Hadiah Cinta Sipakario
Oleh: Penadebu
Deburan kecil ombak Pantai Nipah-Nipah menembus sisa siang yang mendung. Martha menggenggam tangan Bayu erat saat mereka berdiri di tepi Pantai Sipakario, Nipah-Nipah. Pasir putih yang lembut menyentuh sepatu mereka, dan suara debur ombak yang tenang menjadi saksi bisu pertemuan hati yang telah terjalin sejak lama. Di hadapan mereka, dua buah kelapa muda tergeletak di atas meja kayu, Â anyaman pandan, simbol cinta yang terukur dan sederhana namun penuh makna.
"Bayu, kau ingat pertama kali kita ke sini?" tanya Martha, matanya menatap lembut ke arah kekasihnya.
Bayu mengangguk sambil tersenyum. "Bagaimana mungkin aku lupa? Di pantai inilah, di bawah pohon ketapang itu, aku berjanji untuk mencintaimu seumur hidupku." Ia menunjuk sebuah pohon ketapang yang kokoh berdiri di tepi pantai, seakan menjadi penjaga setia kisah mereka.
Martha tersenyum, bibirnya melengkung sempurna, memperlihatkan ketulusan yang tak terbantahkan. "Dan hari ini, aku ingin kita kembali menguatkan janji itu. Seperti dua buah kelapa muda ini, kita adalah dua jiwa yang berbeda, namun terikat oleh cinta sejati."
Bayu mengangkat salah satu kelapa muda dan menatapnya dalam-dalam. "Kelapa ini adalah simbol kesederhanaan cinta kita. Tak perlu hal besar atau mewah, cukup saling percaya dan setia. Itu sudah lebih dari cukup."
Di tengah embusan angin pantai yang membawa aroma asin dan segar, mereka duduk berdua, menikmati kelapa muda yang mereka bawa dari pasar kecil di dekat pantai. Rasa manis dan segarnya membaur sempurna dengan suasana bahagia yang mengelilingi mereka.
"Bayu, aku percaya bahwa cinta kita seperti ombak ini. Meski terkadang bergolak, ia selalu kembali tenang dan menyentuh pantai dengan kelembutan," ujar Martha, suaranya setenang deburan air laut.
"Dan aku percaya bahwa cinta kita seperti pasir ini," jawab Bayu, menatap pasir yang mereka injak. "Ia mungkin terhempas angin atau air, tapi ia tetap ada di sini, menjadi dasar yang kokoh untuk kita berpijak."
Martha menatap Bayu dengan penuh cinta, matanya berbinar seolah memantulkan sinar mentari senja yang mulai turun perlahan di cakrawala. "Bayu, aku ingin kau tahu, apapun yang terjadi, aku akan tetap di sisimu. Kita sudah berjanji untuk sehidup semati, bukan?"
Bayu mengangguk, matanya juga tak lepas dari wajah Martha. "Iya, Martha. Aku akan selalu mencintaimu, dalam keadaan apapun. Sama seperti pantai ini yang selalu menerima ombak, kita akan selalu menerima satu sama lain."
Di bawah langit yang mulai berwarna jingga, mereka saling mengucapkan janji itu sekali lagi, janji yang terukir abadi di hati mereka. Dua buah kelapa muda itu kini menjadi saksi tambahan dari cinta sejati mereka, cinta yang sederhana namun begitu dalam, terukir di Pantai Sipakario yang indah.
Dan angin pantai pun berhembus pelan, seakan membawa kisah cinta Martha dan Bayu ke cakrawala, di mana laut dan langit bertemu, mengabadikan cinta mereka selamanya.
Beberapa waktu kemudian, sekelompok burung camar terbang rendah melintasi cakrawala, seolah ikut merayakan momen kebahagiaan mereka. Bayu menoleh ke arah Martha dan berkata, "Pantai ini akan selalu menjadi tempat kita kembali. Tempat di mana cinta kita pertama kali bersemi, dan tempat di mana kita akan selalu mengingat janji ini."
Martha mengangguk, lalu meletakkan kepala di bahu Bayu. "Aku percaya, Bayu. Di sini, di Sipakario, kita telah meninggalkan jejak yang tak akan pernah hilang. Setiap kali aku melihat ombak atau pohon kelapa, aku akan mengingat kita."
Saat malam tiba, bintang-bintang mulai bermunculan di langit, melengkapi keindahan malam di Pantai Sipakario. Mereka berdua duduk di sana hingga angin malam semakin dingin, berbagi kehangatan satu sama lain di bawah selimut langit bertabur bintang. Cinta mereka tetap kokoh, seperti dua buah kelapa muda yang kini menjadi simbol abadi hubungan mereka.
Siang itu, Martha mempersiapkan sebuah kejutan kecil untuk Bayu. Dengan hati-hati, ia menyiapkan sebuah hadiah yang sederhana namun penuh makna. Di balik pohon ketapang yang biasa menjadi tempat mereka berteduh, Martha menyembunyikan sebuah keranjang kecil yang berisi foto-foto kenangan mereka, sebuah buku catatan berisi tulisan tangannya, dan secarik kain batik yang ia buat sendiri.
Ketika Bayu kembali dari berjalan menyusuri pantai, Martha tersenyum sambil memegang keranjang itu di belakang punggungnya. "Bayu, aku punya sesuatu untukmu," katanya penuh semangat.
Bayu mengerutkan kening, penasaran. "Apa itu, Martha?"
Martha menyerahkan keranjang itu, dan Bayu membukanya perlahan. Mata Bayu berbinar melihat isi keranjang tersebut. "Martha, ini luar biasa! Foto-foto ini membawa kembali begitu banyak kenangan indah. Dan kain batik ini... kau buat sendiri?"
Martha mengangguk, pipinya merona. "Aku ingin kau tahu betapa berharganya dirimu dalam hidupku. Semua ini adalah bagian dari rasa terima kasihku karena kau selalu ada untukku."
Bayu memeluk Martha erat. "Kau adalah hadiah terbaik dalam hidupku, Martha. Terima kasih untuk semuanya. Aku akan menjaga kenangan ini seperti aku menjaga cinta kita."
Hari itu, hadiah kejutan Martha menjadi momen yang semakin menguatkan cinta mereka. Di Pantai Sipakario, di bawah pohon ketapang yang sama, mereka merasakan kembali hangatnya cinta yang terus bertumbuh, seperti ombak yang tak pernah lelah menyapa pantai.
Suatu sore lainnya, Martha dan Bayu memutuskan untuk berjalan lebih jauh ke sisi lain Pantai Sipakario, di mana sebuah pohon ketapang besar berdiri kokoh di dekat tebing kecil. Pohon itu tampak megah dengan daunnya yang rimbun, memberikan keteduhan alami di bawah sinar matahari yang mulai condong ke barat.
"Bayu, lihat pohon ketapang ini. Besar dan kuat, seperti cinta yang kita yakini selama ini," ujar Martha sambil menatap kagum.
Bayu meraih tangan Martha, menuntunnya untuk duduk di bawah pohon itu. "Kau tahu, Martha, pohon ini mengingatkanku pada keyakinan kita. Akar-akarnya yang dalam membuatnya kokoh berdiri meski diterpa angin dan badai. Sama seperti cinta kita yang berakar pada kepercayaan dan ketulusan."
Martha mengangguk, menatap daun-daun yang bergoyang pelan tertiup angin. "Dan daunnya yang rindang melambangkan harapan dan perlindungan. Aku ingin cinta kita selalu memberikan kehangatan dan tempat berteduh bagi kita berdua, apa pun yang terjadi."
Di bawah pohon ketapang itu, mereka saling berpelukan, membisikkan doa dan harapan untuk masa depan. Suara ombak yang memecah di kejauhan dan embusan angin laut menjadi musik alami yang melengkapi momen indah tersebut. Pohon ketapang itu kini menjadi saksi baru dari cinta mereka, yang terus tumbuh kuat dengan keyakinan yang tak tergoyahkan.
Nipah-Nipah, 9 Desember 2024
#Penadebu_Cerpen_ Hadiah Cinta Sipakario
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H