Mohon tunggu...
Sutrisno Penadebu
Sutrisno Penadebu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis menebar kebaikan, Menulis apa saja bila ide datang

Sutrisno dengan nama pena Penadebu, ASN di Babulu kabupaten Penajam Paser Utara. Menulis di beberapa media baik cetak maupun online telah menerbitkan beberapa jurnal, prosiding, dan beberapa buku. Kini menjadi pengurus organisasi profesi. Menjadi instruktur lokal dalam kegiatan menulis dan guru inti. Sutrisno dapat dihubungi di: 1. HP/Wa : 081253791594 2. Facebook : Sutrisno babulu 3. Email : sutrisnok809@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pergi ke Tanah Suci dengan Cinta Pertamanya

17 Desember 2024   17:20 Diperbarui: 17 Desember 2024   17:20 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pergi ke Tanah Suci dengan Cinta Pertamanya
Oleh: Penadebu

Hujan Pagi itu mengguyur kota kecamatan di mana Fe tinggal. Fe adalah seorang wanita muda yang tangguh, cantik, dan penuh semangat. Di balik kelembutannya, ada jiwa pejuang yang tak pernah berhenti berusaha. Sejak kecil, ia tumbuh dalam keluarga sederhana yang penuh kasih sayang. Ayahnya, Pak Burhan, adalah sosok yang paling ia cintai dan kagumi. Baginya, Ayah adalah cinta pertama yang tak tergantikan. Meskipun kehidupan mereka tidak selalu mudah, Fe selalu percaya bahwa segala kesulitan akan bisa mereka atasi bersama.

Sejak lama, Pak Burhan menyimpan keinginan besar untuk pergi ke Tanah Suci, menunaikan umroh. Bagi Pak Burhan, itu adalah impian terbesar dalam hidupnya, namun keterbatasan finansial sering kali membuatnya harus menundanya. Fe, sebagai putri satu-satunya, bertekad untuk mewujudkan impian sang ayah. Sebagai anak pertama dengan 2 adik yang Fe sayangi.

Fe bekerja keras. Ia yakin dengan mengambil pekerjaan sebagai kunci barokahnya, menabung tanpa lelah, bahkan mengurangi keperluan pribadinya demi mewujudkan harapan ayahnya. Setiap tetes keringat yang jatuh selalu dibarengi dengan doa yang tulus agar kelak ia bisa mengantarkan ayahnya beribadah di depan Ka'bah.

Di sisi lain, ada Haby, seorang pria yang tak hanya menjadi kekasih Fe, tapi juga cinta sejatinya. Haby selalu mendukung perjuangan Fe, meski mereka jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Haby tahu betapa pentingnya impian Pak Burhan bagi Fe, dan ia selalu mendoakan agar semua usaha Fe berjalan lancar. Dalam hati, Haby pun menyimpan keinginan yang sama --- menyusul ke Tanah Suci dan menikahi Fe di hadapan Ka'bah, meminang wanita yang ia cintai dengan mahar yang mulia di tempat paling suci.

Hari itu akhirnya tiba. Fe berhasil mengumpulkan cukup dana untuk mengantarkan ayahnya pergi ke Tanah Suci. Dengan penuh haru, ia mengiringi Pak Burhan hingga bandara. Air mata kebahagiaan mengalir di pipinya, menyaksikan ayahnya melangkah pergi dengan pakaian ihram, bersiap menunaikan impian yang selama ini tertunda.

"Ayah, ini impian kita berdua. Aku bahagia bisa melihat Ayah pergi ke sana," ucap Fe sambil memeluk erat Pak Burhan.

Pak Burhan tersenyum lembut, "Terima kasih, Nak. Ayah takkan pernah bisa membalas semua kebaikanmu. Ayah akan mendoakanmu di setiap doa di sana."

Ketika pesawat yang membawa Pak Burhan lepas landas, Fe merasakan hatinya penuh dengan syukur dan kebanggaan. Tapi, di balik rasa bahagia itu, ada kerinduan yang mendalam untuk Haby, cinta sejatinya. Mereka berdua sering membicarakan impian untuk bersama-sama ke Tanah Suci, dan kini Haby sedang berusaha keras untuk menyusul.

Hari-hari berlalu, dan Fe tak henti-hentinya berdoa agar Haby segera bisa menyusul. Mereka berkomunikasi jarak jauh, saling menguatkan satu sama lain.

"Fe, aku sedang berusaha sekuat tenaga. Suatu hari nanti, aku akan berdiri di depan Ka'bah, berikrar menjadi suamimu," pesan Haby suatu hari.

Fe tersenyum, membayangkan momen itu. "Aku percaya, Haby. Aku yakin, kita akan sampai di sana bersama, dan ikrar kita akan diiringi dengan doa-doa terbaik di depan Ka'bah."

Dengan keyakinan itu, Fe melanjutkan hari-harinya, menanti saat di mana cinta sejati dan cinta pertama dalam hidupnya bertemu di Tanah Suci. Pak Burhan, yang sekarang sedang melaksanakan ibadah umroh, menjadi lambang cinta yang tak tergantikan. Dan Haby, yang terus berusaha untuk segera menyusul, menjadi simbol cinta yang akan abadi di dunia dan akhirat.

Perjalanan cinta Fe bukanlah tentang kemewahan, tapi tentang ketulusan, pengorbanan, dan doa-doa yang tak pernah terputus. Sebuah cinta yang dirangkai oleh takdir, untuk bersatu di tempat paling suci, Ka'bah, di mana cinta mereka akan diikrarkan selamanya.

Hari-hari setelah kepergian Pak Burhan, Fe merasa rumahnya sedikit sepi. Meski demikian, hatinya tetap hangat dengan kebahagiaan dan rasa syukur. Ia kerap menerima kabar dari ayahnya melalui pesan singkat yang penuh haru. Setiap kali menerima foto ayahnya mengenakan pakaian ihram di Masjidil Haram atau berdiri di hadapan Ka'bah, Fe tak kuasa menahan air matanya. Impian itu kini menjadi nyata, dan ia merasa segala lelah dan pengorbanannya telah terbayar.

Namun di sisi lain, hatinya terus tertaut pada Haby. Pria itu masih bekerja keras, menyusun rencana untuk bisa pergi ke Tanah Suci sekaligus mempersiapkan mahar untuk meminang Fe. Bagi Haby, cinta mereka bukan hanya tentang perasaan, tapi tentang tujuan hidup yang lebih tinggi, dan ia ingin membuktikan kesungguhannya di hadapan Tuhan dan di hadapan Ka'bah.

Suatu malam, Fe teringat percakapan terakhir mereka.

"Fe, nanti saat kita di Tanah Suci, aku ingin memberikan mahar yang tidak biasa. Aku ingin memberi sesuatu yang bukan hanya berharga di dunia, tapi juga di akhirat. Itu sebabnya aku ingin mengucapkan ijab kabul di depan Ka'bah, tempat yang paling suci, dengan segala ketulusan yang kupunya."

Kata-kata itu terus terngiang di benak Fe. Ia tahu Haby pria yang gigih dan tulus. Ia tak pernah ragu bahwa Haby akan datang dengan seluruh cinta dan pengorbanannya. Namun, ada satu hal yang membuatnya semakin gelisah---waktu. Setiap hari, Fe berdoa agar takdir berpihak pada mereka, agar tak ada rintangan yang terlalu besar yang bisa memisahkan mereka.

Beberapa bulan berlalu, Pak Burhan telah kembali dari Tanah Suci dengan hati yang bersih dan penuh damai. Ia tak henti-hentinya bercerita tentang betapa agungnya ibadah umroh yang ia jalani. Setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah doa dan rasa syukur, terutama untuk Fe, putrinya yang luar biasa.

"Fe, saat Ayah berada di depan Ka'bah, Ayah memohonkan doa khusus untukmu dan Haby," ucap Pak Burhan suatu malam sambil memandang putrinya dengan penuh haru. "Ayah berdoa agar kalian bisa segera dipersatukan, dan agar ikatan kalian abadi. Ayah percaya, Tuhan akan mendengar doa-doa kita."

Mendengar itu, Fe tersenyum, namun hatinya masih dipenuhi harapan yang belum terwujud. Meski ia percaya akan takdir, ia tetap merindukan Haby. Mereka telah lama berjuang, dan kini Fe merasa saatnya hampir tiba.

Tak lama kemudian, sebuah kabar datang. Haby akhirnya berhasil mengumpulkan dana untuk umroh dan akan berangkat dalam beberapa minggu. Pesan singkat dari Haby tiba di ponsel Fe di suatu pagi:

"Fe, aku akan segera berangkat ke Tanah Suci. Bersiaplah, karena di sana, aku akan menepati janjiku. Doakan aku, agar kita bisa berikrar di hadapan Ka'bah."

Mata Fe berkaca-kaca. Doa-doa yang ia panjatkan selama ini akhirnya dijawab. Meski jarak dan waktu sempat menjadi penghalang, cinta dan doa mereka tidak pernah goyah. Haby akan datang, dan mereka akan bersatu di tempat paling suci.

Ketika hari keberangkatan Haby tiba, Fe merasakan kehangatan harapan di hatinya. Kali ini, bukan hanya ayahnya yang pergi, tetapi juga cinta sejatinya. Ia tak sabar menunggu momen ketika Haby akan berdiri di hadapan Ka'bah, meminangnya dengan cinta yang tulus dan doa-doa yang suci.

Beberapa minggu kemudian, kabar bahagia datang dari Tanah Suci. Di hadapan Ka'bah, di bawah langit Mekkah yang dipenuhi doa-doa, Haby mengucapkan ijab kabul di dalam hati, memohon kepada Tuhan agar segera bisa mengikat janji suci dengan Fe. Meski mereka belum bersama secara fisik, janji itu sudah mengikat mereka dalam cinta dan iman yang tak tergoyahkan.

Fe menunggu dengan sabar, dan ketika Haby akhirnya kembali, mereka tahu bahwa perjalanan cinta mereka baru saja dimulai. Dalam waktu dekat, Haby akan datang ke rumah, menghadap Pak Burhan dengan mahar dan niat yang suci. Pernikahan mereka tidak akan hanya menjadi ikatan antara dua insan, tetapi juga ikatan yang diberkahi oleh tempat paling suci di muka bumi.

Di depan Ka'bah, cinta pertama Fe --- sang Ayah --- dan cinta sejatinya --- Haby --- kini bersatu dalam satu doa. Doa yang abadi, mengiringi perjalanan cinta mereka hingga ke akhirat nanti.

Setelah Haby kembali dari Tanah Suci, ia langsung menemui Pak Burhan dan Fe. Kedatangannya disambut dengan kehangatan, namun juga haru yang mendalam. Fe yang selama ini menantinya dengan penuh kesabaran, merasakan jantungnya berdegup lebih kencang. Di ruang tamu sederhana itu, Pak Burhan duduk di tengah, menatap Haby yang datang dengan membawa niat mulia.

"Saya datang, Pak Burhan," ujar Haby dengan suara yang tenang namun penuh kesungguhan. "Seperti yang saya janjikan kepada Fe, saya ingin meminang putri Bapak dengan niat baik dan suci. Di depan Ka'bah, saya telah berdoa, dan di sini, saya ingin menunaikan janji itu."

Pak Burhan tersenyum, mata tuanya berkaca-kaca. Ia sudah lama menginginkan hal ini. Melihat pria yang begitu mencintai putrinya berdiri di hadapannya dengan hati yang bersih membuatnya merasa tenang. "Haby, aku tahu sejak awal niatmu baik. Fe beruntung memiliki pria sepertimu yang tak hanya mencintainya dengan sepenuh hati, tapi juga menghargai cita-citanya dan keluarganya. Aku merestui kalian berdua."

Mendengar kata-kata restu itu, air mata Fe jatuh perlahan. Selama ini ia dan Haby telah menempuh perjalanan panjang, penuh dengan pengorbanan, kesabaran, dan doa-doa yang tak henti dipanjatkan. Kini, mereka akhirnya tiba di titik yang mereka impikan --- restu dari sang Ayah.

Tak lama kemudian, Haby mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya. Di dalamnya ada cincin sederhana, simbol dari mahar yang selama ini ia persiapkan dengan segenap hati. Mahar itu bukanlah sekadar perhiasan duniawi, melainkan simbol ketulusan, perjuangan, dan cinta abadi.

"Saya memberikan ini sebagai mahar, sebagai tanda cinta saya untuk Fe, bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat," kata Haby sambil menyerahkan cincin itu kepada Pak Burhan. "Saya berharap, pernikahan kami nanti akan menjadi awal dari kehidupan yang penuh berkah dan kebahagiaan."

Pak Burhan menerima cincin itu dengan senyuman yang tulus. "Insya Allah, Haby. Pernikahan kalian akan diberkahi oleh Tuhan, seperti halnya doa-doa kita di Tanah Suci. Cinta yang kalian bina selama ini, dengan kesabaran dan ketulusan, pasti akan bertahan selamanya."

Beberapa minggu kemudian, hari yang dinanti-nantikan tiba. Fe dan Haby akhirnya resmi menikah, di sebuah akad nikah sederhana namun penuh kehangatan dan kebahagiaan. Di hadapan keluarga dan sahabat terdekat, mereka berikrar untuk saling mencintai dan setia seumur hidup, dalam suka dan duka, hingga akhir hayat.

Namun, janji terbesar mereka adalah untuk kembali ke Tanah Suci, bersama-sama, mengucapkan doa dan syukur di hadapan Ka'bah. Di tempat itulah, cinta mereka akan terus dipanjatkan dan diabadikan, di hadapan Tuhan, tempat semua doa bermuara.

Fe kini hidup dengan penuh kebahagiaan. Cinta pertamanya, sang ayah, telah melihatnya menikah dengan pria yang begitu ia cintai. Cinta sejatinya, Haby, telah memenuhi janji untuk meminangnya dengan kesucian dan keikhlasan. Mereka berdua kini berjalan beriringan, menatap masa depan dengan penuh harapan dan keyakinan, sambil terus membawa doa-doa yang pernah mereka panjatkan di Tanah Suci sebagai bekal untuk menjalani kehidupan yang baru.

Setiap langkah yang mereka ambil bersama, Fe selalu mengingatkan dirinya akan satu hal: bahwa cinta yang sesungguhnya adalah tentang kesabaran, pengorbanan, dan keyakinan. Dan kini, ia dan Haby menjalani perjalanan cinta mereka dengan tekad yang sama --- untuk terus berjalan di jalan yang diridhoi Tuhan, dengan cinta yang tidak hanya terikat di dunia, tetapi juga di akhirat.

Babulu, 17 Desember 2024
#Penadebu-Cerpen_ Pergi Ke Tanah Suci dengan Cinta Pertamanya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun