Suwardi tersenyum malu, "Ups, maaf, Bapak . Kurang hati-hati."
Pak Suryanto tertawa, "Tidak apa-apa, Suwardi. Kita belajar dari kesalahan, kan?"
Setelah rebung-rebung bersih dan siap, mereka melanjutkan dengan memotongnya sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan.
Suwardi kagum, "Bapak, Bapak benar-benar ahli dalam mengolah rebung!"
Pak Suryanto merendah, "Terima kasih, Suwardi. Semua ini berkat pengalaman dan latihan selama bertahun-tahun."
Setelah selesai mengolah rebung, mereka meletakkannya dalam wadah-wadah bersih dan rapi. Suwardi merasa begitu bangga dengan hasil kerja kerasnya bersama Bapak nya.
Suwardi bersyukur, "Terima kasih, Bapak, karena telah mengajari saya segala hal ini. Saya merasa begitu bahagia bisa belajar dari Bapak."
Pak Suryanto mengusap kepala Suwardi lembut, "Kamu anak yang pandai dan rajin belajar, Suwardi. Bapak bangga memiliki anak sepertimu."
Malam itu, saat dapur mereka bersih dan rapi, Suwardi merasa puas dan bahagia. Ia tidak hanya mendapatkan pengetahuan tentang mengolah rebung, tetapi juga nilai-nilai kehidupan yang berharga dari sang Bapak . Suasana hangat di dapur mereka adalah bukti dari kebersamaan dan kasih sayang yang mendalam di antara mereka.
Keesokan paginya, sebelum matahari terbit, Suwardi dan Pak Suryanto pergi ke pasar. Kebahagiaan menghiasi wajah mereka saat melihat pelanggan senang mendapatkan rebung segar dari hasil kerja keras mereka. Uang yang mereka peroleh dari penjualan rebung digunakan untuk kebutuhan keluarga dan sedikit tabungan untuk masa depan.
Suwardi memiliki seorang teman baik bernama Poniyah. Mereka selalu bersama, bermain, dan belajar bersama di sekolah. Poniyah sering berkisah tentang masa kecil mereka yang penuh dengan keceriaan. "Tidak ada anak yang mengeluh atau sedih, Pak, di zaman itu," ucap Poniyah kepada Pak Suwardi sambil tertawa. "Kami selalu riang gembira dan penuh ceria."