Mohon tunggu...
Sutrisno Penadebu
Sutrisno Penadebu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis menebar kebaikan, Menulis apa saja bila ide datang

Sutrisno dengan nama pena Penadebu, ASN di Babulu kabupaten Penajam Paser Utara. Menulis di beberapa media baik cetak maupun online telah menerbitkan beberapa jurnal, prosiding, dan beberapa buku. Kini menjadi pengurus organisasi profesi. Menjadi instruktur lokal dalam kegiatan menulis dan guru inti. Sutrisno dapat dihubungi di: 1. HP/Wa : 081253791594 2. Facebook : Sutrisno babulu 3. Email : sutrisnok809@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Balada Menua Bersama

26 Juli 2024   16:42 Diperbarui: 26 Juli 2024   16:44 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Balada Menua Bersama
Oleh: Penadebu

Senja ini enggaklah tiba-tiba, di ujung hari
Semua berproses, ibarat angin menendang air laut
bergelombang
Bersama cinta yang hampir pudar
Rambut memutih, tubuh melemah
Menggurat wajah, tanda usia tua.

Masa muda dahulu
Berlari-lari tanpa kenal lelah
Sekarang lutut berderak-derak
Setiap langkah jadi cerita susah.

Kini disamping hari, kursi ulin tempatnya mengasah cerita
tua bersamamu, tentang anak-anak yang sudah usai sarjana
Bersama menonton keriput tumbuh
Membagi obat dan krim anti nyeri
Cintaku setelah ini, tanpa sebuah iri dengki.

Dahulu cinta dibisikkan lembut
Sekarang lembutnya berbeda, pendengaran lesu
"Sayang, aku tak ingin jauh darimu"
Romantis di usia senja, sungguh memandang potret kejayaan jabatan.

Malam-malam penuh bisikan manis
Kini berganti suara ngorok keras
Mengusir mimpi, menghapus kantuk
Begitu akrab, dalam gelap pekat.

Tidur bersama, punggung berbalik
Mencari posisi yang nyaman, mustahil
Bangun pagi dengan badan kaku
Sarapan bersama, dengan obat semangkuk.

Berpegangan tangan, bukan karena mesra
Tapi takut jatuh, takut terluka
Bersandar satu sama lain, lemah
Bersama dalam lelah, penuh kasih.

Ah, cinta di usia tua, penuh ironi
Menertawakan luka, merangkul sakit
Menulis balada, penuh sarkasme
Tentang hidup yang menua bersama.

Namun di balik semua canda
Tersimpan cinta, yang tak lekang
Menua bersama, dalam suka duka
Adalah kisah, yang penuh makna.

Di balik tawa penuh ironi
Ada rindu yang tak pernah mati
Setiap kerutan, setiap goresan
Adalah bukti, perjalanan Panjang.

Tak ada lagi dansa penuh gairah
Hanya langkah gemetar, tetapi setia
Berjalan bersama di jalan sunyi
Berdua, dalam diam yang penuh arti.

Kini menonton cucu bermain
Teringat masa muda yang menghilang
Tertawa melihat kebodohan sendiri
Menertawakan hidup yang semakin pelik.

Di malam yang dingin, pelukan hangat
Bukan karena cinta yang bergelora
Tapi karena ingin menghangatkan
Tubuh rapuh yang mulai renta.

Berkisah tentang masa lalu yang indah
Mengenang saat-saat penuh warna
Walau sekarang hanya abu-abu
Ada cinta yang tetap menyala.

Ah, hidup menua bersama
Sebuah komedi, sebuah tragedi
Namun di dalamnya, ada cinta sejati
Yang bertahan, dalam suka dan duka.

Kita tertawa, kita menangis
Dalam balada penuh sarkasme ini
Hidup menua bersama, dengan ironi
Namun selalu bersama, sampai akhir nanti.

Babulu, 26 Juli 2024
#Penadebu_Balada Menua Bersama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun