Rasanya baru kemarin kita melewati tahun dengan penuh suka cita, lalu dikagetkan dengan pandemik yang datang tiba-tiba, sekarang sudah mau penghujung tahun lagi. Waktu sangat cepat berubah jarum-jarum jam itu memang terlalu sibuk sendiri, tanpa ada kuasa manusia untuk membuatnya jeda meski hanya sedetik.
Kalau melihat lagi ke belakang, banyak sekali hal yang berubah dengan diri sendiri bahkan lingkungan sekitar. Ada yang berubah menuju kebaikan atau pun sebaliknya, diri kita sendirilah yang lebih paham tentang itu. Namun, tentang apa pun itu akan selalu ada hikmah yang dapat kita terima untuk semakin memahami serta mendewasakan diri sendiri.
Tahun ini tidak pernah kita sangka akan banyak cerita bermakna dari tahun-tahun sebelumnya. Entah lebih banyak bahagia atau air mata, hal-hal yang begitu kita hindari sampai yang kita kejar mati-matian.
Kita belajar kuat melewati semua, melatih diri untuk tetap tabah bahwa ada banyak hal yang mungkin sudah ditakdirkan tidak sesuai dengan harapan, tetapi bisa jadi itu adalah pemberian paling istimewa dari Pencipta yang suatu hari akan kita sadari dan syukuri.
Sebelum Januari kembali, kita butuh berbenah diri, melihat dan mencintai lagi diri sendiri, menerima semua hal yang kurang baik tahun ini, segala duka, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan kesempatan, dan semua kehilangan lainnya, sebab kita akan belajar lebih baik lagi sesudah ini dan kembali percaya akan ada hari baik setelah badai menghampiri.
Belajar menerima lagi diri sendiri agar kita bisa melangkah dengan tenang menjalani hidup, sebab dengan menerima diri sendiri kita sudah berani melangkah untuk mencapai hidup seutuhnya dan itu tidak mudah, butuh tekad kuat dan proses menuju dewasa, menuju penerimaan yang utuh.
Berikut ini adalah beberapa hal yang mungkin harus kita pahami sebagai seorang manusia, untuk belajar menerima diri dan hidup seutuhnya. Semoga kita bisa menjadi lebih baik setidaknya satu persen setiap harinya.
1. Memberikan cinta pada diri sendiri
 Sehingga saat hidup mulai bekerja kita bisa paham kapan harus bersikap dengan tegas, kapan harus berhenti sejenak, sebab mencintai diri sendiri tidak hanya memperhatikan yang bahagia-bahagia saja, kita juga perlu memeluk segala sisi gelap dalam diri dengan penerimaan bahwa hidup bukanlah ajang kesempurnaan semua punya kekurangannya sendiri-sendiri.
2. Berhenti mencoba mengendalikan semua hal
Kita perlu belajar untuk berhenti mencoba mengendalikan semua hal, sebab tidak semua hal ingin dikendalikan oleh kita. Dalam hidup begitu banyak hal yang ingin kita coba kendalikan. Ada kalanya kita selalu berpikir bahwa segala sesuatu yang di bawah kendali kita akan berakhir dengan baik, padahal tidak sepenuhnya begitu. Saat kita berusaha mengontrol semua hal yang mungkin kita percaya mampu terarah dengan baik tapi ternyata tidak, malah akan membuat kita kecewa, sebab tidak semua hal ingin dikontrol oleh kita. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Pekerjaan orang lain, perasaan, waktu, Â padahal yang bisa kita lakukan hanyalah mengendalikan diri sendiri. Mengendalikan diri sendiri untuk berproses lebih baik, sebab kita tidak bisa mengendalikan pendapat orang lain terhadap diri kita. Kadang kita hanya perlu mengambil setiap perkataan itu untuk naik tangga kehidupan berikutnya. Bahkan waktu tidak akan mampu kita kendalikan, maka belajarlah mengendalikan apa yang benar-benar mampu untuk kita kontrol, kalau pun kita butuh bantuan, jangan ragu untuk itu, karena bertumbuh kita perlu bantuan dan dukungan orang lain.
Pekerjaan orang lain pun tidak sepenuhnya dapat kita kontrol dengan baik, maka kita tidak perlu terlalu berambisi untuk mengambil control pada pekerjaan orang lain, pada target orang lain. Sebab yang bisa kita kendalikan adalah diri kita sendiri, tentang segala apa yang bisa membuat kita semakin menjadi manusia yang lebih baik.
3. Tidak semua harus kita layani dengan hati
Sebagai manusia kadang kita mengalami perang antara pikiran dan hati. Pikiran inginnya ini sedangkan hati maunya yang lain. Dan, kebanyakan kita lebih mengutamakan hati lebih sering di banyak hal dari pada pikiran kita sendiri. Padahal kita sadar tidak semua hal harus kita sikapi pakai hati, ada banyak hal pula yang harus di pikirkan baik-baik dengan logika sebelum memutuskan harus mengambil jalan mana. Lalu bagaimana dengan mereka yang memang sifat bawaannya adalah orang yang lebih mengutamakan perasaan dari pada logika?
Sebaiknya kita perlu bertanya pada diri sendiri, apa yang harus saya lakukan dengan ini?
Hati dan pikiran perlu kita perluas lagi, perlu kita singkronisasikan lagi. Ibarat jungkat jungkit ada kalanya kita harus lebih mengutamakan perasaan, ada saatnya pula kita perlu mengutamakan logika pada hal-hal yang mungkin tidak selaras dengan hati dan kehidupan, tapi ada waktunya juga logika harus bekerja sama dengan perasaan, tergantung dengan situasi yang sedang kita hadapi. Sebab jika dengan perasaan saja kita memutuskan suatu hal, akan banyak hal lain yang mungkin tidak akan berjalan dengan baik.
Tentunya setelah kita mengenali diri sendiri apakah kita termaksud orang yang lebih cenderung memutuskan suatu hal dengan hati atau pikiran, Sebab hati dan pikiran punya tempatnya masing-masing untuk kita kerjakan.
4. Berlebihan dalam percaya diri juga tidak sepenuhnya baik
Ada kalanya kita perlu optimis terhadap suatu hal yang sedang kita kejar atau usahakan. Namun jika kita teramat berlebihan dalam sikap optimisme tersebut dengan menutup kemungkinan lain yang mungkin tidak sesuai harapan, terlalu percaya dengan kemampuan diri sehingga kita tidak menyiapkan diri jika saja yang terjadi adalah kebalikan dari yang tidak kita inginkan, itu akan sangat merugikan diri sendiri.
Kita perlu memahami bahwa ada pula segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi, sebab ada harapan yang ditakdirkan tidak sesuai dengan kenyataan, memahami keadaan ini bahwa segala sesuatu punya kemungkinan baik dan buruk kita perlu menyiapkan diri di samping harapan baik yang terus mekar juga untuk segala kemungkinan yang tidak baik yang bisa saja terjadi. Di samping diri kita yang mempunyai sikap optimis bahwa kita percaya apa yang sudah kita perjuangkan dan usahakan akan berbuah hasil yang baik, kita juga perlu percaya bahwa kemungkinan kurang baik akan mengambil tempatnya.
Kita hanya perlu menyeimbangkan bahwa jika ada kemungkinan baik pasti ada juga kemungkinan buruknya. Tidak mengapa untuk tetap optimis namun jangan lupa menyiapkan diri pula untuk kemungkinan yang sebaliknya. Sebab jika kita fokus hanya pada segala kemungkinan baik tanpa percaya bahwa kemungkinan buruk juga bisa hadir, diri sendirilah yang akan menanggung kecewa yang berat, berhenti mencoba kembali, bahkan putus semangat. Maka, kita perlu menyiapkan diri untuk segala kemungkinan baik pun dengan kemungkinan-kemungkinan yang kurang baik.
5. Tidak semua hal mampu terselesaikan dengan emosi.Â
Kita perlu sadar, tidak semua hal mampu terselesaikan dengan emosi. Bahkan jika kita sedang marah juga punya masalah dengan orang lain, berlebihan dalam menerima emosi dalam diri bisa semakin memperparah keadaan dan tidak menyelesaikan masalah, juga hubungan kedekatan yang seharusnya mampu terjaga malah menjadi renggang.Â
Merasakan marah dan kecewa wajar, tapi tidak semua hal mampu diselesaikan dengan emosi semata. Kita perlu belajar menerima emosi tanpa perlu memperburuk keadaan, berlapang dada dalam semua kejadian, melatih diri menerima dan memperbaiki tanpa perlu menyakiti.
Sebentar lagi hari-hari akan berganti, tahun berubah angka yang semakin jauh. Menunjukkan telah banyak hari, waktu dan tenaga yang sudah kita habiskan. Sekarang saatnya kita menerima, mencintai diri sendiri, memberi rasa ikhlas pada semua hal yang kurang baik  selama ini, melihat lagi sudah seberapa mampu kita menerima diri sendiri.
Semua orang punya sisi gelap dalam dirinya, tidak mengapa, akan selalu ada hikmah yang Pencipta titipkan, kita hanya perlu melihat dan mengambil kebaikan di baliknya. Semua kunci dari kehidupan mungkin kita perlu mendekat lagi pada Sang Pencipta, menjadi hamba yang lebih baik agar Tuhan tunjukkan jalan kehidupan, semoga bukan hanya di dunia namun juga hidup setelah mati.
Selamat menerima diri kembali, kita bisa memperbaikinya satu persatu di perjalanan untuk lebih utuh menjadi manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H