Efek dualisme sepakbola Indonesia membuat pengawasan terhadap kompetisi menjadi berkurang. Tiga suporter meninggal akibat keributan yang terjadi selepas pertandingan Persib vs Persija. "Saya tidak mau menuntut siapa-siapa. Saya cuma berharap semoga Rangga (salah satu suporter yang meninggal) adalah korban terakhir dari keributan sepakbola (Indonesia). Jangan sampai jatuh korban lagi, suporter yang jadi korban sudah banyak," ujar ayah dari Rangga.
Tapi doa orangtua Rangga belum terkabul. Beberapa waktu lalu seorang pesepakbola asing meninggal akibat sepakbola. Diego Mendieta, terpaksa menghembuskan nafas terakhirnya sendirian, jauh dari tanah kelahiran dan keluarganya. Penyakit Mendieta sebetulnya bisa ditangani oleh rumah sakit, tapi apa daya, Mendieta tidak punya uang. Gajinya selama 4 bulan belum dibayarkan oleh Persis Solo.
"The majority of fans have had enough of the corruption and the violence. They are sick too of hearing about potential in their country, and just want basic football freedoms such as an end to corruption, one league and one federation, things that fans in other countries take for granted."
Indonesia adalah jamrud khatulistiwa, tanam batu tumbuh emas. Kalimat-kalimat tersebut kini terasa memuakkan. Kita semua tahu bagaimana minyak dan emas kita bebas diangkut oleh negara asing dengan harga murah. Jumlah penduduk Indonesia yang ratusan juta jiwa juga seharusnya bisa jadi modal berharga ketimbang hanya digunakan sebagai komoditi ekspor ke negara tetangga, wilayah Cina juga Arab.
Kekayaan yang besar membutuhkan usaha yang ekstra besar untuk menjaganya, apalagi untuk memanfaatkannya dengan baik. Sepakbola sebagai olahraga paling populer di negeri ini juga sudah seharusnya diurus oleh orang yang benar-benar mampu. Diberi sanksi atau tidak, akan segera kita ketahui keputusannya sebentar lagi. Kita hanya bisa menunggu dan berhenti saling menyalahkan. Ada baiknya kita belajar dari sejarah, bangsa ini pernah hancur akibat diadu domba.
Jika sepakbola disebut sama seperti agama, ada baiknya kita juga berusaha saling menghargai sesama umat beragama. Ini bukan soal ajaran siapa yang paling benar karena masing-masing agama akan mengklaim demikian.
"Difference doesn't mean that one of us is wrong. It mean that there's a different kind of right." - Faith Jegede.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H