Mohon tunggu...
Christian Rahmat
Christian Rahmat Mohon Tunggu... Freelancer - Memoria Passionis

Pembelajaran telah tersedia bagi siapa saja yang bisa membaca. Keajaiban ada di mana-mana. (Carl Sagan)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Langit Masih Mendung

2 Oktober 2019   19:01 Diperbarui: 2 Oktober 2019   19:03 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelanggaran HAM masa lalu harus diselesaikan

Pelanggaran HAM masa lalu mutlak harus diselesaikan. Pemerintah tidak bisa terus menerus bungkam dan seolah melakukan pembiaran terhadap kasus - kasus pelanggaran HAM masa lalu yang sebenarnya memiliki dampak signifikan terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Pemerintah harus serius serta berkomitmen kuat. 

Masyarakat tentunya tidak melihat komitmen itu dalam sebuah kebijakan mengangkat oknum - oknum yang terindikasi sebagai pelanggar HAM menjadi menteri ataupun pejabat publik lainnya. Pelanggaran - pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu dilakukan secara sistematis dan meluas melalui rantai komando. 

Jika pemerintah ingin sungguh - sungguh menyelesaikan kasus pelanggaran HAM tersebut, maka upaya yang dilakukan oleh pemerintah juga harus sistematis dan meluas. Pemerintah harus membuka ruang seluas - luasnya bagi kegiatan - kegiatan yang bertujuan untuk mengungkap kebenaran dan fakta sejarah. 

Sejarah juga harus dibiarkan untuk membuktikan kebenarannya sendiri. Bukan tugas negara untuk meluruskan sejarah. Tugas negara adalah membuka ruang seluas - luasnya dalam penulisan sejarah. Menciptakan suasana yang egaliter dalam penulisan sejarah. Sehingga setiap sejarah punya kesempatan yang sama untuk membuktikan kebenarannya masing - masing.

Dalam penegakan hukumnya, sudah saatnya pemerintah lebih serius untuk mempertimbangkan kembali pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta memperkuat Pengadilan HAM. Dukungan politik dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga akan sangat berpengaruh. Inisiatif serta terobosan dari DPR untuk menegakkan HAM akan menjadi sebuah langkah awal yang akan menciptakan sinkronisasi antara kebijakan pemerintah dengan DPR. 

Konsistensi pemerintah dengan DPR juga sangat dibutuhkan guna terus menyelaraskan komitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM. Sinergitas antara Kejaksaan Agung, Pengadilan HAM, dan Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dalam teknis serta prosedur penegakan hukumnya juga harus semakin diperkuat. 

Konsolidasi harus dilakukan secara terus menerus agar dicapai kesamaan perspektif dalam bergerak menuntaskan pelanggaran - pelanggaran HAM. Begitu juga halnya dengan pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Harus ada titik temu antara perspektif pemerintah dengan perspektif masyarakat, agar setiap pihak bisa saling memahami dan saling mendukung. Kepentingan hukum korban dan keluarga korban harus senantiasa diutamakan.    

Hak Asasi adalah sesuatu yang inheren, melekat dalam diri setiap manusia. Bahkan sejak kita masih di dalam kandungan. Ia bukan pemberian penguasa, sehingga sewaktu - waktu bisa ditarik kembali dengan semena - mena. Persoalan HAM telah kita geluti bahkan sejak penyusunan konstitusi untuk pertama kali. 

Prinsip pertama dan paling utama yang kita junjung tinggi tidak lain adalah; penghormatan serta perlindungan HAM oleh negara maupun sesama warga negara. Beberapa peristiwa kelam di masa lalu, menunjukkan kepada kita bahwa penghormatan dan perlindungan itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dan tidak adanya kepastian hingga hari ini mengindikasikan pemerintah hendak bergerak maju dengan cara mengubur masa lalu. 

Tidakkah terlintas dalam benak pemerintah, bahwa bangsa yang tidak memiliki kesadaran sejarah adalah bangsa yatim piatu. Waktu terus berlalu. Semakin kasus - kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu dibiarkan berlarut - larut, mungkin kita tak tahu lagi apa yang hendak dituntut. Atau barangkali tidak ada lagi yang menuntut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun