Mohon tunggu...
Christian Rahmat
Christian Rahmat Mohon Tunggu... Freelancer - Memoria Passionis

Pembelajaran telah tersedia bagi siapa saja yang bisa membaca. Keajaiban ada di mana-mana. (Carl Sagan)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Langit Masih Mendung

2 Oktober 2019   19:01 Diperbarui: 2 Oktober 2019   19:03 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat masih duduk di bangku sekolah menengah, pernah terlintas sebuah harapan dalam pikiran dan hati saya; semoga persoalan - persoalan pelanggaran HAM, terutama pelanggaran HAM berat masa lalu, tidak lagi menjadi topik hangat untuk didiskusikan. Harapan tersebut tidak muncul karena saya skeptis terhadap persoalan - persoalan HAM. 

Melainkan karena saya menaruh harapan besar kepada pemerintah, bahwa pemerintah, dalam tempo yang singkat, akan berhasil menyelesaikan kasus pelanggaran - pelanggaran HAM yang terjadi dan pernah terjadi di negeri ini. Kini, saya duduk di semester 5 bangku perkuliahan, dan pelanggaran HAM berat masa lalu masih menjadi topik diskusi yang hangat.

GMNI FH USU mengadakan seminar HAM

Berangkat dari kegelisahan - kegelisahan atas kasus - kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang tak kunjung menemui titik terang, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tanggal 27 September 2019 mengadakan Seminar Hak Asasi Manusia dengan tajuk; Kilas Balik Pelanggaran HAM Masa Lalu: Sampai Kapan Kami Menunggu ? Seminar ini tidak lain adalah upaya untuk mencari formulasi yang tepat guna menghadirkan solusi yang efektif dan efisien untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. 

Seminar ini dihelat di Gedung Peradilan Semu Fakultas Hukum USU dan menghadirkan tiga orang pembicara, yaitu Dian Purba (Dosen/Sejarawan), Majda El Muhtaj (Dosen/PUSHAM UNIMED), dan Anwar Saragih (Dosen/Pemerhati Politik).

Penegakan HAM dalam pusaran politik nasional

Sudah menjadi rahasia umum bahwa penegakan HAM telah menjadi dagangan politik di negeri ini. Hampir semua politisi bicara lantang soal HAM serta menjanjikan penegakan HAM saat kampanye, namun diam seribu bahasa ketika sudah menjabat. Masalah penegakan HAM yang tadinya prioritas dalam daftar, kini masuk ke urutan kesekian, atau bahkan langsung dikeluarkan dari daftar. 

Masyarakat yang memiliki harapan besar terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM akhirnya hanya menjadi lumbung suara yang turut mengantarkan pemimpin - pemimpin yang kini bungkam itu ke singgasananya. Kemudian, yang terjadi adalah kesenjangan antara logika dengan realita. Pemimpin yang menjanjikan penegakan HAM itu justru mengangkat para pelanggar HAM menjadi pejabat publik.

Konstelasi politik nasional sejauh ini tampaknya tidak menjadi alat yang ampuh untuk mendorong penyelesaian kasus - kasus pelanggaran HAM masa lalu di Indonesia. 

Sebaliknya, situasi perpolitikan saat ini justru menjadi kendala terhadap upaya - upaya penegakan HAM. Dalam perpolitikan di negeri ini, yang sangat kental nuansa pragmatisme dan oportunismenya, penegakan HAM barangkali hanyalah lelucon, dan isu untuk mendongkrak elektabilitas pada masa pemilihan. Tragis.      

Pelanggaran HAM masa lalu harus diselesaikan

Pelanggaran HAM masa lalu mutlak harus diselesaikan. Pemerintah tidak bisa terus menerus bungkam dan seolah melakukan pembiaran terhadap kasus - kasus pelanggaran HAM masa lalu yang sebenarnya memiliki dampak signifikan terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Pemerintah harus serius serta berkomitmen kuat. 

Masyarakat tentunya tidak melihat komitmen itu dalam sebuah kebijakan mengangkat oknum - oknum yang terindikasi sebagai pelanggar HAM menjadi menteri ataupun pejabat publik lainnya. Pelanggaran - pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu dilakukan secara sistematis dan meluas melalui rantai komando. 

Jika pemerintah ingin sungguh - sungguh menyelesaikan kasus pelanggaran HAM tersebut, maka upaya yang dilakukan oleh pemerintah juga harus sistematis dan meluas. Pemerintah harus membuka ruang seluas - luasnya bagi kegiatan - kegiatan yang bertujuan untuk mengungkap kebenaran dan fakta sejarah. 

Sejarah juga harus dibiarkan untuk membuktikan kebenarannya sendiri. Bukan tugas negara untuk meluruskan sejarah. Tugas negara adalah membuka ruang seluas - luasnya dalam penulisan sejarah. Menciptakan suasana yang egaliter dalam penulisan sejarah. Sehingga setiap sejarah punya kesempatan yang sama untuk membuktikan kebenarannya masing - masing.

Dalam penegakan hukumnya, sudah saatnya pemerintah lebih serius untuk mempertimbangkan kembali pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta memperkuat Pengadilan HAM. Dukungan politik dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga akan sangat berpengaruh. Inisiatif serta terobosan dari DPR untuk menegakkan HAM akan menjadi sebuah langkah awal yang akan menciptakan sinkronisasi antara kebijakan pemerintah dengan DPR. 

Konsistensi pemerintah dengan DPR juga sangat dibutuhkan guna terus menyelaraskan komitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM. Sinergitas antara Kejaksaan Agung, Pengadilan HAM, dan Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dalam teknis serta prosedur penegakan hukumnya juga harus semakin diperkuat. 

Konsolidasi harus dilakukan secara terus menerus agar dicapai kesamaan perspektif dalam bergerak menuntaskan pelanggaran - pelanggaran HAM. Begitu juga halnya dengan pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Harus ada titik temu antara perspektif pemerintah dengan perspektif masyarakat, agar setiap pihak bisa saling memahami dan saling mendukung. Kepentingan hukum korban dan keluarga korban harus senantiasa diutamakan.    

Hak Asasi adalah sesuatu yang inheren, melekat dalam diri setiap manusia. Bahkan sejak kita masih di dalam kandungan. Ia bukan pemberian penguasa, sehingga sewaktu - waktu bisa ditarik kembali dengan semena - mena. Persoalan HAM telah kita geluti bahkan sejak penyusunan konstitusi untuk pertama kali. 

Prinsip pertama dan paling utama yang kita junjung tinggi tidak lain adalah; penghormatan serta perlindungan HAM oleh negara maupun sesama warga negara. Beberapa peristiwa kelam di masa lalu, menunjukkan kepada kita bahwa penghormatan dan perlindungan itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dan tidak adanya kepastian hingga hari ini mengindikasikan pemerintah hendak bergerak maju dengan cara mengubur masa lalu. 

Tidakkah terlintas dalam benak pemerintah, bahwa bangsa yang tidak memiliki kesadaran sejarah adalah bangsa yatim piatu. Waktu terus berlalu. Semakin kasus - kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu dibiarkan berlarut - larut, mungkin kita tak tahu lagi apa yang hendak dituntut. Atau barangkali tidak ada lagi yang menuntut. 

Tapi saya, anda, kita semua yakin, bahwa kebenaran itu mandiri. Kebenaran akan tetap berdiri tegak. Bahkan ketika dukungan publik terasa sangat memprihatikan. Hak Asasi akan menggugat. Dan kita juga percaya, pada akhirnya, sebagaimana Fidel Castro, sang pemimpin revolusi Kuba, pernah berucap; Sejarah Akan Membebaskanmu!

Judul tulisan ini diadopsi dari judul laporan keadaan Hak Asasi Manusia tahun 1980 yang dikeluarkan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Semata - mata karena langit memang masih mendung, dan penegakan HAM di negeri kita masih murung. Adakah esok langit akan cerah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun