Mohon tunggu...
Cerpen

Theorrian City: Mimpi Buruk

4 Januari 2017   01:18 Diperbarui: 4 Januari 2017   01:25 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku terus berlari, menyusuri jalanan terjal ini. Berharap bayangan hitam itu tak lagi diatas kepalaku. Ketakutan ini membuatku tak dapat berfikir secara rasional lagi. Yang ada dalam fikiranku hanya berlari dan terus berlari. Hingga aku benar-benar tidak menyadari seberapa lama aku berlari, sejauh mana pula aku berlari. Selain berharap bisa jauh dari sang bayangan hitam, aku terus memanggil-manggil keluargaku, mama, papa, dan adik gadisku yang paling cerewet. Dimana mereka saat ini, apakah mereka akan mencariku atau tidak. Tahukah mereka bahwa saat ini aku sedang dalam bahaya. Tuhan tolonglah aku………… rasa takutku benar-benar telah menguasai sepenuhnya raga ini. Fikiranku pun berkecamuk entah apa yang aku fikirkan saat ini.

Brakkk…..

“aduhhh”rintihku pelan.

Tanpa aku sadari akar pohon yang amat besar telah memberhentikanku dan membuat luka dikedua lutut kakiku. Lemah, lelah, letih semua kini aku rasakan sendiri. Benar-benar sendiri, sepi tanpa satu orangpun yang bisa aku minta tolongi. Aku rasa tenaga yang aku miliki kini telah terkuras habis, ingin aku tetap berlari biar sang bayangan hitam tak bisa menemukanku lagi. Cukup lama aku terus berfikir, ku coba atur nafasku sestabil mungkin. Ku coba untuk menenangkan ragaku yang tak terkendali karena rasa takut.

“dimanakah ini? Perasaan jakarta tak ada hutan yang seseram ini, lalu kenapa aku bisa kesini, bukankah setelah pesta ultahku selesai aku langsung beranjak ketempat tidur dan langsung terlelap, bagaimana caranya sehingga aku bisa sampai ketempat ini…..oh tuhan aku mohon beri aku petunjuk,,,,setidaknya beri tahu aku, dimana aku saat ini, kalau emang saat ini aku bermimpi, kenapa semua ini terasa begitu nyata”. Gumamku dalam hati

Tiba-tiba aku berfikir untuk mencubit tangan ku sekencang mungkin.

“aduuuhh….!! Ini benar-benar sakit, oh tuhan kenapa aku segila ini, jelas-jelas lututku terluka, dan rasa sakitnya amat begitu terasa, kenapa aku masih mencubit tanganku” rintihku yang terus kesakitan.

Untuk sejenak aku mulai bisa tenang, ku amati sekelilingku. Ku coba untuk berdiri, namun semuanya sia-sia, tenagaku benar-benar telah terkuras habis.

Sreekkk…..sreekkk

“suara apa itu”. Ucapku yang seketika rasa takut itu muncul lagi.

Ketenangan yang baru beberapa menit yang lalu aku nikmati kini buyar, hanya rasa takut yang menyelimuti, menguasai aku saat ini. Aku ingin lari, tapi rasanya kakiku berat, aku ingin berteriak meminta pertolongan, namun entah apa yang terjadi pita suaraku tak lagi berfungsi. Dengan pengejutan yang amat luar biasa, kini sang bayangan hitam itu datang dari balik semak-semak belukar itu. Oh tuhan please, aku mohon tolong aku. Bayangan hitam itu semakin dekat dan terus mendekat. Entah manusia atau bukan yang pasti bayangan itu semakin menakutkan saat terlihat begitu dekat. Tapi aku sendiri bingung kenapa aku tidak berteriak malah mengamati setiap detail bayangan hitam itu. Aku rasa dia akan mengatakan sesuatu padaku, dan ternyata itu benar.

“chalistha, aku tidak sadar ternyata kau benar-benar ada, kamu tahu bahwa kamu sangatlah berbahaya, apa kamu siap untuk mati saat ini?” Ucap bayangan hitam itu yang benar-benar terdengar nyaring ditelingaku.

“apa maksudmu?” Tanyaku memberanikan diriku.

“saat ini, kau memang sangat polos, tapi membiarkanmu hidup, sama saja membunuh diriku sendiri”. Lanjutnya. Aku benar-benar tidak mengerti apa maksud dari perkataannya, kenapa dia bilang aku sangat berbahaya, padahal saat ini posisikulah yang paling bahaya, karena harus berhadapan dengan makhluk entah apa sesungguhnya dia.

“kau siapa?” Tak sadar kata-kata itu terlontar sendiri dari bibirku. Semakin lama aku merasakan keringat dingin telah mengguyur seluruh tubuhku ini. Ku lihat dia tertawa kecil dan terasa begitu mengerikan.

“kamu ingin tau siapa aku?” Tanyanya

Aku hanya menjawab dengan anggukan saja, anehnya setelah berbincang dengannya rasa takutku hilang begitu saja.

“aku adalah………” jawabnya tidak begitu jelas, bukan hanya tidak jelas tapi aku tidak bisa mendengar kata-kata apa yang baru ia katakan. Suasana hutan begitu hening dan penuh ketenangan, tapi aku merasakan hawa kemarahan, keinginan untuk membunuh, tapi ada hawa penolakan atas semua hawa itu tadi sendiri. Aku hanya bisa terdiam ditengah keheningan dan ketenangan yang tak begitu jelas ini. Tanpa aku sadari kini kedua tangan besar bayangan hitam itu menempel, melingkari leherku. Perlahan ia tekankan tangannya yang membuatku tak bisa berkutik.

“aaaaaaaaaaauuuuuu…..lepaskan….lepaskan…..”

Dan tiba-tiba aku terbangun, nafasku begitu memburu, keringat dingin membanjiri seluruh tubuhku. Mata bundarku melotot membesar. Dengan ketakutan yang masih memburu ini, ku coba perhatikan sekelilingku.

“tidak….tidak mungkin, mana mungkin tadi itu hanya mimpi, sakit,lelah,letih dan semuanya benar-benar aku rasakan, tak sedikit pun tadi aku merasakan bahwa semua itu tadi adalah mimpi. Terlihat seorang gadis manis didekatku yang memperhatikanku dengan tatapan heran dan sedikit takut, terlihat sekali tangannya yang gemetar.

“ka..ka..kak…disuru turun segera…” ucapnya terbata-bata dan langsung meninggalkan kamarku.

Ku coba atur nafasku sebentar dan kutenangkan fikirankui, kukendalikan keseimbangan tubuhku yang masih dipengaruhi rasa takut dari, entah mimpi atau bukan yang pasti misteri yang terasa begitu menakutkan. Saat mata ini tiba-tiba tertuju pada jam dinding kamarku, terlihat arah jarum jam yang berlawanan.

“oh my god,,,,tidak mungkin,,,ini sudah jam 07.00, aku akan terlambat kalau begini,,,gawaaattttt” ucapku kaget.

Aku langsung loncat dari tempat tidurku, karena kebingungan aku sampai tidak bisa mengontrol tubuhku, aku harus melakukan apa dulu, pelajaran belum aku siapkan, seragam, mandi …..tidaaakkkkk. Waktu berjalan begitu cepat selama 15 menit aku hanya bisa mengeluh,mengeluh dan tak langsung bertindak. Ku coba tenangkan diriku. Langsung ku langkahkan kakiku menuju kamar mandi. Tak lama kemudian aku sudah siap dengan semuanya yang aku ributkan tadi. Dengan langkah sempoyongan, ku hampiri keluarga kecilku yang sudah lama menunggu di meja makan. Setelah menyapa mereka, segera ku ambi dua lembar roti yng sudah disiapkan mamaku, kutegukkan segelas susu coklat kesukaanku dengan terburu. Setelah cukup tenang ku rapikan bajuku, dan semua keperluan sekolahku.

“ma,,,pa aku berangkat”. Ucapku sambil mencium kedua pipi mereka.

Tapi melihat ketenangan kedua orang tuaku, membuatku bingung. Apakah mereka lupa bahwa sekarang sudah jam 08.00, dan sesiang ini kenapa mereka berdua masih di rumah. Mobil pun mulai berjalan, ku lihat masih banyak anak-anak yang baru berangkat sekolah dengan senyuman ceria, tanpa rasa takut akan terlambat. Ku lihat arloji yang melingkari tanganku. Tidak ada yang salah, dan tak mungkin kalau arloji ini rusak, karena ini arloji kado ultah ku dari papa yang baru diberikan kemaren malam, mana mungkin langsung rusak. Tak lama kemudian sampailah aku di depan gerbang sekolahku. Batapa kagetnya aku, sesiang ini gerbang sekolahku masih terbuka lebar. Ini tidak sepertyi jam 08.30 melainkan jam 06.30, mana mungkin ini bisa terjadi. Terlihat kedua sahabatku sudah menantiku didepat gerbang. Ku hampiri mereka dengan senyuman masam.

“ hey mel,,,,hey dis…!!!” Sapaku dengan senyuman masam.

“hay juga” sapa balik mereka secara bersamaan.

Kami pun masuk bersama-sama, kulankahkah kakiku dengan lemas, aku masih bingung dengan semua yang telah terjadi padaku saat ini.

“dis, coba cubit aku sekencang mungkin”. Pintaku tiba-tiba.

“kau yakin?” Tanya nya heran.

“tentu saja.”

Ku pejamkan mataku, gledys pun mulai beraksi, betapa terkejutnya aku dengan rasa sakit dari cubitan gledys yang amat luar biasa sakitnya.

“aduuuhh.” Rintihku

“kau tidak apa-apa chal?” Tanya gledys merasa bersalah.

“aku tidak apa-apa ko.” Jawabku yang terus memegangi tanganku bekas luka dari cubitan tangan gledys.

“kau kenapa sih chal, kamu gila apa tiba-tiba nyuruh glegys nyubit tanganmu!!!” Bentak melia, maklum sih diantara kita bertiga melia lah orang yang memiliki sifat yang sangat keibuan.

“aku benar tidak apa-apa mel”

“lalu kenapa kamu nyuruh aku nyubit kamu, kamu sendirikan tahu kalau cubitanku itu sangat berbahaya.” Ucap gledys.

“apa kalian tidah merasa aneh?”

“aneh? Tentu saja.” Jawab melia.

“untunglah kalau gitu, aku kira hanya aku saja yang merasakan hal aneh ini”

“kamu tau kau yang aneh” seru melia tiba-tiba dan langsung menjitak kepalaku.

“ auuuu….sakit mel” rintihku.

“itu akibatnya, sekali lagi kamu berulah kayak tadi, bukan hanya aku jitak kepalamu, aku akan meminta gledys menyubitmu sekencang mungkin.”

            Dengan perasaan yang masih aneh dan penuh dengan tanda tanya, aku bersama kedua sahabatku masuk kedalam kelas. Pelan-pelan aku memasuki kelas, dan duduk di tempat biasa aku duduk. Betapa terkejutnya aku melihat jam dinding besar yang terpasang bertahun-tahun ditembok kelasku.

            “mana mungkin, ini tidak mungkin terjadi, pasti ada yang salah.” Ucapku kebingungan. Saat itu aku benar-benar berasa menjadi orang gila sedunia. Semua menatapku dengan aneh dan tanda tanya besar diatas kepala mereka. Bahkan kedua sahabatkupun melihatku seperti itu. Apa yang salah denganku, bukankah dunia ini yang salah, tapi kenapa mereka yang aneh melihatku.

            “chal, kamu gak lagi sakit kan?” tanya melia penuh perhatian.

            “iya chal, kamu hari ini terlihat aneh banget sih. Kamu baik-baik saja kan?” tambah gledys.

            “aku tidak sakit,,,,,,,,,” jawabku. Kulanjutkan semuanya dari mimpi aneh yang kualami kemaren malam, dan kejadian-kejadian aneh yang membuatku berasa jadi orang gila saat ini. Mendengar ceritaku bukannya mereka perihatin atau apa, tapi mereka malah mentertawakanku.

“apa ada yang salah?” tanyaku bingung

“maaf ya chal, bukannya ada yang salah kamu sih lucu, mimpi itu cuma bunga tidur, lagian soal jam itu mah biasa.” Jawab gledys yang masih terus tertawa terbahak

“chalista sayang, daripada kamu bingung mending sekarang kamu duduk rilex bentar lagi kita ulangan.” Ucap melia yang selalu membuat aku tenang.

Selama disekolah aku masih terus terbayang dengan apa yang aku alami hari ini, walau sulit untuk aku pahami aku berusa menutupinya dari kedua sahabatku, hingga sampai dirumah. Terlihat papaku duduk santai dengan koran dan secangkir teh hangat disampingnya.

“papa....” sapaku.

“kamu chal, sudah pulang.”

“iya, papa juga kok sudah pulang, tumben banget?” tanyaku, akupun langsung duduk disamping papaku tercinta.

“hari ini papa lagi tidak ada banyak kerjaan dan ingin segera pulang, makannya papa pulang cepet.”

Sempat terfikir aku menanyakan kado dari papaku, tapi aku urungkan. Satu detik, dua detik, dan satu menit. Aku sudah benar-benar tidak bisa menahannya, dan akhirnya aku segera tanyakan ke papaku tentang kado itu.

“oowww, kado itu, maafkan papaku kemaren papa sengaja membuat semua jam dirumah lebih cepat satu jam biar kamu gak terlambat setiap hari, masak sudah kelas tiga udah hampir lima kali kamu terlambat.” Jawab papaku dengan senyuman tulusnya.

Mendengar kata-kata dari papa itu sudah sedikit membuat aku tenang, aku langkahkan kakiku kedalam rumah dan sampailah di dalam kamarku. Aku duduk sebentar dan langsung tertidur pulas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun