dalam Sejarah Kerajaan Jawa (Araska, 2016); Babad Tanah Jawa: dari Watugunung yang Menikahi Ibunya hingga Geger PeChinan (Araska, 2016); Petuah-Petuah Leluhur Jawa (Araska, 2016); Babad Giyanti: Palihan Nagari dan Perjanjian Salatiga (Araska, 2016); 13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa (Araska, 2016); Sejarah Kerajaan-Kerajaan Besar di Nusantara (Araska, 2016); Menulis Kreatif itu Gampang (Araska, 2016); Sejarah Pemberontakan Kerajaan di Jawa (Araska, 2017); Filsafat Jawa (Araska, 2017); Sejarah dan Asal-Usul Orang Jawa (Araska, 2017); Sejarah Raja-Raja Jawa dari Kalingga hingga Mataram Islam (Araska, 2017); Sejarah Istri-Istri Raja Jawa (Araska, 2017); Sejarah Islam di Tanah Jawa (Araska, 2017); Kisah Horror Ketemu Genderuwo (Araska, 2017); Sang Jenderal: Riwayat Hidup, Perjuangan, dan Cinta Jenderal Soedirman (Araska, 2017); Sejarah Perang Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2017); Etika Jawa (Araska, 2018); Filsafat Kepemimpinan Jawa (Araska, 2018); Kronik Perang Saudara dalam Sejarah Kerajaan di Jawa 1292-1767 (Araska, 2018); Sejarah Runtuhnya Sriwijaya dan Majapahit (Araska, 2018); Hitam Putih Mahapatih Gajah Mada (Araska, 2018); Sultan Agung: Menelusuri Jejak-Jejak Kekuasaan Mataram (Araska, 2019); Sejarah Kejayaan Singhasari Antara Mitos, Fakta, Pesona, dan Sisi Kelamnya (Araska, 2019); Untung Surapati: Pemberontakan Seorang Budak (Araska, 2019); Ratu Kalinyamat (Araska, 2019); Hitam Putih Majapahit (Araska, 2019); Gajah Mada Kisah Cinta dan Kisah Penakluk-Penaklukannya (Araska, 2019); Perang Bubat (Araska, 2020); Babad Diponegoro: Kisah Sejarah, Silsilah & Pemikiran Sufistik Pangeran Diponegoro (Araska, 2023), Etika Jawa: Prinsip Hidup dan Pedoman Hidup Orang Jawa (Araska, 2023), Falsafah Kepemimpinan Jawa: Menyelami Kearifan dan Filosofi Kepemimpinan dalam Budaya Jawa (Araska, 2024), Perang Suksesi Jawa: Melacak Konflik dan Intrik para Pangeran Darah Biru dalam Pergeseran Kekuasaan Di Keraton Jawa (Araska, 2024), dan Horror Tanah Jawa Tumbal Genderuwo (Araska, 2024). Bersama Indra Tranggono dan R. Toto Sugiharto, menulis buku Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #15 (Taman Budaya Yogyakarta, 2016), Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #16 (Taman Budaya Yogyakarta, 2017). Prestasi yang diraih dalam dunia kepenulisan: Nominasi Lomba Cipta Puisi Esai tingkat nasional (2014), Juara II Lomba Cipta Cerpen Sanggar Sastra Bukit Bintang Yogyakarta (2018), Nominasi Lomba Cipta Puisi Nasinal “Sejuta Puisi untuk Jakarta” (2022), dan Juara III Lomba Cipta Puisi Multimedia “Keris,” Dinas Kebudayaan Yogyakarta (2023). Nama kepenyairannya dicatat dalam: Buku Pintar Sastra Indonesia (Pamusuk Eneste, Penerbit Kompas, 2001), dan Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Abdul Hadi WM, Ahmadun Yosi Herfanda, Hasan Aspahani, Rida K Liamsi, dan Sutardji Calzoum Bachri, Yayasan Hari Puisi, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017), Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018), dan Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #18 (Taman Budaya Yogyakarta, 2021). Selain menulis buku, sering menjadi juri lomba baca dan cipta karya sastra di lingkungan sekolah, juri lomba teater dan pantomim, serta dipercaya sebagai nara sumber dalam pelatihan cipta karya sastra untuk siswa dan guru. Sekarang mengelola Paguyuban Sholawat Jawa Langen Ambiya dan Sanggar Lierasi Laras Aksara (Selaksa) Yogyakarta. Yogyakarta. Tinggal di Gejawan Kulon 02/034, Balecatur, Gamping, Sleman, Yogyakarta. WA: 0856-0007-1262.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menguak Filsafat Bahagia Sejati dalam Perspektif Ki Ageng Suryamentaram

28 Juni 2024   18:03 Diperbarui: 28 Juni 2024   18:14 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup tidak ada yang menghidupkan, selain keinginan. Sesudah memahami, manusia tidak perlu menyesali dengan kegagalan masa lalunya dan mengkhawatirkan kegagalan masa depannya. Dengan begitu, manusia terbebas dari neraka yumani. Hidup di dalam ketenteraman hati.

SALAH satu karya masterpiece Ki Ageng Suryomentaram adalah Tembang Uran-Uran Beja. Karya yang berupa tembang tersebut diciptakan oleh Suryomentaram sesudah mendapat pencerahan batin ketika gagal bunuh diri dengan mencebur dirinya ke sungai Opak yang sedang banjir.

Diberi judul Tembang Uran-Uran Beja, karena karya Suryomentaram memuat ajaran orang tua kepada anaknya perihal hakikat beja (keberuntungan). Sehingga ajaran ini pantas menjadi pegangan orang tua yang ingin memberikan wejangan kepada buah hatinya.

Karena sarat ajaran Suryomentaram, Tembang Uran-Uran Beja layak untuk dikaji berdasarkan muatan yang disampaikan Suryomentaram. Sesudah semua pupuh dipahami, kesimpulan dari seluruh muatan dapat disampaikan. Sehingga inti ajaran Suryomentaram dapat diterima dengan gamblang.

Diketahui bahwa Suryomentaram membuka karyanya Tembang Uran-Uran Beja dengan pupuh Mijil. Hal ini dikarenakan kata mijil dalam tembang macapat memiliki pengertian keluar, lahir, atau awal-mula. Melalui pupuh Mijil, Suryomentaram mengajarkan kepada manusia beberapa pengetahuan, sebagai berikut:

  • Manusia hendaklah tidak mencari-cari dan memuji-muji segala sesuatu baik di kolong langit maupun di muka bumi. Karena segala sesuatu yang diperoleh manusia tidak akan memberikan kemuliaan, melainkan hanya kesenangan sesaat.
  • Segala sesuatu yang ditolak manusia tidak akan menimbulkan bahaya yang besar. Kalau toh menimbulkan rasa kecewa tidak akan berlangsung lama. Rasa kecewa akan hilang pada masanya.
  • Setiap keinginan manusia yang tercapai hanya menimbulkan kesedian. Bila keinginan yang tercapai tidak sesuai tujuannya akan menimbulkan bahaya besar. Karenanya setiap sesuatu yang dicapai harus disesuaikan dengan tujuannya, agar mencapai kemuliaan.
  • Rasa susah dan bahagia hanya berlangsung selama tiga hari. Tiga hari, manusia merasa susah. Tiga hari kemudian, manusia merasa senang. Susah dan senang datang silih berganti. Susah dan senang bersifat abadi.
  • Bila keinginan yang tercapai memberi rasa senang dan kemudian susah, manusia ingin mencapai keinginan yang lebih besar lagi. Ketika keinginan yang lebih besar tidak tercapai, manusia akan merasa susah.

Seusai pupuh Mijil diakhiri ajaran mengenai keinginan manusia yang selalu mulur (berkembang) tersebut, Suryomentaram melanjutkan ajarannya pada pupuh Pucung. Melalui pupuh Pucung, Suryomentaram menyampaikan ajarannya, sebagai berikut:

  • Sifat manusia selalu tidak puas dengan sesuatu yang dicapainya. Bila manusia yang mencari pemasukan seringgit terpenuhi, maka akan mencari pemasukan seratus ringgit, seribu ringgit. Bila keinginannya tidak terpenuhi, manusia akan menjadi susah.
  • Sebagaimana dari mencari uang hingga motor dan istri cantic; kebutuhan manusia terhadap semat, drajat, dan kramat tidak ada bedanya. Sesudah ketiga kebutuhannya yang terpenuhi itu membuatnya senang dan kemudian susah, maka manusia ingin mencapai sesuatu yang tingkatannya lebih tinggi agar kembali merasa senang. Ketika keinginannya tidak tercapai, manusia akan menjadi susah.
  • Sebaliknya bila keinginan manusia tidak terpenuhi, maka keinginan tersebut akan menjadi mungkret. Semisal bila tak mampu membeli rumah mewah, manusia memilih tinggal di rumah sendiri meskipun berdinding gedheg. Bila tak punya rumah sendiri, manusia memilih tinggal di rumah kontrakan. Bila tak sanggup tinggal di rumah kontrakan, manusia akan memilih tinggal di bawah jembatan. Bila tak bisa tinggal di bawah jembatan, manusia akan menggelandang.
  • Perkembangan mulur mungkret akan senantiasa seirama dengan perkembangan rasa senang dan susah. Bila terpenuhi keinginannya, manusia menjadi senang. Bila tidak terpenuhi keinginannya, manusia menjadi susah. Demikianlah kisah hidup manusia: mulur-mungkret.

Ajaran Suryomentaram berlanjut pada pupuh Kinanthi. Melalui puput tersebut, Suryomentaram mengembangkan pemikiran-pemikirannya yang menyoal mengenai rasa hidup sebagaimana dijabarkan sebagai berikut:

  • Rasa hidup (senang-susah) dilami semua orang tanpa memandang semat, drajat, dan kramat.
  • Semua orang tanpa memandang semat, drajat, dan kramat mengalami senang-susah. Satu hal yang membedakan, rasa susah dan senang ditimbulkan dari kebutuhan mereka yang berbeda.
  • Bila sudah terbebas dari rasa senang dan susah, manusia akan terbebas dari neraka pambegan (kesombongan) dan neraga meri (iri dan dengki). Sehingga, manusia tidak akan merasa dirinya lebih mulia dari orang lain. Iri hati karena kalah wibawa dari orang lain.

Pada pupuh Durma yang merupakan kelanjutan dari pupuh Kinanthi, Suryomentaram menerangkan mengenai neraka yumani, yakni neraka yang disebabkan oleh rasa sombong dan iri hati. Adapun ajaran Suryomentaram yang tertuang dalam pupuh Kinanthi, sebagai berikut:

  • Dikisahkan tentang neraka yumani. Neraka ini yang terbagi menjadi dua yakni neraka kesombongan dan neraka iri hati. Kedua neraka tersebut akan membuat manusia cekala hingga kehidupannya terpontang-panting ke sana kemari. Karena kutukan dari kedua neraka itu, wajah manusia menjadi buruk, liar pandangannya, dan wajahnya terbakar. Bagi manusia yang terbakar oleh neraka iri hati akan takut bila bertemu dengan seseorang dengan semat, drajat, dan kramat melampaui dirinya. Bagi manusia yang terbakar neraka kesombongan akan menjadi masam pandangannya bila melihat orang lain yang lebih rendah semat, derajat, dan kramatnya. 
  • Neraka yumani selalu membakar manusia yang memiliki semat, drajat, dan kramat lebih tinggi dari orang lain hingga menjadi sombong. Neraka yumani pula membakar manusia yang memiliki semat, drajat, dan kramat lebih rendah dari orang lain hingga menjadi iri hati.
  • Neraka yumani tidak bisa dipadamkan dengan ketabahan hati, Karenanya sifat sombong dan iri hati yang membakar manusia telah menjadi watak. Sebab itu neraka yumani yang tidak bisa ditundukkan dengan kesaktian manapun itu sangat menakutkan bagi manusia.

Perihal neraka yumani yang digambarkan suaranya menggeram seperti seribu guntur dan menggemuruh seperti luapan tasik tersebut masih disinggung oleh Suryomentaram pada pupuh Girisa. Pada pupuh Girisa, Suryomentaram menjelaskan bahwa karena teramat menakutkannya neraka yumani tersebut, manusia ingin membebaskan diri dari siksasaannya.

Sampai tidak kuatnya menanggung siksaaan neraka yumani, manusia ingin mati bila tidak menjadi lebih unggul dari orang lain. Melakukan tapa brata atau puasa pati geni, agar menjadi lebih jaya dari orang lain. Bahkan rela dikubur agar mendapat penghormatan dari orang lain.

Selanjutnya pada pupuh Dhandhanggula, Suryomentaram mulai menyinggung perihal pentingnya rasa tentram yang digambarkan berada di dalam surga. Dengan rasa tentram, manusia akan mendapatkan semat, drajat, dan kramat dengan sangat mudah. Seandainya gagal mendapatkan ketiganya, manusia tidak lagi memermasalahkannya. Mengingat manusia sudah memiliki kesadaran bahwa keinginan terus mengalami mulur-mungkret setiap harinya.

Seusai pupuh Girisa dan pupuh Dhandhanggula, Suryomentaram melanjutkan ajarannya melalui pupuh Kinanthi yang dijabarkan, sebagai berikut:

  • Manusia hanya dipenuhi dengan keinginan yang hanya menimbulkan rasa senang dan rasa susah. Keinginan itu sendiri, sifatnya abadi, yang mana tidak berawal dan tidak berakhir. Keinginan yang sesungguhnya merupakan muasal kehidupan manusia di dunia. Karena bermula dari keinginan, manusia bergerak untuk memenuhinya.
  • Berkat keinginan, manusia dilahirkan di muka bumi. Di mana awal mula, seorang ayah dan ibu ingin bersanggama. Dari sanggama, membuahkan darah hingga membentuk janin di dalam rahim ibu. Dari keinginan sang janin, ia lahir di muka bumi. Karena itu, janin lahir bukan karena keinginan sang ibu. Sesudah terlahir, janin mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwanya bersama keinginan.
  • Sekalipun raga telah mati, namun keinginan terus hidup. Dari sini bisa dinyatakan bahwa keinginan bersifat abadi dan raga tidak bersifat kekal. Keinginan bersifat utuh, sementara raga bersifat bisa rusak.
  • Pemahaman bahwa hidup tidak ada yang menghidupkan, selain keinginan. Sesudah memahami, manusia tidak perlu menyesali dengan kegagalan masa lalunya dan mengkhawatirkan kegagalan masa depannya. Dengan begitu, manusia terbebas dari neraka yumani. Hidup di dalam ketenteraman hati.

Pada pupuh Maskumambang, Suryomentaram mengisahkan masa lalunya sebagai putra Sri Sultan Hemengkubuwana VII. Karena kekayaan orang tuanya, Suryomentaram tidak pernah mengalami hidup sengsara. Sehingga Suryomentaram dapat naik kereta, bisa mengejek setiap orang. Bila mengingat masa lalunya yang serba kecukupan, Suryomentaram menyesal hingga merinding tengkuknya.

Akan tetapi pada pupuh Kinanthi, Suryomentaram menyadari bahwa penyesalan tidak mengubah nasib hidupnya pada masa kemudian, selain hanya menimbulkan rasa sedih. Karenanya, Suryomentaram mencoba untuk tidak menyesali masa lalunya dan mengkhawatirkan masa depannya. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari neraka yumani.

Melalui pupuh Megatruh, Suryamentaram mengajarkan agar manusia untuk bangkit dari keterpurukan masa lalu. Bukannya menyesali masa lalu melalui cara menggelandang dengan berpakaian dekil. Apalagi menyesalinya dengan mencoba bunuh diri dengan mencebur ke sungai Opak yang tengah banjir. Sebab bunuh diri bagi suami akan mengakibatkan penderitaan istri dan anak-anaknya.

Pada akhirnya, Suryomentaram menutup ajarannya melalui pupuh Kinanthi. Adapun ajaran Suryomentaram yang tertuang pada pupuh Kinanthi, sebagai berikut:

  • Bila manusia sudah memahami bahwa hidup hanya senang dan susah, maka akan sirna rasa khawatir. Bila kekhawatiran telah sirna, maka yang muncul hanya ketabahan. Bila ketabahan sudah merasuk di dalam jiwa, manusia akan merasa tenang di manapun berada dan menjadi apapun, berani di dalam menghadapi segala masalah, serta tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan, sikap, dan tindakan.
  • Bila manusia sudah merasa tenang, maka tidak bermasalah baik dipedulikan maupun tidak oleh orang lain. Manusia akan tetap tenang, karena tidak memiliki keinginan untuk dianggap ada atau tidak. Tidak memiliki tendensi atas segala sikap dan tindakannya.
  • Hendaklah manusia tidak khawatir dengan masa depannya, dan selalu berjiwa sabar. Hanya dengan kesabaran, manusia dapat mengendalikan keinginannya. Dan si pengendali keinginannya itu disebut aku sejati. Dialah kusir kereta yang ditarik kuda-kuda nafsu.

Keberuntungan bila aku menjadi pribadi. Bukan aku menjadi keinginan, aku menjadi susah, atau aku menjadi senang. Inilah kunci bagi manusia yang ingin mendapatkan keberuntungan hidup sesudah jiwanya menjadi tabah, tenang, dan tenteram. (Sri Wintala Achmad)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun